Nelayan Pukat Hela di Sebatik Resahkan Peraturan Menteri KP No 59/2020

Kapal pukat hela nelayan Sebatik untuk menangkap udang kering dan ikan tipis. (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Ratusan nelayan tangkap di Pulau Sebatik resahkan berlakunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara, terhitung mulai 1 April 2021 sebab, mereka tidak bisa lagi menggunakan pukat hela untuk menangkap udang kecil dan ikan tipis.

“Perairan Kalimantan Utara masuk dalam Wilayah Penangkapan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI) 716 yang tidak diperbolehkan menggunakan alat tangkap pukat hela (trawl),” kata anggota DPRD Nunukan Andre Pratama pada Niaga Asia, Kamis (01/04/2021).

Udang kecil (kering) dan ikan tipis merupakan komoditi khas pulau Sebatik dan sudah menjadi souvenir bagi  tamu-tamu yang datang dari luar daerah.

“Larangan penggunaan pukat hela tentunya mengancam hilangnya pekerjaan dan khas komodisi,” kata Andre.

Penerapan Permen Nomor 59 Tahun 2020 tidak hanya berdampak bagi nelayan Sebatik, tapi bagi semua  nelayan pukat hela di Kalimantan Utara yang jumlahnya sekitar 500 orang.

“Kalau kita tidak perjuangkan pengecualian di perairan Nunukan, nelayan udang kering dan ikan tipis akan kehilangan sumber ekonomi mereka, apalagi di masa pandemi,” tuturnya.

Menurut Andre, menyangkut Permen No 59/2020 itu, dia  mengaku telah berkomunikasi dengan Dirjen Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan dan meminta kebijakan khusus dan solusinya bagi nelayan di Sebatik dan Nunukan.

Dalam komunikasi tersebut, kata Andre, Dirjen tangkap memberikan kesempatan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltara meminta pengecualian kapal pukat hela tradisional dibawah 5 GT bisa beroperasi dengan tetap di atur zona tangkapnya.

“Saya sudah buka jalan, sekarang tinggal DKP Kaltara bersurat, tidak perlu berpikir mengkaji-kaji lagi, langsunglah minta pengecualian,” bebernya.

Andre menambahkan, rencana Pemerintah Kaltara membuat Peraturan Gubernur (Pergub) menyikapi Permen Nomor 59 Tahun 2020 bukanlah solusi tepat, sebab petugas pengawasan kelautan yang bekerja dibawah kementerian tidak tunduk dengan aturan tersebut.

Petugas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Sebatik, pasti menerapkan aturan Permen yang lebih tinggi ketimbang memperhatikan kebijakan yang dikeluarkan kepada daerah.

“Mereka pasti menjalankan peraturan menteri, kan sudah jelas Permen lebih tinggi dari Pergub, kalau begini apa yang mau diperbuat nelayan,” ucap Andre.

Tanggapan SKPT Sebatik

Secara terpisah, Kepala Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Sebatik, Iswadi Rahman menerangkan, Permen Nomor 59 Tahun 2020 mengatur tentang jalur penangkapan dan daerah penangkapan termasuk alat tangkap.

“Pukat hela itu masuk alat tangkap aktif karena di tarik, alat ini dilarang beroperasi di wilayah WPPRI 716 Kaltara,” terangnya.

Sebenarnya kata Iswandi, SKPT Sebatik sejak tahun 2020 telah menyampaikan ke Pemkab Nunukan dan Pemprov Kaltara untuk segera bersurat ke pemerintah pusat meminta agar pukat hela bisa diperbolehkan di sini.

Kesempatan mendapatkan pengecualian terbuka saat terjadi gejolak di daerah lain yang menolak penerapan dan pemerintah pusat kemudian merevisi Permen Nomor 9 Tahun 2020.

“Revisi Permen inilah yang dimanfaatkan Kaltim di WPPRI 713 yang mendapat persetujuan penggunaan pukat hela untuk kapal kapasitas 5 sampai 10 GT,” bebernya.

Dengan selesainya revisi dan berlakunya Permen Nomor 59 Tahun 2020 terhitung 01 April 2021, maka penggunaan alat tangkap nelayan Sebatik harus dirubah menggunakan alat dogol, pengoperasian alat ini hampir sama dengan pukat hela dengan zona operasi sama.

Selama ini, penggunaan pukat hela dilarang pemerintah, namun nelayan tetap beroperasi tanpa memperhatikan aturan. Ketika aturan diperketat dengan pengawasan tegas, maka terjadilah gejolak penolakan nelayan di Kaltara.

“Nelayan kita ini suka membedakan pukat hela yang hasilnya banyak dengan alat tangkap lainnya, padahal tangkapan ikan tergantung rezeki dan keseriusan bekerja,” pungkasnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: