Narkoba Jaringan Rutan dan Lapas, Rekening Bank Petugas Sipir Dipakai Transfer Duit

Kepala BNNK Nunukan Kompol Sunarto dalam acara Workshop Penguatan Kapasitas Kepada Insan Media (Foto: Budi Anshori/Niaga Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Peredaran narkoba tidak jarang turut melibatkan oknum penghuni Lembaga Permasyarakat (Lapas), dan juga aparat. Keuntungan besar dan hukuman ringan, menjadi alasan para pelaku memilih Indonesia sebagai tempat peredaran barang haram itu.

Akibat tingginya peredaran di Indonesia, daya rusak narkoba mengakibatkan sedikitnya 50 nyawa anak bangsa mati setiap harinya. Adapun, nilai kerugian meteri yang dialami pertahun-nya mencapai Rp 57 triliun.

“Indonesia adalah target terbesar peredaran di Asia dan bukan rahasia umum lagi, peredaran melibatkan oknum,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Nunukan Kompol Sunarto kepada Niaga Asia, Sabtu (13/3).

Sunarto menerangkan, penghancuran generasi bangsa lewat Cyber Crime atau kejahatan siber narkoba, adalah salah satu dari bentuk perang pada abad 21. Dimana, musuh bangsa akan berupaya menguasai aparat, dan mengumpulkan hasil penjualan untuk pembelian senjata.

Bagi wilayah perbatasan seperti Kabupaten Nunukan, peredaran narkoba melibatkan kewarganegaraan asing. Bahkan, berdasarkan hasil kasus-kasus sebelumnya, pusat kendali peredaran masih didominasi dari dalam Lapas.

“Saya pernah menyelidiki kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dimana Lapas dijadikan tempat kendali peredaran dan transaksi keuangan narkoba,” ungkapnya.

Rumah Tahanan (Rutan) ataupun Lapas, ditengarai adalah tempat paling aman dalam mengendalikan narkoba. Para bandar biasanya menggunakan handphone mengkoordinor kurir-kurir. Terkadang, terjadi transaksi peredaran antar negara, dan antara Lapas.

Salah satu kesulitan membongkar peredaran narkoba disebabkan jaringan saling terputus, penggunaan sandi rahasia dan modus operasi berubah-rubah. Tidak jarang pula bandar mengorbankan seseorang demi keamanan bisnisnya. “Kalau sudah di Lapas, bandar merasa lebih nyaman mengkoordinir kurir-kurur tanpa harus khawatir dicari-cari petugas,” terangnya.

Disebutkannya, pengungkapan jaringan narkotika Rutan ataupun Lapas memiliki hambatan besar. Diperlukan alat bukti keterangan akurat dari saksi. Belum lagi, proses perizinan untuk masuk ke lingkungan lembaga itu sendiri.

Namun, kata dia, bukan berarti bandar narkoba dalam lingkungan Lapas mustahil dapat diungkap. Karena dalam perkara TPPU, pernah terjadi rekening bank oknum petugas Lapas, digunakan untuk transaksi keuangan.

“Minta maaf, bukan saya mendiskreditkan teman-teman bekerja sipir, tapi saya sendiri pernah tangani TPPU rekeningnya sipir dipakai terima aliran uang,” jelas Sunarto.

Sindikat peredaran narkoba, juga sering kali pula memanfaatkan masyarakat untuk memuluskan transaksi pencucian uang. Biasanya pelaku meminjam nomor rekening seseorang untuk mentransper uang dalam jumlah besar.

Masyarakat yang tanpa dasar meminjamkan rekening digunakan untuk transaksi kejahatan TPPU narkotika dapat dikenakan pidana, sebagaimana Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU.

“Bos-bos pengedar sering memanfaatkan rekening masyarakat. Biasanya mereka pinjam atau minta dibuatkan rekening untuk transaksi uang,” demikian Sunarto. (002)

Tag: