Pansus LKPJ Gubernur Kaltim Tahun 2024: Temuan BPK Harus Menjadi Perhatian Serius

Ketua Panitia Khusus Pembahas LKPJ Gubernur Kaltim Tahun 2024, Agus Suwandy saat menyampaikan rekomendasi Pansus dalam Rapat Paripurna ke-17 pada Rabu siang (11/6) di Gedung B DPRD Kaltim. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Panitia Khusus (Pansus) Pembahas LKPJ Gubernur Kaltim Tahun 2024 menegaskan bahwa 27 temuan hasil pemeriksaan BPK RI pada tahun anggaran 2024 harus menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi Kaltim.

“Ini menandakan bahwa predikat WTP bukan berarti tanpa catatan. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah provinsi walaupun  kembali meraih opini WTP,” kata Ketua Pansus, Agus Suwandy dalam rekomendasi Pansus LKPJ Gubernur Kaltim Tahun 2024 yang dibacakannya dalam Rapat Paripurna ke-17 yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, pada Rabu siang (11/6) di Gedung B DPRD Kaltim.

Rapat Paripurna ke-17 ini diikuti 32 anggota dewan secara fisik, 5 anggota dewan lewat zoom meeting. Dihadiri juga oleh Wakil Ketua DPRD Kaltim Ananda Emira Moeis dan Yenni Eviliana, serta Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Kaltim Sri Wahyuni.

“Kami mencatat masih ada 27 temuan yang terdiri dari 3 temuan dalam pengelolaan pendapatan, 19 dalam pengelolaan belanja, dan 5 dalam pengelolaan aset,” ujarnya.

Temuan terbanyak berasal dari sektor pengelolaan belanja. Dari 19 temuan tersebut, Pansus mengungkap ada kekurangan volume pekerjaan pada sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa serta belanja modal.

Temuan yang dimaksud mencakup; 5 paket pekerjaan pada belanja barang dan jasa di BPBD dan DPUPR-PERA; 15 paket belanja pemeliharaan di BPSDM, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas Pemuda dan Olahraga, DPUPR-PERA RSKD, hingga Disnakertrans.

Terdapat juga sebanyak 28 paket pekerjaan pada belanja modal gedung dan bangunan di DPUPR-PERA, Disperindagkop UKM, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Inspektorat, dan RSKD; 28 paket pekerjaan belanja modal jalan, jaringan dan irigasi di DPUPR-PERA dan RSKD.

“Ini menandakan masih terdapat kelemahan dalam pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pekerjaan. Pemerintah perlu segera mengevaluasi regulasi yang menjadi dasar, khususnya Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2024,” jelasnya.

Tak hanya itu, Pansus LKPJ juga menyoroti ketidakpatuhan terhadap peraturan dalam pengelolaan keuangan yang seharusnya tidak terjadi jika pengendalian internal berjalan efektif. Oleh karena itu, Pansus mendorong agar pemerintah tidak hanya mengejar opini WTP, namun juga memperkuat kualitas tata kelola.

“Kami menilai ke depan perlu ada indikator kinerja yang mengukur jumlah temuan dan rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, serta kualitas tindak lanjut di tiap perangkat daerah. Ini akan memacu kinerja dan akuntabilitas,” tegasnya.

Pansus juga mencatat bahwa dalam periode 2019–2024, jumlah tindak lanjut yang belum sesuai atas temuan BPK masih mencapai 114 kasus, dan 3 temuan belum ditindaklanjuti sama sekali.

“Artinya ini ada problem yang cukup serius dalam mekanisme penyelesaian tindak lanjut. Padahal tindak lanjut ini sangat penting dalam menjaga kualitas pengelolaan anggaran,” kata Pansus LKPJ.

Pansus mengusulkan agar pemerintah mulai menerapkan skema reward and punishment terhadap perangkat daerah berdasarkan kinerja mereka dalam menindaklanjuti temuan BPK.

“Pemerintah harus membuat kebijakan dan implementasi dalam pemberian insentif yang proporsional atas plafon anggaran perangkat daerah (reward and punishment) berdasarkan jumlah temuan dan rekomendasi, serta jumlah penyelesaian tindak lanjut pada masing-masing perangkat daerah,” pungkasnya.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: