
BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan mulai mendorong pengembangan sektor pariwisata berbasis lingkungan sebagai bagian dari strategi ekonomi hijau. Salah satu upaya yang tengah dikembangkan adalah integrasi olahraga air stand up paddle (SUP) dengan sistem silvofishery pada kawasan tambak rehabilitasi di De Boekit Riverside.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Balikpapan, Ratih Kusuma, hari ini, Minggu (14/12/2025) mengatakan, konsep tersebut sejalan dengan arah pembangunan pariwisata berkelanjutan yang tidak hanya menciptakan daya tarik wisata, tetapi juga memberi nilai tambah ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
“Pengembangan destinasi wisata hijau harus memperhatikan beberapa aspek utama, mulai dari daya tarik alam, fasilitas pendukung, edukasi lingkungan, hingga keselamatan pengunjung,” katanya.
Oleh sebab itu, lanjut Ratih, pengelolaan kawasan dilakukan melalui koordinasi lintas instansi, termasuk aparat keamanan dan lembaga teknis terkait.
“Pengelolaan lingkungan, edukasi, dan keselamatan menjadi satu kesatuan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Ini penting agar manfaat ekonominya bisa dirasakan dalam jangka panjang,” ujarnya saat diwawancara dalam kegiatan Festival Dayung Manggar di De Boekit Riverside, pada 13-14 Desember 2025.
Akmal Malik: Olahraga ramah lingkungan
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Stand Up Paddle Indonesia, Akmal Malik, menilai keterlibatan komunitas SUP dalam kawasan silvofishery membuka peluang baru bagi pemanfaatan perairan secara ramah lingkungan.
Ia menyebut SUP sebagai aktivitas olahraga air yang minim dampak ekologis dan mudah dikombinasikan dengan program edukasi serta wisata alam.
Akmal menjelaskan, banyak kawasan tambak di Indonesia mengalami penurunan produktivitas akibat penggunaan pupuk kimia dan urea dalam jangka panjang.

Kondisi tersebut, ungkap Akmal, mendorong perlunya pendekatan baru yang tidak hanya memulihkan lingkungan, tetapi juga menghidupkan kembali potensi ekonomi kawasan pesisir.
“Tanah tambak yang sudah jenuh secara ekologis membutuhkan solusi berkelanjutan. Silvofishery menjadi salah satu instrumen yang direkomendasikan pemerintah karena menggabungkan budidaya perikanan dengan rehabilitasi mangrove,” tuturnya.
Dalam sistem silvofishery, mangrove berfungsi sebagai ekosistem alami yang mendukung pakan ikan tanpa bahan kimia tambahan. Menurut Akmal, penerapan konsep ini di Balikpapan merupakan langkah strategis karena mengubah tambak tidak produktif menjadi kawasan bernilai ekonomi melalui edukasi lingkungan dan ekowisata.
Meski belum dibuka secara resmi, kawasan tersebut telah menarik perhatian sejumlah daerah lain. Akmal menyebut perwakilan dari Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, hingga Daerah Istimewa Yogyakarta telah datang untuk mempelajari penerapan silvofishery di lokasi tersebut.
“Ketertarikan dari luar daerah menunjukkan bahwa model ini memiliki potensi sebagai rujukan pengelolaan lingkungan sekaligus pengembangan ekonomi berbasis wisata,” sebutnya.
Ke depan, kawasan De Boekit Riverside direncanakan menjadi lokasi wisata edukatif penanaman mangrove yang melibatkan pelajar, komunitas, hingga wisatawan mancanegara. Tahap awal akan disiapkan lahan percontohan seluas sekitar 10 hektare, dengan dukungan bibit mangrove dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dalam konteks tersebut, Akmal menegaskan peran SUP tidak terbatas pada olahraga kompetitif, melainkan juga sebagai sarana mobilisasi kegiatan edukasi dan restorasi lingkungan.
“SUP menjadi medium yang menghubungkan olahraga, wisata, dan upaya penyelamatan lingkungan dalam satu ekosistem ekonomi hijau,” pungkasnya.
Penulis : Putri | Editor : Intoniswan
Tag: Pariwisata