Norbaiti Isran Noor: Tinggal 33,2% Bayi di Kaltim Mendapatkan ASI Ekslusif

aa
Hj. Norbaiti Isran Noor, A.Md, SH. (Foto akurat.co)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Masih tingginya balita kurang gizi di Kalimantan Timur, yakni 19,3% pada tahun 2017 dan stunting 30,6% di tahun yang sama, diduga kuat karena faktor menurunnya pevelensi penurunan ASI (Air Susu Ibu) Ekslusif. Beradasarkan Riset Kesehatan Dasar di Provinsi Kaltim tahun 2013-2018, pemberian ASI Ekslusif menurun dari 69% pada tahun 2013 menjadi 32,2% pada tahun 2018.

Menurunnya prevelensi pemberian ASI Ekelusif tersebut diungkap Hj Norbaiti Isran Noor, A.Md, SH, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan  Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kaltim ketika berbicara dalam kegiatan  Workshop Pekan ASI (Air Susu Ibu) Sedunia Dalam Kerangka Percepatan Penurunan Stunting Di Provinsi Kaltim Tahun 2019, 17 September lalu.

baca juga:

Di Balik Heboh Ibu Kota Baru,  19,3% Balita di Kaltim Kurang Gizi, 30,6% Stunting

Menurut Norbaiti, alasan yang menjadi penyebab kegagalan praktek pemberian ASI Eksklusif bermacam-macam, diantaranya budaya memberikan makanan pralaktal, memberikan tambahan susu formula karena ASI tidak keluar, menghentikan pemberian ASI karena ibu atau bayi sakit, ibu harus bekerja, serta ibu ingin mencoba susu formula.

“Ibu hamil dengan konsumsi asupan gizi yang rendah berpotensi mengalami penyakit infeksi dan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), dan/atau panjang bayi di bawah standar. Asuapan gizi yang baik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, tetatpi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian kolustrum (ASI yang pertama kali keluar, inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif, dan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat,” ungkap Norbaiti.

“Banyak hambatan untuk menyusui secara optimal, salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya dukungan bagi orangtua di tempat kerja,” kata ketua TP PKK Kaltim. Selain itu, lanjut Norbaiti, faktor kesehatan lingkungan seperti akses air bersih dan sanitasi layak, serta pengelolaan sampah juga berhubungan erat dengan kejadian infeksi penyakit menular pada anak.

Dijelaskan pula, meningkatkan praktek menyusui yang optimal, sesuai rekomendasi dapat mencegah lebih dari 823.000 kematian anak dan 20.000 kematian ibu setiap tahun. Sebaliknya, tidak menyusui dikaitkan dengan tingkat kecerdasan yang lebih rendah. Dan menurut WHO dan UNICEF, lanjut Norbsiti, kerugian ekonomi akibat praktek menyusui yang tidak optimal di dunia sekitar US$ 302 miliar per tahun.

“Sangat dibutuhkan kerja sama untuk mencapai target World Health Asembly (WHA) pada tahun 2025, yaitu minimal 50% ASI Eksklusif 6 bulan, termasuk dukungan bagi orangtua di tempat kerja,” Norbaiti mengatakan. (001)

Tag: