Pandemi Covid-19 Timbulkan Ketidakstabilan Ekonomi Indonesia

Gaby Natalie Permatasari Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Mulawarman Samarinda. |OPINI

KETIDAKSTABILAN ekonomi dan keuangan global yang ditimbulkan oleh pandemik Covid-19 makin meningkat, tak terkecuali di Indonesia. Wabah COVID-19 yang bermula dari kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok dan kini sudah menyebar ke 200 negara, telah memengaruhi berbagai lini sektor perekonomian dunia.

Hampir seluruh negara di dunia  kini dalam kondisi dilematis yakni dihadapkan dengan dua pilihan yang cukup berat yaitu memilih untuk menyelamatkan kesehatan warganya atau menyelamatkan aktivitas ekonomi.

Tentu preferensi pada setiap negara yakni jatuh pada pilihan pertama dengan cara mengutamakan keselamatan kesehatan warganya. Akan tetapi ada konsekuensi logis yang harus dihadapi berupa penurunan kestabilan ekonomi, karena harus mengeluarkan dana ratusan triliun untuk mesubsidi kebutuhan pokok rakyat miskin  dan memberikan insentif (stimulus) pada sektor industri yang terdampak Covid-19.

Menurut Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF), Kristalina Georgieva, seperti dikutip dari Market Watch, mengatakan bahwa, “pertumbuhan ekonomi global akan lebih rendah 0,1 persen lebih dari prediksi sebelumnya”.

Khususnya di Indonesia juga akan terkena dampak penurunan kestabilan ekonomi  duni yang diakibatkan oleh pandemik covid-19. Diprediksi kinerja sektor-sektor perdagangan, indtsri, nilai tukar, aktivitas bisnis akan mengalami penurunan drastis.

Alat Rapid Test Covid-19.

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019  telah meningkat sebesar 5,02 persen dan pada APBN 2020 telah ditargetkan dengan kisaran 5,3 persen. Akan tetapi target ini terancam gagal. Karena menurut para ekonom menuturkan bahwa perekonomian Indonesia diprediksi maksimal hanya  tumbuh diangka sekitar 4 persen, bahkan paling buruk bisa sebesar 2,5 persen jika pandemik covid-19 di Indonesia tidak cepat ditangani.

Pariwisata Terdampak Paling Awal

Pandemi  Covid-19 telah memutarbalikkan perhitungan  sistematis ekonomi negara di berbagai sektor ekonomi Indonesia, terutama pariwisata yang digadang-gadang sebagai  sebagai leading sektor pertumbuhan perekonomian. Sektor pariwasata terdampak paling awal sejak pemerintah mengumumkannya ditemukannya Covid-19 menjangkiti dua penduduk Depok, Jawa barat pada tanggal 2 Maret 2020.

Merebaknya wabah virus corona (Covid-19) membuat pemerintah menutup pintu bagi kedatangan turis, termasuk dari Tiongkok yang selama ini terbanyak mengunjungi Indonesia. Tak hanya wisatawan, sejumlah produk industri  asal negeri Tiongkok  yang diperlukan bagi industri dalam negeri juga terhambat masuk  ke Indonesia sehingga memberi dampak juga terhadap kinerja perekonomian Indonesia.

Covid-19 membawa dampak berantai,  sektor investasi dan perdagangan juga menjadi stagnan. Investasi asing di Indonesia yang sebelum tumbuh bagus, setelah panemi Covid-19  merosot tajam, begitu pula perdagangan  dengan Tiongkok, mitra terbesar Indonesia juga melemah.

Kompasiana mengungkapkan bahwa Perekonomian Indonesia sangat bergantung pada Tiongkok. Tiongkok menurut data BPS pada tahun 2020 merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, sekaligus sebagai penyumbang wisatawan terbanyak kedua, setelah Malaysia.

Belum lagi dengan ditutupnya penerbangan kesejumlah negara bisa dibayangkan berapa banyak potensi penerbangan dari dan ke Indonesia yang menguap, belum lagi bahan baku dan komponen elektronik dan bahan kimia yang rata-rata diproduksi di luar negeri menjadi tertahan.

aa
Industri Pariwisata, sektor usaha terdampak paling awal dari adanya wabah Covid-19.

Pelabuhan, bandara, tempat wisata, hotel, akomodasi dan usaha berbasis jasa yang berhubungan langsung dengan perdagangan luar negeri menjadi lumpuh karna permintaan akan barang dan jasa berkurang.

Hal ini sudah terjadi dibeberapa tempat seperti pemberhentian ekspor barang-barang mineral seperti batu bara ke Tiongkok pada bulan Maret lalu, pemutusan hubungan kerja di daerah pariwisata seperti di Bintan dan Bali, bahkan menurut CNN Indonesia pada bulan Maret 2020 tingkat okupansi hotel di Jakarta hanya sebesar 30% yang artinya 70% kamar hotel di Jakarta kosong.

Ketika semua itu terjadi banyak investor baik di pasar modal, sektor keuangan maupun direct investment menjadi berpikir ulang untuk berinvestasi karena adanya ketidakpastian. Investor takut untuk berinvestasi dan pada akhirnya investasipun ikut turun dan pada akhirnya terjadi kerugian terhadap perekonomian Indoneisa sendiri.

Bahkan Bank Dunia memprediksi terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 tidak lebih dari 4,5 %. Hal itu mengisyaratkan bahwa melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia semenjak kita mengalami krisis finansial Asia tahun 2008.

Subsidi  dan Insentif

                Setelah wabah Covid-19 meluas, pemerintah mengambil langkah membatasi aktivitas rakyat diluar rumah, rakyat diminta berdiam diri dalam rumah, pegawai bekerja dari rumah, dilarangnya orang berkumbul, pabrik nonstrategis diminta berhenti melakukan produksi, membuat orang yang bekerja di sektor informal, seperti pekerja harian, pedagang UMKM kehilangan pendapatan.

Pilihan memutus mata rantai Covid-19 dengan stay at home, membuat pemerintah harus mengeluarkan subsidi bagi rakyat terdampak Covid-19, insentif bagi dunia usaha, dan belanja kesehatan, lebih kurang Rp405 triliun.

TNI-Polri sedang mempersiapkan makanan di dapur umum yang akan dibagikan kepada warga terdampak di masa pandemi Corona, Sabtu (18/4). (Foto : Penrem 091/ASN)

Pemerintah meluncurkan subsidi 100 persen listrik bagi pelanggan 450Va, dan 50 persen bagi pelanggan 900Va, mesubsidi pengangguran dengan kartu Prakerja, menambah besaran subsidi bagi peserta program keluarga harapan (PKH), dan lain sebagainya.

Tidak itu saja, dalam rangka meringankan beban dunia usaha, pemerintah menerbitkan kebijakan penundaan penarikan pajak penghasilan (PPh)  yang bertujuan untuk mendongkrak daya beli masyarakat dan kebijakan fiskal lainnya, seperti membebaskan bea masuk barang  impor tertentu dalam rangka  menyelamatkan perekonomian nasional.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) terkait Dukungan Stimulus Fiskal Pemerintah Untuk Menangkal Dampak Virus COVID-19 Terhadap Ekonomi Indonesia menjelaskan, untuk menutup subsidi dan insetif yang harus dikeluarkan terkait pandemi Covid-19 pemerintah mengambil langkah-langkah melalui re-focusing penganggaran untuk sektor kesehatan dan bantuan sosial.

Tindak lanjut re-focusing yaitu realokasi anggaran Kementerian/Lembaga sebesar Rp5-10 triliun. Pemerintah akan lebih fokus kepada kegiatan prioritas. Untuk belanja barang yang tidak mendesak, seperti perjalanan dinas dalam/luar negeri, pertemuan dan penyelenggaraan acara direkomendasikan untuk direalokasi

Realokasi juga berlaku bagi belanja modal untuk kegiatan yang bukan prioritas dan belum ada perikatan dengan status masih diblokir, masih dalam proses tender dan sisa lelang. Selain itu langkah-langkah yang disiapkan lainnya adalah percepatan waktu revisi,  penyampaian surat dan data dukung secara online (tidak secara fisik) serta penalaahan revisi yang juga dilakukan secara online.

Selain itu Pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait Transfer Ke Daerah (TKD) dalam rangka penanggulangan COVID-19 dengan estimasi anggaran mencapai Rp17,17 triliun. Kebijakan TKD yang pertama terkait dengan dirilisnya PMK No. 19/PMK.07/2020 berkenaan dengan Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah TA 2020 dalam rangka Penanggulangan Corona Virus Disease (COVID-19) dengan perkiraan anggaran sebesar Rp8,6 triliun.

Selanjutnya kebijakan TKD yang kedua berkenaan dengan rilis KMK No. 6/KMK.7/2020 terkait dengan Penyaluran DAK Fisik Bidang Kesehatan dan Dana BOK dalam rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) dengan estimasi anggaran sebesar Rp8,5 triliun.

Pemerintah juga telah meluncurkan stimulus fiskal tahap I sebesar Rp8,5 triliun untuk sektor-sektor yang terdampak langsung akibat pandemik COVID-19 yaitu kenaikan indeks manfaat Kartu Sembako sebesar Rp50.000 per bulan selama 6 bulan dengan jumlah keseluruhan Rp4,56 triliun.

Untuk sektor pariwisata, Pemerintah memberikan insentif tiket untuk 10 destinasi wisata dengan jumlah sebesar Rp0,4 T, sementara untuk hotel dan restoran, kompensasi yang diberikan berupa kompensasi pajak hotel/restoran sebesar Rp3,3 triliun. Selain itu Pemerintah juga memberikan hibah sebesar Rp0,1 triliun untuk pariwisata.

Pada bulan Maret ini, Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan Stimulus fiskal tahap II dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan keberlanjutan dunia usaha selama 6 bulan (bulan April sampai dengan bulan September 2020), yaitu: Relaksasi PPh-21 ditanggung Pemerintah 100 persen atas pekerja dengan penghasilan maksimal Rp200 juta (besaran nilai yang ditanggung adalah Rp8,6 triliun) pada sektor industri pengolahan.

“Nyaris semua sektor usaha mendapatkan  instetif pajak,” kata Menkeu Sri Mulyani Indrwati saat memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas (Ratas), Rabu (22/4). (Foto: Humas/Deni).

Kemudian, Pembebasan PPh-22 Impor pada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak (WP) KITE, dan WP KITE IKM dengan perkiraan nilai Rp8,15 triliun. Pengurangan PPh-25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM dengan perkiraan nilai Rp4,2 triliun. Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM dengan perkiraan nilai Rp1,97 triliun. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.

Selain itu, Pemerintah juga mengeluarkan stimulus non-fiskal sebagai dorongan terhadap kegiatan ekspor-impor, antara lain penyederhanaan dan pengurangan jumlah Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk ekspor dan impor bahan baku, percepatan proses ekspor-impor untuk Reputable Traders serta peningkatan dan percepatan layanan eskpor-impor dan pengawasan melalui National Logistic Ecosystem (NLE) guna meningkatkan efisiensi logistik nasional.

Sementara itu di sektor keuangan, Pemerintah juga mengeluarkan stimulus sebagai kebijakan countercyclical, antar lain bank memberikan stimulus untuk debitur melalui penilaian kualitas kredit berdasarkan ketepatan membayar dan restrukturisasi untuk seluruh kredit tanpa melihat plafon kredit, serta restrukturisasi kredit UMKM dengan kualitas yang dapat langsung menjadi lancar.

Oleh karena itu, Indonesia dinilai perlu memusatkan perhatiannya pada tiga hal yang utama, yaitu pertama penyelamatan kesehatan sebagai masalah kemanusiaan, kedua menjamin kondisi masyarakat terbawah dengan Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan ketiga menjaga sector-sektor  usaha agar dapat bertahan dan membuat stabilitas sektor keuangan terjaga agar seluruh sektor yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi tidak mengalami kemerosotan.@

Tag: