Migas & Batubara Tidak Lagi Seksi, Pemda Mesti Lebih Kreatif

Aji Sofyan Efendi (Batik) dan Saifudin (hitam) pada Forum Diskusi Hulu Migas, Kontribusi Kegiatan Usaha Hulu Migas Sebagai Penggerak Perekonomian dan Pengembangan Industri di Daerah. (vian dan irfan/humas)

SANGATTA.NIAGA.ASIA – Setiap daerah penghasil sumber daya alam baik minyak, gas, batubara dan mineral lainnya, diharapkan memiliki terobosan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di luar sektor pertambangan. Diingatkan, agar jangan terlalu tergantung dengan dana bagi hasil (transfer pusat), dalam membiayai program pembangunan di daerah.

Hal itu disampaikan Aji Sofyan Effendi, akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman Samarinda, saat menjadi narasumber pada kegiatan Forum Diskusi Hulu Migas yang mengusung tema “Kontribusi Kegiatan Hulu Migas Sebagai Penggerak dan Pengembang Perekonomian di Daerah, Kamis (11/7) di Balikpapan.

“Jangan terlalu tergantung dengan dana bagi hasil (transfer pusat) dalam membiayai program pembangunan di daerah,” tegas Aji Sofyan.

Dia menambahkan, fluktuasi harga dan produksi minyak yang tidak menentu sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian baik secara global, nasional maupun lokal.

Dijelaskan bahwa kesejahteraan di daerah penghasil sumber daya alam, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan daerah bukan penghasil. Sebagai contoh dari indikator pada 2017, tingkat kemiskinan daerah penghasil sebesar 22,02 persen. Sedangkan daerah non penghasil 15,12 persen. Angka harapan hidup di daerah penghasil sebesar 70,8 tahun. Sedangkan daerah non penghasil 73,05 tahun.

Dia menyarankan, Pemda untuk berani membuat terobosan kebijakan beralih ke sektor SDA yang memberikan nilai tambah seperti industri pengolahan bauksit, aluminium, biji besi, industri CPO, karet, kakao dan turunannya, termasuk sektor pariwisata. “Misalnya, harga Bauksit USD 19 per ton, jika diolah menjadi aluminium ingot, harganya mencapai USD 2.225 per ton. Begitu pula dengan industri olahan CPO dan turunannnya,” jelas Sofyan.

Sementara itu, Saifudin selaku Kepala Satuan Kerja Khusus Migas (SKK Migas) Wilayah Kalimantan dan Sulawesi mengatakan, bahwa kontribusi SKK Hulu Migas cukup signifikan bagi perekonomian di daerah. Bukan hanya dana bagi hasil (DBH), Participating Interest (PI) senilai 10 persen, pajak dan retribusi daerah, bisnis penyedia barang dan jasa bagi pengusaha lokal, penyerapan tenaga kerja lokal, tanggung jawab social (CSR- Corporate Social Responsibility), penggunaan fasilitas penunjang perusahaan bagi masyarakat sekitar (bandara, jetty, pesawat dan kapal) serta pasokan gas ke rumah-rumah masyarakat.

Saifudin menjelaskan, dalam operasional kegiatan, kemungkinan ada kesalahan berupa kebocoran saluran minyak dan gas. SKK Migas punya tanggung jawab ganti rugi bagi masyarakat yang terkena dampaknya, dan SKK Migas siap berkomunikasi dengan masyarakat membahas solusinya. “Kalau terjadi suatu persoalan, seluruh pihak baik pemerintah daerah, stake holder, SKK Migas, media dan seluruh pihak harus sinergi untuk meminimalisir dampak yang terjadi, dari aktivitas pengelolaan tambang. Apakah minyak dan gas, batu bara dan sebagainya,” ajak Saifudin. (hms4)