Pembangunan SMA 10 Bertahun-tahun dari APBD Kaltim

Dari kiri ke kanan: Kasubid Penggunaan dan Pemanfaatan BMD BPKAD Kaltim Slamet Sugeng, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim HM Darlis Pattalongi, Pengawas Sekolah SMA Disdikbud Kaltim, Gunawan. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim HM Darlis Pattalongi menegaskan, sejak tahun 2004, saat dirinya berada di Badan Anggaran DPRD Kaltim, pengalokasian APBD memang untuk pengembangan SMA 10 Melati yang kemudian dinegerikan dan berubah nama jadi SMAN 10 Samarinda. Di DPRD Kaltim tidak ada pembahasan ataupun istilah hibah untuk Yayasan Melati dalam proses penganggaran waktu itu.

“Kami tidak pernah membahas tentang adanya hibah dana dari pemerintah provinsi untuk Yayasan Melati. Yang ada itu adalah alokasi bantuan untuk pengembangan SMA 10, walaupun saat itu masih dikenal sebagai SMA 10 Melati,” ujar Darlis, Jumat (27/6).

Penganggaran dari pemerintah provinsi terus berlanjut secara bertahap. Antara tahun 2005 hingga 2007, sejumlah gedung yang dibangun di kawasan Kampus A, termasuk ruang-ruang kelas, laboratorium, kantor guru, dan asrama siswa yang mampu menampung hingga 120 siswa.

“Saya sempat mengawal dan mengikuti pengalokasian anggaran sejak tahun 2005, 2006, 2007. Dan memang untuk SMAN 10, itu bisa ditelusuri. Dokumen anggaran ada kok, kemudian penggunaan anggaran di situ kan bisa dilihat juga,” jelas Darlis.

Selain dana APBD dan APBN, Darlis mengakui bahwa sejumlah pihak ketiga ikut memberikan sumbangan. Namun, Legislator Karang Paci ini memperkirakan bahwa sumbangan itu bisa saja muncul karena mereka melihat sekolah tersebut sebagai sekolah negeri milik pemerintah provinsi, bukan sekolah swasta.

“Semangat bantuan dari donatur waktu itu pun bisa saja muncul karena mereka tahu ini sekolah negeri. Jadi tetap dalam kerangka mendukung SMAN 10, bukan Yayasan Melati secara kelembagaan,” tambahnya.

Pada tahun 2017 kata Darlis, MA menegaskan bahwa Kampus A milik pemerintah provinsi. Lalu di 2023, MA juga kembali memutuskan bahwa pemindahan SMAN 10 dari Kampus A ke Education Center (Kampus B) tidak sah, dan SMAN 10 harus dikembalikan ke lokasi awal.

Maka atas dasar itu, ia meminta semua pihak untuk menghormati putusan MA yang bersifat final dan mengikat. Maka tidak boleh lagi ada perdebatan, karena keputusan ini harus segera dilaksanakan.

Darlis menegaskan, pemindahan SMAN 10 ke Kampus A adalah perintah hukum yang tidak bisa ditunda. Namun, proses penyelesaian menyeluruh terhadap Yayasan Melati bisa berjalan paralel.

“Jangan halangi SMAN 10 untuk memulai proses belajar. Silakan Yayasan Melati untuk berunding dengan pemerintah provinsi, DPRD siap memfasilitasi. Tapi jangan sampai siswa jadi korban,” tegasnya.

Ia juga menyebut bahwa jika Yayasan Melati ingin menempuh appraisal atau diskusi terkait ganti rugi, hal itu bisa dibahas lebih lanjut.

“Tapi mari pisahkan dulu kepentingan belajar anak-anak. Biarkan SMAN 10 berjalan, biarkan Yayasan Melati juga tetap beraktivitas sambil menunggu diskusi jalan keluarnya,” pungkasnya.

Penegasan Darlis diperkuat pernyataan dari BPKAD Kaltim. Melalui Kasubid Penggunaan dan Pemanfaatan BMD, Slamet Sugeng, BPKAD Kaltim menegaskan bahwa aset yang dibangun dari APBD otomatis menjadi Barang Milik Daerah (BMD).

“Kalau barang itu dibeli dari APBD, ya itu otomatis menjadi aset daerah. Sampai hari ini, yayasan tidak bisa membuktikan bahwa ada hibah sah ke mereka,” bebernya.

Sugeng juga menambahkan, klaim sepihak dari Yayasan Melati terhadap gedung-gedung di Kampus A tidak dapat menghapus status hukum atas aset yang dibangun oleh negara. Bahkan, katanya, gedung-gedung tersebut tetap dipakai oleh yayasan selama bertahun-tahun tanpa perjanjian pemanfaatan resmi maupun kontribusi terhadap daerah.

“Justru sebenarnya pemerintah sudah berbaik hati dengan memberi tempat. Sampai saat ini kan nggak ada ikatan apapun, padahal kan itu harusnya ada pemasukkan ke provinsi. Kalau aset provinsi dibagikan dengan pihak lain, itu harusnya dalam bentuk pemanfaatan. Ya kan harus bayar sewanya. Tapi itu tidak dilakukan karena memberi kesempatan pendidikan dan ini kebijakan pimpinan,” paparnya.

Pemerintah Provinsi Kaltim disebut Sugeng sudah sangat berbaik hati. Bahkan, untuk mendukung keberlangsungan pendidikan yang dikelola yayasan, pemerintah provinsi tetap saja mengizinkan sebagian gedung lain di kompleks Kampus A dipakai oleh mereka.

“Kalau dibilang tidak diberi ruang, itu keliru. Kita bagi, agar semua tetap bisa berjalan. Tapi untuk SMAN 10, jelas harus kembali karena ini perintah MA,” terangnya.

Pengawas Sekolah SMA Disdikbud Kaltim, Gunawan, juga menegaskan bahwa semua pembangunan saat itu diperuntukkan bagi SMAN 10 Samarinda, bukan untuk lembaga swasta.

“Ini semuanya dulu digunakan oleh SMA 10 Samarinda. Bahkan pengajuan pembangunan memang atas nama SMA 10, bukan Yayasan Melati. Kan nggak ada tuh pemerintah bikin sekolah swasta, adanya kan sekolah negeri,” kata Gunawan.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | Adv Diskominfo Kaltim

Tag: