PAW Kamaruddin Ibrahim Masih Tanda Tanya

Anggota DPRD Kaltim dari Partai NasDem, Kamaruddin Ibrahim (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Status politik dan keanggotaan DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Kamaruddin Ibrahim dari Partai NasDem yang tengah tersangkut kasus hukum, masih belum menemui kejelasan.

Meski pria kelahiran Kota Balikpapan tersangkt perkara korupsi ini telah berbulan-bulan tidak aktif mengikuti kegiatan kedewanan, belum ada langkah resmi baik dari partai maupun DPRD untuk melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW).

Dihubungi wartawan Niaga.Asia pada Sabtu (9/8) siang, Sekretaris DPW NasDem Kaltim, Fatimah Asyari, menegaskan pihaknya masih menunggu arahan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem.

“Belum ada arahan dari DPP Partai NasDem,” ujarnya singkat saat dimintai keterangan soal kemungkinan PAW terhadap Kamaruddin.

Sikap serupa disampaikan Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel. Menurutnya, belum ada informasi resmi terkait PAW dari pihak terkait.

“Belum tahu juga, belum ada informasi ke kita,” katanya.

Politikus senior Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tersebut pun mengaku bahwa Kamaruddin Ibrahim memang sudah tidak aktif lagi mengikuti kegiatan kedewanan sejak ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Lapas Cipinang, Jakarta.

“Ya nggak aktif, bisa coba komunikasi dengan ketua fraksinya,” tambahnya.

Dari sisi aturan internal DPRD, Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim, Subandi, pun turut menjelaskan mekanisme yang berlaku. Selama status hukum Kamaruddin Ibrahim masih sebagai tersangka, ketidakhadiran karena proses hukum termasuk dalam kategori berhalangan yang dibolehkan.

“Kalau statusnya sudah menjadi terdakwa, itu beda lagi. Harus dibuktikan juga dengan surat keputusan pengadilan. Kalau statusnya naik, dari tersangka menjadi terdakwa, baru kami bisa merekomendasikan ke pimpinan untuk dinonaktifkan sementara,” jelas Subandi.

Ia menegaskan BK DPRD Kaltim tidak dapat mengintervensi proses hukum dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.

“Proses hukum itu kita hormati. Masih tersangka, jadi belum bisa. Kalau naik statusnya baru bisa,” tegasnya.

Terkait batas waktu ketidakaktifan, Subandi menyebut tidak ada ketentuan tegas, namun kondisi Kamaruddin yang berada di tahanan membuatnya otomatis tidak bisa hadir dalam setiap kegiatan kedewanan.

“Badan Kehormatan juga belum bisa apa-apa, karena sudah ada tatibnya. Kecuali kalau alasannya tidak jelas, baru bisa ditegur. Untuk sekarang kita menunggu dan menghormati proses hukum yang berlaku. Saya akan terus monitor kok,” tuturnya.

Sementara itu, pengamat politik dan kebijakan publik dari Universitas Mulawarman, Saipul Bachtiar, menilai lambatnya proses PAW itu sebenarnya disebabkan dua faktor, yakni kebijakan internal partai dan aturan di DPRD.

“Tradisi di Partai NasDem sebelumnya, kalau sudah ditersangkakan, maka itu langsung diberhentikan. Tapi di kasus ini sepertinya menunggu putusan pengadilan yang inkrah,” terangnya.

Ia juga menyoroti fakta bahwa meski tidak aktif dalam kegiatan kedewanan, seorang anggota dewan yang belum diberhentikan tetap berhak menerima gaji.

“Sepanjang belum ada SK pemberhentian atau pergantian, masih dapat (gaji). Itulah aturan negeri Konoha,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam konfresensi pers, Tim penasihat hukum Kamaruddin Ibrahim, Fatimah Asyari, menjelaskan kronologi awal kasus yang bermula dari proyek pengadaan beton ready mix untuk pembangunan jalan tol Balikpapan–Samarinda. Pada 29 November 2016, PT Fortuna Aneka Sarana Triguna menjalin negosiasi dengan PT Wijaya Karya Beton Tbk untuk proyek senilai Rp 101,5 miliar.

Seiring berjalannya proses, PT Fortuna membutuhkan tambahan modal dan akhirnya menjalin kesepakatan pendanaan dengan anak perusahaan PT Telkom sebesar Rp 17 miliar. Dana yang direalisasikan mencapai Rp 13,2 miliar serta terbagi dua tahap: Rp 5,5 miliar dan Rp 7,7 miliar.

“Karena kontraknya besar, maka PT Fortuna ini membutuhkan bantuan modal. Akhirnya lahirlah kesepakatan antara PT Fortuna dan Telkom,” jelas Fatimah dalam keterangannya, Kamis (22/5/2025) malam.

Dari jumlah tersebut, PT Fortuna telah mengembalikan Rp 4,05 miliar melalui transfer kepada PT Telkom. Sisa utang yang belum dikembalikan sebesar Rp 9,2 miliar telah dibahas dalam akta kesepakatan pada 11 Desember 2019. Hal itu mencakup penyediaan agunan tanah, akta pengakuan utang, jaminan pribadi, dan kuasa menjual aset sebagai bentuk tanggung jawab.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: