Pemberian Izin Tambang ke Badan Usaha Ormas Keagamaan Bisa Memicu Konflik di Masyarakat

Buyung Marajo, Koordinator LSM Anti Korupsi POkja 30 Kalimantan Timur. (Foto Dok Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara prioritas kepada badan usaha Ormas Keagamaan juga bisa memicu potensi konflik di masyarakat lingkar tambang, masyarakat adat serta dengan ormas-ormas kesukuan yang ada di daerah.

“Ini yang harus menjadi perhatian Pemerintah! bukan sekedar bagi-bagi konsesi saja!,” kata Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Kalimantan Timur, salah satu anggota koalisi PWYP Indonesia yang mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut kembali Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Beleid PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ini salah satunya memuat pasal terkait dengan pemberlakukan penawaran WIUPK eks PKP2B secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan (Pasal 83A) dan Pemerintah dapat memberikan perpanjangan bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi Kontrak/Perjanjian selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 1O (sepuluh) tahun. (Pasal 195B Ayat (2)).

Dikatakan Buyung Marajo, pencabutan 1.749 izin tambang mineral dan 302 izin tambang batubara, sekaligus penciutan lahan PKP2B yang diperpanjang menjadi IUPK, seharusnya justru menjadi momentum untuk fokus terhadap perbaikan tata kelola dan saat yang tepat melakukan moratorium izin, khususnya sektor batubara.

“Pasca pencabutan 1.749 izin tambang mineral dan 302 izin tambang batubara belum ada penataan lahan eks tambang,” ungkapnya.

Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho. (Foto Dok Aryanto Nugroho)

Selain menyorot terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho menegaskan, persetujuan Kementerian ESDM  total tonase produksi batubara dalam negeri pada tahun 2024 mencapai 922,14 juta ton, melanggar ketentuan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dimana produksi batubara Indonesia harus dibatasi menjadi 400 juta ton saja sejak 2009.

“Saat ini saja sudah lebih dari 2 (dua) kali lipat dari ketentuan yang diberikan RUEN sebagai acuan kebijakan energi nasional,” ucapnya.

Menurut Aryanto, yang diperlukan saat ini adalah Moratorium IUP/K batubara! bukan malah pemberian prioritas penawaran WIUPK kepada Ormas Keagamaan.

‘Kami khawatir akan terjadi ledakan produksi batubara yang mengancam keberhasilan pelaksanaan transisi energi di Indonesia.” jelas Aryanto.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: