Menkeu : Stabilitas Sistem Keuangan Dalam Kondisi Normal

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Rapat Kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) dengan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membahas mengenai Evaluasi Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan I bertempat di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Senin (14/06).

JAKARTA.NIAGA.ASIA– Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan status stabilitas sistem keuangan pada periode triwulan 1 2021 yaitu Januari hingga Maret berada dalam kondisi normal.

Perkembangan makro ekonomi dalam hal ini pemulihan ekonomi global yang prospeknya terus meningkat memberikan dampak positif, namun juga di saat yang sama ada bayangan dari peningkatan kasus covid terutama di beberapa negara.

Menkeu mengatakan itu  pada Rapat Kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) dengan Menteri Keuangan, Gubernur  Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membahas mengenai Evaluasi Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan I bertempat di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Senin (14/06).

“Pemulihan ekonomi Indonesia sendiri secara domestik berjalan dengan menurunnya kasus covid pada triwulan 1. Triwulan 2 April hingga Mei dan sekarang sampai dengan pertengahan Juni kita mewaspadai terjadinya kenaikan dari kasus covid. Kita perlu untuk mewaspadai divergensi pemulihan sektor dan spasial terutama dari spillover effect pada sektor keuangan,” jelasnya.

Untuk perekonomian di dalam negeri sama juga seperti semua negara lainnya, di satu sisi melakukan penanganan covid dan di sisi lain tergantung aktivitas dari masyarakat. Kalau covidnya menurun maka akan terlihat aktivitas dan confidence masyarakat meningkat.

Dampaknya adalah pada bulan April Mei di mana indeks keyakinan konsumen meningkat, aktivitas masyarakat meningkat, indeks penjualan ritelnya juga meningkat dan dengan insentif pemerintah seperti pembelian mobil dengan fasilitas PPNBm dan belanja negara dari sisi APBN juga mengalami akselerasi.

“Jadi kita lihat begitu covidnya bisa ditangani pada bulan Maret meningkat kemudian diketatkan dan kemudian kasusnya menurun maka aktivitas dan confidence dari masyarakat meningkat dan aktivitas ekonominya juga mulai menggeliat cukup tinggi dan ini juga terlihat dari beberapa sektor di sisi produksi. Namun sekali lagi sekarang dengan munculnya covid di bulan Juni kita harus mewaspadai nanti akan terjadi trade off lagi, “ tambah Menkeu.

Pertumbuhan ekonomi yang diprediksi di dalam range kuartal kedua antara 7,1% hingga 8,3%, seiring dengan kenaikan covid memang diharapkan masih bisa terjaga. Sebab, komponen pada kuartal kedua terutama April dan Mei sudah sangat kuat, baik karena koreksi dari tahun lalu yang basenya rendah maupun ada seasonality yaitu lebaran, dua-duanya memberikan dukungan yang cukup kuat pada aktivitas ekonomi pada kuartal kedua.

“Maka kuartal kedua kita berharap akan terjadi pemulihan yang kuat namun covid yang terjadi ini sekarang pada minggu kedua Juni pasti akan mempengaruhi proyeksi ini. Jadi kalau covid bisa menurun maka kita akan masih bisa berharap, namun kalau untuk menurunkan covid kita harus melakukan pembatasan maka proyeksi ekonominya pasti akan terkoreksi. Ini semua trade of yang akan terus kita dihadapi di dalam bulan-bulan ini,” ungkap Menkeu.

Pemerintah dengan BI dan OJK dan LPS akan terus melihat kondisi sektor riil yang memiliki dampak pada stabilitas sistem keuangan, bersama-sama berusaha memulihkan dampak dari resiko seperti pertama dinamika global yang menimbulkan spillover dalam bentuk capital flow dan kemudian dampaknya kepada yield SBN nilai tukar dan interest rate di dalam negeri; yang kedua adalah sektor korporasi yang kemampuan pulihnya dari dampak covid  berbeda-beda; yang ketiga bagaimana sektor keuangan terutama perbankan bisa memulihkan fungsi intermediasinya karena sektor perbankan ini dampak dan pengaruhnya terhadap pemulihan sektor riil sangat sangat menentukan namun berbagai sektor itu resikonya berbeda-beda dan karakter dampak covid dan pemulihannya juga berbeda-beda.

“Nah kami di dalam paket kebijakan terpadu yang kita olah di dalam KSSK memang yang digunakan banyak adalah instrumen fiskalnya. Namun APBN kita untuk supaya tetap bisa menjalankan berbagai fungsi tersebut kami mendapat dukungan dari Bank Indonesia tadi melalui SKB 1 dan 2 dan Bank Indonesia sendiri memiliki tentu instrumen di sektor moneternya, OJK dari sisi regulasi juga melakukan supaya tadi intermediasi sektor perbankan dan pembiayaan bisa kembali pulih, sehingga kita harapkan sinkronisasi waktu kami mencoba menstimulate demand, mendukung sektor korporasi kemudian policy-policy dari OJK dan Bank Indonesia serta LPS saling mendukung untuk pemulihan ekonomi,” tutup Menkeu.

Sumber : Humas Kemenkeu | Editor : Intoniswan

Tag: