Nasib Terminal Sungai Kunjang Kini di Tangan Rudy Mas’ud

Suasana lengang di Terminal Sungai Kunjang, Samarinda. Dari 82 keberangkatan bus per hari di masa jayanya, kini hanya tersisa 25 keberangkatan. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Puluhan tahun sudah Terminal Tipe B Sungai Kunjang berdiri tanpa perbaikan signifikan. Padahal, seluruh dokumen teknis pembangunan terminal mulai dari masterplan, penyusunan DED, serta kajian lingkungan hingga analisis dampak lalu lintas telah rampung dan siap dieksekusi.

Sayangnya, pembangunan yang sebelumnya diusulkan oleh Pj Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Akmal Malik untuk masuk prioritas tahun 2025, justru tertunda akibat kebijakan efisiensi anggaran nasional. Proyek prioritas yang sudah melalui proses panjang tersebut akhirnya kembali masuk daftar tunggu.

Saat ini, nasib Terminal Sungai Kunjang jalan Untung Suropati sepenuhnya berada di tangan Gubernur Rudy Mas’ud. Apabila gubernur baru memberikan instruksi untuk memprioritaskan pembangunan dalam APBD berikutnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim memastikan proyek ini bisa langsung dikebut.

“Kegiatan revitalisasi Terminal Sungai Kunjang memang tertunda. Namun sudah diusulkan kembali, ya mudah-mudahan. Karena kan kita perlu juga terminal yang representatif,” ujar Plt. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim Irhamsyah, kepada Niaga.Asia, Senin (8/9).

Sejarah Terminal Sungai Kunjang

Terminal Sungai Kunjang sudah lama menjadi bagian dari wajah transportasi Kota Tepian. Diterangkan Kepala UPTD Terminal Sungai Kunjang, Jaka Purwa Indarta, pembangunan terminal bermula dari meningkatnya mobilitas masyarakat setelah Jembatan Mahakam resmi dibuka pada pertengahan 1986.

Kemudian, muncul lah kebutuhan mendesak akan simpul transportasi baru di Samarinda. Pemerintah Kota Samarinda segera merespon dengan membangun terminal angkutan antar kota bernama Terminal Sungai Kunjang. Wali Kota Samarinda, H.A. Waris Husain pun turut meresmikannya pada tanggal 24 Juni 1989.

Lalu seiring berjalannya waktu, kewenangan pengelolaan dari Pemerintah Kota Samarinda beralih ke Pemerintah Provinsi Kaltim pada 18 Desember 2018, sesuai amanah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Rancangan masterplan Terminal Tipe B Sungai Kunjang senilai Rp70 miliar yang disusun pada 2019. Desain awal ini menargetkan terminal terintegrasi dengan dermaga Sungai Kunjang melalui skywalk. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Setelah peralihan, Pemerintah Provinsi Kaltim mulai menyiapkan sejumlah dokumen penting untuk pembangunan total Terminal Sungai Kunjang agar lebih representatif.

“Dari sisi perencanaan, semua sudah lengkap. Masterplan ada, DED ada, studi lingkungan dan Andalalin juga sudah selesai. Bahkan sertifikat tanahnya juga sedang dalam tahap akhir di ATR/BPN. Intinya dokumen clean and clear,” jelas Jaka Purwa Indarta beberapa waktu lalu.

Dari Rp100 Miliar menjadi Rp40 Miliar

Proses perencanaan pembangunan terminal melalui tiga tahapan besar. Tahap pertama dimulai pada tahun 2019 ketika pemerintah provinsi menyusun masterplan. Konsep awal menaksir kebutuhan pembangunan terminal sekitar Rp70 miliar.

Desainnya cukup visioner, karena bukan hanya memperbaiki bangunan lama saja, tetapi juga merancang integrasi dengan Dermaga Sungai Kunjang melalui skywalk, serta menghadirkan ruang terbuka hijau yang lebih modern.

Memasuki 2021, perencanaan itu diturunkan ke tahap yang lebih detail dengan penyusunan DED. Dari dokumen DED, nilai pembangunan melonjak hingga Rp100 miliar.

DED Terminal Sungai Kunjang tahun 2021 senilai Rp100 miliar. Rencana ini menghadirkan fasilitas lengkap mulai dari fitness center, helipad, taman hijau, hingga masjid representatif. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Tak heran, sebab fasilitas yang direncanakan benar-benar sangat lengkap, mulai dari fitness center, helipad, jembatan penghubung khusus taksi online, taman hijau, hingga masjid yang representatif.

Tahap ini dianggap sebagai rancangan paling megah sepanjang sejarah terminal. Namun, kondisi fiskal pemerintah provinsi yang kian ketat membuat rencana besar tersebut harus kembali direvisi.

Pada tahun 2023/2024, DED Terminal Sungai Kunjang direviu ulang dan dipangkas menjadi hanya Rp40 miliar. Revisi ini kemudian dikenal sebagai ‘Paket Hemat’, dengan fokus pada pembangunan inti Terminal Sungai Kunjang agar lebih representatif dan fungsional, tanpa tambahan fasilitas mewah.

“Kalau full Rp100 miliar, fasilitasnya komplit. Tapi karena adanya keterbatasan anggaran, kita turunkan jadi Rp40 miliar. Prinsipnya kami fleksibel, yang penting itu ada pembangunan. Tinggal tunggu instruksi Pak Gubernur, kita langsung GassPoll,” terangnya.

Kondisi terkini terminal

Terminal Sungai Kunjang saat ini mengalami penurunan aktivitas drastis. Jika pada era kejayaannya di akhir 1980-an hingga awal 2000-an ada 82 keberangkatan bus per hari, kini hanya tersisa 25 keberangkatan.

Desain hasil review DED senilai Rp40 miliar, disebut sebagai “Paket Hemat”. Konsep ini menyesuaikan keterbatasan anggaran dengan tetap menjaga fungsi terminal. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Dari 19 Perusahaan Otobus (PO), tersisa kira-kira sekitar 16 yang masih beroperasi. Data terkini Dishub Kaltim menunjukkan tingkat pemenuhan kewajiban keberangkatan PO hanya 31 persen dari kuota yang ditetapkan.

Bangunan terminal yang tampak tak terawat membuat masyarakat lebih memilih naik bus secara langsung di pinggir jalan, ketimbang harus melalui terminal resmi. Faktor lain-lain penyebab merosotnya aktivitas terminal juga dikarenakan maraknya transportasi daring, hingga beralihnya pilihan moda perjalanan.

“Kalau soal minat masyarakat, sebenarnya masih ada. Tapi karena terminalnya belum representatif, masyarakat lebih memilih naik bus lewat ‘terminal bayangan’. Itu sebabnya terminal semakin sepi,” bebernya.

Meski demikian, Dishub Kaltim tetap berupaya menjaga fungsi terminal, termasuk dengan menata jadwal keberangkatan, memastikan keamanan serta ketertiban. Namun tanpa adanya revitalisasi, sulit bagi Terminal Sungai Kunjang untuk kembali memainkan peran strategisnya sebagai simpul transportasi utama di Ibu Kota Provinsi Kaltim.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan  

Tag: