Pemerintah Hentikan Pencarian Korban, Warga Tetap Datangi Lokasi Likuifaksi

aa
Warga Petobo masih berusaha mencari sanak keluarga mereka kendati pemerintah resmi menghentikan pencarian dan evakuasi. (Hak atas foto Eddy Djunaedi untuk BBC News Indonesia Image caption)

PALU.NIAGA.ASIA-Usai pemerintah resmi menghentikan upaya pencarian korban gempa dan tsunami Sulawesi tengah, sebagian warga kelurahan Petobo, Palu -yang terdampak fenomena likuifaksi- mendatangi kampung mereka, guna mencari kerabat yang masih hilang.

Pemerintah sudah menarik alat-alat berat dari Balaroa dan Petobo, sejak Jumat (12/10) sore, namun tak sedikit warga yang tetap berusaha melanjutkan pencarian sanak saudaranya, walaupun tanpa alat. Salah satunya Haris, yang tampak mengais-ngais tanah yang basah di lokasi perkampungan Petobo, Sabtu (13/10), sesudah turun hujan.

“Sampai hari ini kami masih mencoba terus mencari, namun kami juga sudah tidak tahu lagi dimana letak rumahnya, karena lokasi ini sudah hancur,” katanya kepada Eddy Djunaedy yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Haris mengatakan, sejak hari pertama sesudah gempa bumi dan tsunami, ia sudah mencari keberadaan dua keponakannya, Putra, 16 tahun, dan Leny, 15 tahun, yang saat kejadian berada di rumah mereka di Petobo. Orang tua mereka sendiri berada di Toraja. “Tim pencari sudah berusaha, namun karena kondisi seperti ini, kami keluarga dapat memaklumi, keterbatasan manusia dan kami juga sudah ikhas. Tapi kami masih tetap ingin mencari mereka,” ucapnya.

Padahal pemerintah sudah menyerukan agar warga tidak melakukan pencarian sendiri, setelah proses pencarian dan evakuasi resmi dihentikan. “Kami menyerukan warga yang ingin terus mencari, agar menghentikan juga usaha mereka. Karena jenazah itu keadaannya justru akan membahayakan kesehatan,” kata Sutopo Purwo Nugroho, dalam jumpa pers BNPB, Kamis (11/10). Itu merupakan jumpa pers terakhir yang dilakukan Sutopo sebelum menjalani kemoterapi untuk menangani kanker stadium lanjut yang menyerangnya.

aa
Haris masih berharap bisa menemukan dua keponakannya yang hilang akibat likuifaksi di Petobo. (Hak atas foto Eddy Djunaedi untuk BBC News indonesia Image caption)

Kelurahan Petobo, Balaroa dan Sigi adalah tiga kawasan di Palu yang bagai ‘hilang ditelan bumi’ akibat likuifaksi -atau peristiwa menggemburnya tanah, seakan menjadi cairan, membuat segala yang berdiri di atasnya, termasuk rumah-rumah dan penghuninya, amblas ke dalamnya, dan kemudian terkubur.  Belum jelas berapa jumlah orang yang lenyap akibat fenomena tersebut. Namun luas wilayah yang terkena likuifaksi itu cukup besar, seluas 181 hektar di Petobo, 40 Hektar di Balaroa, dan 209 hektar di Jono Oge, Kabupaten Sigi.

Di lokasi-lokasi tersebut, pemerintah memusatkan upaya pencarian dan evakuasi menggunakan alat berat, dibantu juga oleh aparat keamanan dari TNI. Setelah dua minggu, upaya pencarian pun secara resmi dihentikan karena kondisi jenazah yang masih tertimbun itu bisa berbahaya bagi kesehatan juga akan terlalu sulit diidentifikasi.

Itu pula sebabnya, pemerintah merencanakan melakukan penyemprotan desinfektan menggunakan helikopter, di Petoba dan Balaroa, serta Jono Oge, pada Minggu (14/10) besok. Kendati demikian, ratusan warga tetap saja datang mencari sanak saudara yang masih hilang.

Sejauh ini, dalam data terakhir BNPB, korban tewas akibat gempa dan tsunami Sulawesi Tengah sudah mencapai 2.088 orang. Sebagian besar di Palu. Sementara yang masih hilang berjumlah 680 orang dan yang dipastikan tertimbun 152 orang. Sementara warga yang terkubur di tiga desa akibat likuifaksi, masih banyak yang tak terdata, dan dicemaskan jumlahnya mencapai ribuan orang.