Merah Putih Berkibar dengan Gagah di Tebing Bersejarah Karst Sangkulirang

Puteri Kebudayaan Kaltim 2025, Dina Khasana Kusairi, mengibarkan Sang Saka Merah Putih di puncak Goa Mengkuris, Kutai Timur, tepat pada momentum peringatan HUT ke-80 RI. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SANGKULIRANG.NIAGA.ASIA – Langit siang, hari Sabtu (16/8) di Desa Karangan, Kutai Timur, tampak teduh ketika rombongan kecil yang dipimpin oleh Dina Khasana Kusairi memulai petualangannya dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia.

Puteri Kebudayaan Kalimantan Timur (Kaltim) 2025 itu tak mengenakan gaun elegan seperti saat di panggung pageant. Hari itu, ia berbalut pakaian lapangan lengkap dengan ransel dan sepatu gunung. Tujuannya, tentu saja bukan untuk catwalk. Melainkan, untuk menapaki jalur terjal menuju Goa Mengkuris, di kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat, Kutai Timur.

Pada, Sabtu (16/8), rombongan Dina sekitar pukul 14.00 WITA terdiri dari lima orang pun berangkat dari Karangan. Mereka ditemani seorang warga lokal yang menjadi penunjuk jalan. Hampir 2 jam perjalanan pun ditempuh menuju kaki gunung, dan pada pukul 15.55 WITA mereka tiba untuk memulai pendakian.

Dengan kerja sama tim, ditambah semangat kebangsaan, membuat perjuangan panjang mereka terbayar lunas. Tepat di pukul 16.48 WITA, rombongan berhasil menginjakkan kaki di puncak gunung Mengkuris.

“Waktu pertama kali sampai di atas, rasanya campur aduk antara lelah dan bangga. Walau sempat turun gerimis tipis saat perjalanan dan jalur menuju puncak itu terjal, menuntut tenaga dan kehati-hatian ekstra. Alhamdulillah semua terbayarkan saat kita sampai dipuncak gunung Mengkuris,” ujarnya pada Niaga.Asia, Senin (18/8).

Keesokan harinya, Minggu (17/8), ia kembali melanjutkan misi. Kali ini, rombongan pun berangkat lebih pagi. Start dari pukul 06.00 WITA, tiba di kaki gunung pukul 07.30 WITA, kemudian menaklukkan puncak Mengkuris sekitar pukul 08.30 WITA.

Jejak tumpukan kayu di jalur pendakian Goa Mengkuris, tanda bahwa kawasan bersejarah ini mulai terancam aktivitas perusahaan. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Di atas tebing bersejarah puluhan ribu tahun yang menyimpan jejak lukisan telapak tangan manusia purba itu lah, perempuan kelahiran Bontang 16 Juni 2003 ini mengibarkan Merah Putih tepat pada momentum Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia.

“Merdeka bukan hanya bebas dari penjajah, tapi juga bebas untuk bermimpi. Kita semua punya cita-cita, wujudkanlah! Kemerdekaan bukan akhir dari perjuangan, tetapi awal dari tanggung jawab bersama untuk membangun bangsa,” jelasnya.

Bendera Merah Putih yang berkibar di puncak Goa Mengkuris menjadi saksi semangat yang membara dari generasi muda Kaltim dalam menjaga makna kemerdekaan di tengah era digitalisasi.

Di saat sebagian besar pemuda-pemudi asik merayakan kemerdekaan lewat unggahan di media sosial, anak bungsu dari 3 bersaudara ini malah memilih mendaki gunung, kemudian menancapkan Sang Saka di atas tebing yang menyimpan sejarah ribuan tahun.

Tak ada panggung megah, tak ada ribuan pasang mata yang melihat. Hanya hamparan karst, rimbunan hutan, dan langit biru yang menjadi latarnya. Namun, justru di kesunyian itulah Dina Khasana Kusairi merasakan arti kemerdekaan yang sesungguhnya.

Dina tidak ingin perjalanan ini hanya dikenang sebagai momen seremonial semata. Baginya, pengibaran Merah Putih di Goa Mengkuris adalah simbol keterhubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Puteri Kebudayaan Kaltim 2025, Dina Khasana Kusairi, mengamati jejak telapak tangan purba di dinding Goa Mengkuris, Karst Sangkulirang, Kutai Timur. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Momen itu harus menjadi pengingat bahwa tugas generasi muda adalah menjaga warisan leluhur, agar tak hilang ditelan waktu.

“Jagalah kebudayaan dan alam. Generasi penerus berikutnya harus bisa merasakan keindahan yang kita miliki hari ini,” pesannya.

Goa Mengkuris, atau dikenal pula sebagai Goa Telapak Tangan, menyimpan warisan budaya berusia sekitar tahun 40.000 SM. Lukisan tangan purba di dindingnya bahkan pernah disebut sebagai salah satu yang tertua di dunia.

“Daerah Karst Sangkulirang-Mangkalihat ini adalah titik awal kemunculan manusia purba di Indonesia. Dengan memilih lokasi ini, saya ingin memperkenalkan keindahan alam dan budaya Kutai Timur, sekaligus mengingatkan kita semua akan pentingnya menjaga kelestariannya,” terangnya.

Sayangnya, kawasan bersejarah ini kini mulai terancam. Sepanjang jalur menuju pendakian, Dina mengaku melihat kawasan sekitar mulai tergerus oleh aktivitas perusahaan kayu.

“Itu membuat saya sedih. Padahal tempat ini punya nilai sejarah dan budaya yang benar-benar luar biasa, seharusnya dilindungi dan dijaga bersama,” kata Dina dengan nada prihatin.

Di akhir perjalanan, Dina menitipkan harapan agar pemerintah bisa memberi perhatian lebih pada situs-situs budaya yang hingga saat ini masih tersembunyi di pedalaman.

Akses jalan yang sulit, keterbatasan informasi, serta kurangnya pembinaan masyarakat lokal menjadi tantangan utama yang harus diatasi bersama.

“Jika akses lebih mudah dan masyarakat juga sadar akan pentingnya melestarikan budaya, kita bisa menjaga warisan bangsa bernilai tinggi ini untuk generasi penerus, anak cucu kita di masa mendatang,” pungkasnya.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: