Pemerintah Pusat Salurkan Dana Rp0,59 Triliun untuk Pengendalian Perubahan Iklim  di Kaltim

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Kaltim, M Syaibani. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Kepala Kanwil Ditjend Perbendaharaan  Negara Provinsi Kalimantan Timur, M Syaibani, mengungkapkan pemerintah pusat melalui APBN telah melakukan intervensi dalam upaya pengendalian perubahan iklim  di Kalimantan Timur (Kaltim). Intervensi pemerintah itu ditunjukkan dari keterlibatannya melalui kebijakan belanja maupun non belanja.

“Sampai dengan Juni, sejumlah Rp0,03 triliun dan Rp0,59 triliun diperuntukkan guna adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui berbagai program untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim,” kata Syaibani dalam keterangan tertulisnya hari ini, Rabu (31/7/2024).

Menurut Syaibani lagi, intervensi pemerintah dalam upaya pengendalian perubahan iklim melalui kegiatan non belanja ditunjukkan dengan berbagai macam bentuk seperti penguatan regulasi daerah, dibentuknya Polisi Kehutanan dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), program kampung iklim hingga pembentukan dewan daerah perubahan iklim.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menyusun ikhtisar aksi mitigasi prioritas, di bidang Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), meliputi konservasi energi pada kegiatan tambang batubara lewat efisiensi dan penggunaan biodiesel.

Kemudian, peningkatan penggunaan energi terbarukan pada produksi listrik di perdesaan, menerapkan sistem monitoring distribusi dan penggunaan bahan bakar secara akurat dan kekinian (Banlow System), menciptakan peluang investasi baru dan nilai tambah dari industri biodiesel non-subsidi.

“Di bidang perkebunan meliputi, pengembangan kebun ramah iklim di Unit Perencanaan Kawasan Peruntukan Perkebunan dan Izin Kebun, perbaikan ketepatan penggunaan pupuk N di perkebunan sawit, serta pengurangan emisi gas metana POME setara methane capture,” kata Syaibani

Provinsi Kaltim dapat mendorong percepatan transformasi ekonomi melalui implementasi local emission trading system (ETS). Penerapan local ETS untuk memfasilitasi sektor-sektor usaha yang belum tercover pada IDX Carbon yang saat ini masih terbatas untuk 99 perusahaan sektor energi.

“Dana yang diperoleh dari ETS dapat digunakan untuk membiayai program penurunan emisi karbon di Kaltim.​ Platform ini juga dapat menjadi sarana untuk menjual 22 juta ton carbon credit yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur dari skema result-based payment FPCF-CF.,” pungkas Syaibani.

Perubahan iklim merujuk kepada perubahan jangka panjang suhu dan pola cuaca. Di antara parameternya adalah suhu udara dan curah hujan dalam periode waktu dasawarsa.

Perubahan iklim diawali dengan adanya pemanasan global dan peningkatan gas rumah kaca (GRK). Suhu permukaan global sekitar 1,1°C di atas tahun 1850-1900 pada tahun 2011-2020 (1,09°C [0,95°C – 1,20°C]), dengan peningkatan yang lebih besar di daratan dibandingkan di lautan.

Pemanasan yang diakibatkan peningkatan konsentrasi GRK yang sudah teramati sejak sekitar tahun 1750 disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama dalam penggunaan bahan bakar fosil sehingga meningkatkan panas yang terjebak di atmosfir bumi atau biasa dikenal dengan fenomena dengan gas rumah kaca (GRK). Emisi GRK rata-rata selama 2010-2019 lebih tinggi dibandingkan dengan dekade sebelumnya.

Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi provinsi dengan emisi GRK bersih rata-rata tahunan (2001-2012) tertinggi ke-5 di Indonesia. Sumber emisi GRK Provinsi Kaltim tiga kegiatan utama. Pertama; dari Kegiatan Ekonomi Utama Kaltim yakni nilai tambah bruto dari tambang batubara dan pertanian dalam arti luas (perkebunan, kehutanan, perikanan, pertanian tanaman pangan) beserta pengolahannya mencapai lebih 40% dari total PDRB Kalimantan Timur.

Kedua; Kehutanan dan Perkebunan, Deforestasi dan Degradasi Hutan: baik di tanah mineral maupun di tanah gambut. Ketuga; Pembakaran Bahan Bakar Hidrokarbon seperti Bensin; Diesel; Batubara dan Gas Alam: merupakan sumber-sumber utama emisi GRK sektor energi.

Aksi-aksi mitigasi perubahan iklim dan pendekatan pelaksanaannya tidak hanya efektif menurunkan emisi GRK tetapi juga harus dapat meningkatkan produktivitas dan inklusivitas ekonomi daerah.

Selain sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29-41% sebagai bagian dari Perjanjian Perubahan Iklim Paris yang sudah diratifikasi lewat Undang-Undang No. 16 tahun 2016, tujuan tersebut juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 sebagaimana diatur Peraturan Presiden No.59 tahun 2017.

Selain itu, tujuan mitigasi perubahan iklim juga mendukung tujuan pembangunan jangka panjang Kaltim periode tahun 2005-2025 yang tertuang pada Peraturan Daerah No.15 tahun 2008.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: