Pemkab Nunukan Anggarkan Rp 800 Juta untuk Pembelian Makanan Bergizi bagi Anak Stunting

Kabid Kesehatan Masyarakat, Pengendalian Penduduk dan KB, Dinkes Nunukan Sabaruddin (foto : Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Jumlah anak balita yang mengalami gangguan pertumbuhan dan terindikasi stunting di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, tahun 2023 mencapai 5.000 lebih atau sekitar 30 persen dari 19.000 balita.

Data terbaru yang dicatat Dinas Kesehatan (Dinkes) Nunukan, pada 2023 terjadi peningkatan kasus stunting di angka 0,5 persen,” kata  Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Pengendalian Penduduk dan KB Dinkes Nunukan, Sabaruddin pada Niaga.Asia, Kamis (30/03/2023).

Peningkatan angka balita dalam kondisi standing di Nunukan disebabkan sejumlah faktor seperti,  kondisi keuangan masyarakat yang tidak mampu menopang urusan pangan sehari-hari untuk keluarganya.

Faktor lainnya yang juga memicu kenaikan adalah perpindahan atau kedatangan sejumlah penduduk luar daerah ke Nunukan untuk mencari pekerjaan sebagai buruh rumput laut maupun di perusahaan kelapa sawit.

“Warga pendatang ini masih bermalas-malasan datang ke Posyandu atau layanan kesehatan dengan alasan tidak memiliki KTP Nunukan,” sebut Sabaruddin.

Untuk menekan angka stunting, Pemerintah Nunukan di tahun 2023 memprogramkan Ayah Bunda Stunting sebagai inovasi dan implementasi komitmen meminimalisir kenaikan dengan gangguan pertubuhan.

Dalam upaya inovasi ini pula, lanjut Sabaruddin, pemerintah daerah akan menggelontorkan anggaran Rp 800 Juta untuk pemberian bantuan tambahan makanan bergizi bagi keluarga tidak mampu serta pendampingan relawan dari tiap puskesmas.

“Bupati Nunukan sudah memerintahkan tiap kepala Organisasi Pemerintah Daerah (OPD), Kepala Desa harus menjadi ayah bunda stunting,” ucapnya.

Terlepas dari alokasi APBD Nunukan, program ayah bunda stunting menggandeng organisasi filantropi yang bergerak di bidang kemanusiaan yang alokasi bantuan anggaran melalui lembaga Badan Amil Zakat (Baznas).

Sabaruddin menuturkan, penanganan stunting tidak akan maksimal apabila orangtua terlalu sibuk bekerja dan waktunya dihabiskan di luar rumah, sehingga pertumbuhan kesehatan anak kurang mendapat perhatian.

“Sebagian balita stunting diakibatkan minimnya pengetahuan orangtua mengasuh anaknya karena menikah usia dini,” ujarnya.

Angka stunting di Nunukan bergerak lambat, dimana tahun 2019 di angka 29 persen, lalu naik menjadi 30 persen di tahun 2023, sedangkan data terbaru Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) mencatat stunting di Nunukan naik 0,5 persen.

Data kenaikan stunting sebagaimana laporan SSGI berbeda dengan tampilan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) yang mencatat penurunan cukup signifikan dari sebelumnya 16,3 persen kasus menjadi 14 persen atau turun 2 persen.

“Keduanya kita pakai untuk evaluasi ukuran kinerja. Kalau SSGI pendataan pusat pengambilan sampling hanya sekitar 600. Untuk E-PPGBM penelitiannya dari petugas Posyandu, Puskesmas dan fasilitas Yankes Nunukan,” terangnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: