Menteri ATR/BPN: 51 Persen Lahan di Kaltim Masih Sengketa

Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid. (HO-Diskominfo Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyoroti banyaknya lahan bermasalah, tumpang tindih atau sengketa di Kalimantan Timur. Dari total 689 kasus sengketa lahan, sekitar 51 persen masih belum tuntas.

Dalam kunjungannya ke Kaltim, Menteri Nusron Wahid mengatakan kasus tumpang tindih lahan ini melibatkan aset negara, mulai dari lahan pemerintah daerah, BUMN, TNI/Polri yang saat ini diduduki oleh masyarakat setempat.

“Kami mencari solusi yang berbasis kemanusiaan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Nusron, di Pendopo Odah Etam Provinsi Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Jumat 24 Oktober 2025.

Nusron menerangkan, Kementerian ATR/BPN akan mengambil pendekatan kemanusiaan dalam menyelesaikan konflik tumpang tindih lahan ini.

“Tidak berbasis hukum. Karena kalau berbasis hukum hanya kalah-menang, benar-salah. Jadi kita mau mencari win-win solution agar rakyat tidak dirugikan, dan negara tetap mencatat itu aset negara,” ujar Nusron.

Pendekatan ini dipilih agar penyelesaian lahan tumpang tindih ini dapat berjalan mulus dan tuntas, meskipun memerlukan waktu yang panjang.

“Penyelesaian kasus tanah itu harus smooth agar mencapai target klaim dan selesai. Semakin cepat semakin bagus,” sebut Nusron.

Sejauh ini disampaikannya terdapat 689 hektare lahan di Kaltim yang statusnya sengketa. Namun sebagian telah selesai.

“Yang sudah selesai sekitar 300-an, baru selesai 48 persen sekian. Masih 51 persen sekian dalam proses penyelesaian,” tambah Nusron.

Nusron juga menyinggung rencana pemerintah terkait lahan terlantar di Kaltim. Dia memastikan bahwa semua lahan terlantar tidak akan dibiarkan menganggur.

“Semua tanah telantar akan dibagikan untuk rakyat supaya bisa ditanami rakyat. Kedua akan dijadikan program prioritas nasional seperti ketahanan pangan. Kan butuh lahan untuk tanah jagung, kemudian lahan cetak sawah untuk tanah padi,” demikian Nusron Wahid

Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi

Tag: