Nilai Tukar Rupiah Terdepresiasi 1,20 Persen

Ilustrasi penukaran uang Dolar (FOTO HO/NET)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Nilai tukar Rupiah terdepresiasi sejalan dengan mata uang regional lainnya, seiring dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Nilai tukar Rupiah pada 23 Mei 2022 terdepresiasi 1,20% dibandingkan dengan akhir April 2022.

“Depresiasi tersebut disebabkan oleh aliran modal asing keluar sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah terjaganya pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian Indonesia,” Perry Warjiyo usai memimpin Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 Mei 2022, Selasa (24/5/2022).

Dengan perkembangan ini, kata Perry, nilai tukar Rupiah sampai dengan 23 Mei 2022 terdepresiasi sekitar 2,87% dibandingkan dengan level akhir 2021, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 4,11%, Malaysia 5,10%, dan Korea Selatan 5,97%.

Ke depan, stabilitas nilai tukar Rupiah diprakirakan tetap terjaga didukung oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik, terutama oleh lebih rendahnya defisit transaksi berjalan dan supply valas dari korporasi yang terus berlanjut.

“Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan fundamental ekonomi,” katanya.

Inflasi Terkendali

                Sementara itu tentang inflasi, disebut Perry terkendali dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2022 tercatat inflasi sebesar 0,95% (mtm).

Secara tahunan, inflasi IHK April 2022 tercatat 3,47% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 2,64% (yoy), seiring dengan peningkatan harga komoditas global, mobilitas masyarakat, dan pola musiman Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).

“Inflasi inti tetap terjaga di tengah permintaan domestik yang meningkat, stabilitas nilai tukar yang terjaga, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi,” ujarnya.

Sementara itu, inflasi kelompok volatile food meningkat terutama dipengaruhi oleh kenaikan inflasi minyak goreng seiring penyesuaian Harga Eceran Tertinggi (HET).  Inflasi kelompok administered prices dipengaruhi oleh inflasi angkutan udara, bensin dan bahan bakar rumah tangga.

“Ke depan, tekanan inflasi diprakirakan masih berlanjut sejalan dengan meningkatnya harga komoditas global,” kata Perry lagi.

Bank Indonesia terus mewaspadai dampaknya terhadap peningkatan ekspektasi inflasi dan menempuh langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terkendalinya stabilitas inflasi ke depan.

“Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) guna menjaga inflasi IHK dalam kisaran sasarannya yaitu 3,0%±1%,” pungkasnya.

Sumber: Departemen Komunikasi Bank Indonesia | Editor: Intoniswan

Tag: