
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap kuat, di tengah meningkatnya tekanan terhadap arus modal. Sedangkan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah meningkat sebagaimana juga dialami oleh mata uang negara-negara lainnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Demikian dirilis Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (1/8/2022) setelah melaksanakan Rapat Berkala KSSK III tahun 2022 pada Jumat (29/7) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jum’at (29/7/2022) da hasil rapat dipublikasikan di laman resmi Kemenkeu, Senin (1/8/2022).
KSSK diketuai Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, beranggotakan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa.
Menurut Sri Mulyani, transaksi berjalan triwulan II 2022 diproyeksikan mencatat surplus, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus pada triwulan I, terutama didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan, sejalan dengan masih tingginya harga komoditas global.
“Pada Juni 2022 surplus neraca perdagangan tercatat mencapai USD5,09 miliar dan selama triwulan II 2022 mencapai USD15,55 miliar. Neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan tetap terjaga didukung oleh aliran modal masuk dalam bentuk penanaman modal asing (PMA),” ujarnya.
Sementara itu, investasi portofolio pada triwulan II 2022 mencatat net inflow sebesar USD0,2 miliar. Namun demikian, memasuki triwulan III 2022 (hingga 28 Juli 2022), investasi portofolio mencatat net outflow sebesar USD2,05 miliar sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.
“Sedangkan posisi cadangan devisa akhir Juni 2022 masih tetap kuat, tercatat sebesar USD136,4 miliar, setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor,” ungkap Sri Mulyani.
Pada bagian lain diterangkan, tekanan terhadap nilai tukar Rupiah meningkat sebagaimana juga dialami oleh mata uang negara-negara lainnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
“Hingga 28 Juli 2022, secara year to date (ytd), nilai tukar Rupiah melemah 4,55%, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara di kawasan, seperti Malaysia (6,46%), India (6,80%), dan Thailand (9,24%),” kata Sri Mulyani.
Sementara itu, perkembangan inflasi domestik perlu terus dicermati. Laju Inflasi menunjukkan tren meningkat karena tingginya tekanan sisi penawaran seiring dengan kenaikan harga komoditas dunia dan gangguan pasokan domestik.
“Laju inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), meningkat dibandingkan Juni 2022 yang tercatat 4,35% (yoy) dan akhir triwulan I di level 2,64% (yoy),” imbuhnya.
Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga pada level 2,86% (yoy), didukung oleh konsistensi kebijakan BI dalam menjaga ekspektasi inflasi. Sinergi dan koordinasi terkait inflasi juga dilakukan BI dengan Pemerintah, termasuk dengan Pemerintah daerah melalui TPIP dan TPID.
“Sedangkan inflasi kelompok volatife food meningkat terutama oleh kenaikan harga pangan global dan terganggunya pasokan akibat cuaca,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo menambahkan. Inflasi kelompok administered prices meningkat dipengaruhi oleh inflasi angkutan udara.
Tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi global tidak sepenuhnya tertransmisikan pada administered price sejalan dengan kebijakan Pemerintah mempertahankan harga jual energi domestik melalui instrumen APBN.
“Dibandingkan dengan negara peers, seperti Thailand (7,7%), India (7,0%), dan Filipina (6,1%), inflasi Indonesia masih relatif moderat,” ujar Perry.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: Nilai Tukar Rupiah