Muara Enggelam, Kedepan Tak Sekadar Kampung di Atas Air

Desa Muara Enggelam dikelilingi tanaman gulma. (Foto : istimewa/liputan6.com)

MUARA WIS.NIAGA.ASIA – Desa Muara Enggelam, di Kutai Kartanegara, memang begitu eksotik. Keunikan kampung di atas air itu, memang jadi daya tarik tersendiri. Namun kini, di tengah upaya mengembangkan tanaman hidroponik, Muara Enggelam kedepan bukan sekadar kampung di atas air.

“Rata-rata yang berkunjung ke Muara Enggelam, memang tertarik dengan keunikan, karena permukiman di kelilingi air,” kata Camat Muara Wis, Arianto, kepada Niaga Asia, Senin (23/11).

Menyeberangi Danau Melingang, pemandangan di sekitar memang mirip lautan yang dikelilingi keindahan panorama alam. “Masuk ke sana, melihat penduduk yang mungkin jarang sekali kita temukan, yang bisa bertahan dengan kondisi hidup di atas air. Di situlah daya tariknya, keunikan,” ujar Arianto.

“Makanya, kita mau tata, agar Muara Enggelam lebih nyaman. Pengunjung ke sana, untuk melihat keseharian masyarakat setempat,” tambah Arianto.

Sejauh ini, menurut Arianto, memang belum diharapkan investor masuk untuk mengembangkan wisata desa di atas air. “Kita berdayakan sumber daya di sana. Baik manusia maupun pemerintah desa. Dalam hal ini, anggaran mereka sendiri kan,” terang Arianto.

“Karena mungkin, kalau mereka kelola mandiri, rasa memiliki masyarakat lebih besar untuk lebih mengembangkan desanya. Dari kami, kami support program Dinas Pariwisata, yang sudah masuk ke sana. Kita bentuk Pok Darwis (Kelompok Sadar Wisata). Nah, ini yang mau kita dorong,” ungkap Arianto.

“Jadi, untuk pembangunan dan pemberdayaan desa, itu lebih besar mengandalkan sumber daya sendiri. Baik soal anggaran, dan manusianya. Kami berharap, rasa memiliki masyarakat itu yang terus besar. Itu khas dari masyarakat desa Muara Enggelam,” tambah Arianto.

Arianto menerangkan, bagi pengunjung, tersedia home stay untuk menginap. “Ini baru mulai. Masyarakat desa Muara Enggelam itu kalau ada tamu sangat antusias, bayar tidak bayar diterima dengan baik,” terang Arianto.

“Itulah yang membuat menarik. Malah, kalau ada pengunjung ditawarin kalau kesorean, bahaya gelombang besar, jadi menginap saja. Jadi, kalau menginap tidak terlalu susah juga,” tambahnya.

Masyarakat Muara Enggelam sendiri, mengedepankan keramahtamahan masyarakat. “Pemerintah desa itu, kalau tahu ada yang berkunjung, mereka menyiapkan rumah-rumah yang lebih layak untuk jadi tempat menginap,” tambahnya lagi.

Kendati demikian, meski kebutuhan protein bukan soal lantaran masyarakat setempat adalah nelayan, saat ini tengah dikembangkan untuk pola tanam sayur mayur sendiri. “Sayur mayur lagi dikembangkan dengan tanaman hidroponik, dan sayur mayur di polybag,” ungkap Arianto.

“Alhamdulillah. Tadi pagi saya dapat informasi, buah ketimun yang ditanam selama 45 hari, sudah panen. Jadi, di pekarangan rumah terapung masyarakat, menanam timun pakai polybag. Mudah-mudahan bisa dikembangkan lebih besar,” jelas Arianto.

“Artinya, kalau dikembangkan lebih besar lagi untuk tanaman sayur mayur lokal mereka, bisa dengan metode polybang hidroponik. Jadi, dengan begitu, kedepan perlahan masyarakat bisa memenuhi kebutuhan sayur sendiri, sebagai desa yang semakin produktif,” demikian Arianto. (adv/006)

 

Tag: