Pekerja di Kaltim Masih Menghadapi Ketidakpastian Hukum

PBH PERADI Kota Balikpapan  menggelar kegiatan Pendidikan Advokasi Pidana Perburuhan di Kalimantan Timur di Balikpapan, Sabtu (4/10/2025). (Foto Niaga.Asia/Putri)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Meski regulasi ketenagakerjaan di Indonesia sudah lengkap, pekerja di Kalimantan Timur masih menghadapi ketidakpastian hukum yang membuat mereka rentan terhadap pelanggaran hak.

Hal itu disampaikan Direktur LBH Sentra Juang, Mangara Tua Silaban  saat menjadi narasumber dalam kegiatan Pendidikan Advokasi Pidana Perburuhan di Kalimantan Timur yang digelar PBH PERADI Kota Balikpapan, Sabtu 4 Oktober 2025.

“Kegiatan tersebut bertujuan memberikan pemahaman hukum dan strategi advokasi bagi pekerja dan pengurus serikat buruh di daerah, karena implementasi aturan sebagai masalah utama dalam perlindungan buruh di Kaltim,” katanya.

Secara regulasi, hak-hak buruh sudah dijamin. Sudah ada Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU Serikat Pekerja, bahkan konvensi internasional yang diratifikasi Indonesia seperti ILO Convention 87 dan 98.

“Tapi masalahnya, implementasi di lapangan masih jauh dari kata memadai,” ucap Mangara dihadapan peserta pelatihan.

Menurutnya, banyak buruh mengalami PHK sepihak, keterlambatan gaji, atau intimidasi saat memperjuangkan haknya.

“Hukum memang ada, tapi seringkali tidak ditegakkan. Pelanggar aturan jarang mendapat sanksi, dan buruh akhirnya tidak berdaya,” tegasnya.

Selain itu, fenomena globalisasi dan model kerja fleksibel juga menjadi tantangan baru. Pekerja berstatus “mitra” atau kontrak jangka pendek sering kali tidak masuk dalam perlindungan hukum yang seharusnya mereka terima.

Fragmentasi serikat buruh dan minimnya partisipasi generasi muda membuat perjuangan hak buruh semakin terhambat.

Mangara menekankan pentingnya kolaborasi antara buruh, serikat pekerja, LBH, dan berbagai lembaga masyarakat sipil.

“Advokasi hukum harus didukung dengan kapasitas organisasi buruh yang kuat. Kesadaran kolektif dan koordinasi dengan pihak terkait bisa membuat hak buruh lebih terlindungi,” jelasnya.

Ia juga menyarankan pemanfaatan media sosial untuk edukasi dan publikasi kasus pelanggaran hak buruh, agar masyarakat luas memahami kondisi riil di lapangan.

“Buruh harus tahu haknya, masyarakat harus peduli, dan pemerintah harus memastikan aturan ditegakkan,” tekan Mangara.

Kegiatan Pendidikan Advokasi Pidana Perburuhan ini menjadi wadah penting bagi buruh di Kalimantan Timur untuk memahami hak-haknya dan membekali diri dengan strategi advokasi.

Meski aturan hukum telah ada, baginya, perlindungan nyata hanya akan tercapai bila implementasi ditegakkan secara konsisten.

“Intinya, hukum memang lengkap. Tapi kalau tidak dijalankan dengan sungguh-sungguh, buruh tetap akan rentan. Kita perlu membangun kesadaran kolektif dan memperkuat advokasi, agar hak buruh benar-benar terlindungi,” tutup Mangara.

Penulis : Putri | Editor : Intoniswan

Tag: