Nilai Tukar Rupiah Menguat 0,94%

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Nilai tukar Rupiah menguat di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang belum sepenuhnya mereda. Nilai tukar Rupiah pada 20 September 2021 menguat 0,94% secara rerata dan 0,18% secara point to point dibandingkan dengan level Agustus 2021.

“Penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, terjaganya pasokan valas domestik, dan langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia,”  kata Gubernur  Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo dalam keterangan persnya usai memimpin Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 20-21 September 2021, hari ini, Selasa (21/9/2021).

Menurut Perry, dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan 20 September 2021 masih mencatat depresiasi sebesar 1,35% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand.

“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” ujarnya.

Inflasi tetap Rendah

                Perry menambahkan, inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2021 tercatat inflasi 0,03% (mtm) sehingga inflasi IHK sampai Agustus 2021 mencapai 0,84% (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 1,59% (yoy), meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,52% (yoy).

“Inflasi inti terjaga rendah sejalan dengan belum kuatnya permintaan domestik, terjaganya stabilitas nilai tukar, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia mengarahkan ekspektasi inflasi pada kisaran target,” ujar Perry.

Inflasi kelompok volatile food sedikit meningkat disebabkan oleh kenaikan harga komoditas minyak goreng sejalan dengan kenaikan harga CPO global di tengah pasokan barang yang memadai.

Inflasi administered prices juga sedikit meningkat seiring masih berlanjutnya dampak kenaikan cukai tembakau.

“Bank Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran target sebesar 3,0±1% pada 2021 dan 2022,” kata Perry lagi.

Kondisi likuiditas tetap longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.

“Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp122,30 triliun pada tahun 2021 (hingga 17 September 2021). Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2021 sebesar Rp139,84 triliun (hingga 17 September 2021) yang terdiri dari Rp64,38 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO),” ungkapnya.

Dengan ekspansi moneter tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada Agustus 2021 sangat longgar, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 32,67% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,81% (yoy).

“Likuiditas perekonomian juga meningkat, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 9,8% (yoy) dan 6,9% (yoy),” terangnya.

Sumber : Departemen Komunikasi Bank Indonesia | Editor : Intoniswan

Tag: