Muzakkir Sebut Aktivitas Perkebunan Sawit di Kaltim Masih Sesuai Koridor

PLT Kepala Disbun Kaltim Ahmad Muzakkir (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Hutan Kalimantan Timur sorotan nasional sebagai salah satu daerah penyumbang deforestasi tertinggi 44.483 hektare sepanjang 2024 berdasarkan data Yayasan Auriga Nusantara.

Alih fungsi lahan yang masif menjadi perkebunan dan pertambangan, disinyalir menjadi pemicu utama berkurangnya area hutan.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim Ahmad Muzakkir menerangkan, pengembangan lahan perkebunan sawit di Kaltim masih berada dalam koridor yang ditetapkan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2023-2042, total peruntukan area pertanian di Kaltim ditetapkan seluas 3,2 juta hektare..

“3,2 juta hektare ini di dalamnya ada areal perkebunan, pertanian, perikanan dan sebagainya, dalam satu zona namanya zona pertanian,” kata Muzakkir, ditemui di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Senin 15 Desember 2025.

Dari total 3,2 juta hektare zona pertanian itu, seluas 1,6 juta hektare diperuntukkan khusus bagi perkebunan sawit yang terdiri 1,3 juta hektare, untuk Perusahaan Besar Swasta (PBS) dan 300.000 hektare untuk perkebunan rakyat.

Selain itu, Kaltim juga memiliki 456.000 hektare area konservasi tinggi. Area itu berfungsi melindungi keanekaragaman hayati, spesies langka endemik Kaltim, dan menjaga tata air untuk pengendalian banjir dan erosi.

“Area konservasi tinggi ini lahannya tidak boleh dikerjakan menjadi lahan perkebunan,” ujar Muzakkir.

Selain itu, Disbun Kaltim juga aktif mengedukasi masyarakat dan perusahaan
untuk tidak sembarang dalam pembukaan lahan, apalagi dengan cara dibakar.

Dijelaskan, saat ini izin operasional perusahaan perkebunan di Kaltim juga ketat.

“Sekarang tidak ada lagi perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) yang disetujui. Jadi mereka fokus pada lokasi-lokasi mereka yang ada,” terang Muzakkir.

Untuk itu, jika ada perusahaan perkebunan yang melakukan pekerjaan di luar koridor, maka Gubernur Kaltim memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap perusahaan bersangkutan.

“Meskipun perluasan HGU kawasan perkebunan menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN, Gubernur memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan dan evaluasi,” sebut Muzakkir.

Terkait isu menduga masifnya alih fungsi lahan menjadi kawasan perkebunan dan menjadi salah satu penyebab banjir di Kaltim, Muzakkir menegaskan bahwa saat ini sudah tidak ada lagi perluasan HGU di Kaltim.

“Dulu memang ada sawit yang terbit perizinannya di dalam kawasan hutan. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi yang terbit perizinannya,” klaim Muzakkir.

Sebagai tolok ukur, banyaknya perusahaan di Kaltim yang mengantongi sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) menjadi standar untuk memastikan praktik usaha perkebunan sawit yang baik dan ramah lingkungan.

Tercatat dari 271 perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di Kaltim, 130 pelaku usaha telah mengantongi ISPO, yang di dalamnya mencangkup perusahaan besar, koperasi, dan lainnya. Khususnya di Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, yang menjadi daerah terluas perkebunan sawitnya.

“Mereka yang mengantongi ISPO harus memenuhi standar kualitas dalam pelaksanaannya,” demikian Ahmad Muzakkir.

Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi

Tag: