Pansus LKPj Bedah Kualitas Pembangunan dan Tantangan Kesejahteraan Rakyat Kaltim

Ketua Pansus Pembahas LKPj Gubernur Kaltim Tahun 2024, Agus Suwandy (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (Pansus LKPj) DPRD Kalimantan Timur 2024 menyoroti  kualitas pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ketua Pansus LKPj, Agus Suwandy, dalam laporan akhir Pansus di Rapat Paripurna DPRD Kaltim, Rabu (11/6/2025) juga menyampaikan evaluasi dan rekomendasi strategis untuk memperkuat arah pembangunan daerah ke depan.

Menurut Pansus  pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur tahun 2024 mencapai 6,17 persen, angka yang melampaui capaian nasional yang hanya sebesar 5,03 persen. Namun, angka makro ini belum mencerminkan kualitas pertumbuhan secara menyeluruh, terutama di tingkat daerah.

“Pertumbuhan ekonomi kita memang mengesankan secara agregat, tapi kita juga mencatat adanya ketimpangan antarwilayah, seperti di Bontang yang mengalami kontraksi sebesar minus 2,51 persen. Sementara pertumbuhan fantastis terjadi di PPU hingga mencapai 30,68 persen,” kata Pansus.

PDRB Kalimantan Timur tahun 2024 tercatat sebesar Rp 858,43 triliun atas dasar harga berlaku dan Rp 570,82 triliun atas dasar harga konstan 2010. PDRB per kapita pun menyentuh angka Rp 212,18 juta.

Lapangan usaha yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi adalah Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 16,46 persen, didorong oleh peningkatan realisasi belanja pegawai.

Namun, kontribusi terbesar terhadap ekonomi daerah masih didominasi oleh sektor tradisional seperti Pertambangan, Industri Pengolahan, dan Konstruksi.

“Pansus menekankan pentingnya mendorong sektor nonmigas dan nonbatubara agar tidak stagnan di kisaran 7,5 hingga 8,2 persen. Kita butuh kebijakan yang lebih fokus dan konsisten agar sektor ini bisa menjadi penopang ekonomi baru di masa depan,” tegas Agus.

Pansus juga mencatat penurunan angka kemiskinan dari 6,11 persen menjadi 5,78 persen. Namun demikian, jumlah penduduk miskin masih berada pada angka 221.340 orang. Bahkan, enam kabupaten/kota tercatat memiliki angka kemiskinan di atas rata-rata provinsi, seperti Mahulu (10,75%), Kutai Barat (9,56%), dan Kutai Timur (8,81%).

Ironisnya, meski angka kemiskinan menurun, Indeks Kedalaman Kemiskinan meningkat dari 0,771 menjadi 0,799, dan Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,140 menjadi 0,154.

“Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat miskin semakin sulit menjangkau kebutuhan dasar dan terjadi ketimpangan yang makin tajam antarwarga miskin sendiri. Ini paradoks kemiskinan yang harus segera ditangani,” jelas Agus.

Tingkat ketimpangan yang diukur melalui Indeks Gini tercatat sebesar 0,321. Pansus mencatat ketimpangan lebih tinggi terjadi di wilayah kota dibandingkan kabupaten.

Tiga kota di Kalimantan Timur memiliki Indeks Gini Ratio di atas angka provinsi, sementara seluruh kabupaten mencatatkan angka di bawahnya.

“Perlu upaya kebijakan redistributif agar ketimpangan ini tidak terus melebar, khususnya di perkotaan yang memiliki tekanan sosial dan ekonomi lebih tinggi,” kata Agus.

Dalam aspek pengendalian harga, realisasi inflasi tahun 2024 tercatat sebesar 1,47 persen, lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 1,57 persen. Namun, Kabupaten Berau mencatat inflasi tertinggi (2,69%) dan Balikpapan yang terendah (1,11%).

Pansus mendorong Pemprov Kaltim untuk memperkuat moda transportasi antarwilayah dan menekan biaya distribusi, memperbesar stok bahan pokok dari produksi lokal, serta membangun sistem pemantauan inflasi yang terintegrasi.

Agus Suwandy juga menyoroti lemahnya penyajian data terkait Indeks Kualitas Layanan Infrastruktur (IKLI), yang tahun ini tercatat hanya 7,74 persen.

“Kami tidak dapat mengevaluasi secara penuh karena data IKLI dalam LKPJ tidak memberikan rincian infrastruktur yang dinilai. Ini menunjukkan lemahnya sistem pelaporan dan perlu ada perbaikan mendasar,” ujar Agus.

Pansus meminta BAPPEDA untuk menyediakan dokumen tahunan yang menyajikan kondisi infrastruktur ekonomi, sosial, dan administrasi secara menyeluruh dan terdistribusi per kabupaten/kota.

Dalam penilaian Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional, Kalimantan Timur mendapatkan skor 3,37, di bawah rata-rata nasional 3,43. Terutama pada Pilar 2 (Infrastruktur), Kalimantan Timur mendapat skor 2,89, sementara nasional sebesar 2,97.

“Skor ini menempatkan Kaltim di antara 18 provinsi dengan kinerja infrastruktur di bawah nasional. Bahkan Mahakam Ulu hanya memperoleh skor 1,71, yang menunjukkan ketimpangan pembangunan infrastruktur antarwilayah sangat signifikan,” kata Agus.

Meski begitu, Pansus juga mencatat bahwa tujuh kabupaten/kota justru mencatat skor IDSD di atas rata-rata provinsi kaltim, seperti Paser, Kubar, Kukar, Berau, Balikpapan, Samarinda dan Bontang.

Hal ini menunjukkan adanya potensi daerah yang perlu didorong melalui kebijakan afirmatif dan pemerataan anggaran pembangunan.

Ketua Pansus LKPj menekankan bahwa pembangunan ekonomi Kalimantan Timur harus bergerak ke arah yang lebih berkualitas, inklusif, dan berkeadilan. Tidak cukup hanya mengejar pertumbuhan tinggi, namun perlu memastikan bahwa pertumbuhan itu dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Kita ingin pembangunan yang tidak hanya besar dalam angka, tapi juga terasa dalam kehidupan rakyat. Pemerintah Provinsi harus mengejar pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, mengatasi ketimpangan, dan memperkuat daya saing daerah secara berkelanjutan,” pungkas Agus Suwandy.

Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: