
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Wakil Gubernur Seno Aji menegaskan bahwa pihaknya akan mendalami legalitas 14 bangunan di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang terletak di Jalan Angklung, Kelurahan Dadi Mulya, Samarinda Ulu.
“Langkah awal yang akan dilakukan adalah memastikan status kepemilikan lahan dan menelusuri legalitas pendirian bangunan-bangunan tersebut,” ujarnya pada Rabu (18/6) di Kantor Gubernur jalan Gajah Mada Samarinda.
“Kita ingin memastikan terlebih dahulu bahwa lahan ini memang benar milik pemerintah provinsi. Setelah itu, kita akan panggil semua penghuni yang ada di sana. Kalau terbukti bahwa mereka menempati lahan provinsi tanpa dasar hukum yang sah, maka aset itu akan kita kembalikan kepada negara,” sambung Seno.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa proses penertiban akan dilakukan dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah. Namun, jika terbukti terjadi pelanggaran, maka sanksi tegas akan diterapkan.
“Pastinya akan ada sanksi. Apakah itu dalam bentuk denda atau retribusi penggunaan lahan selama bertahun-tahun, nanti kita akan hitung semuanya. Kita akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD Kaltim untuk mengembalikan aset ini kepada pemerintah,” tegasnya.
Pernyataan tegas Wakil Gubernur Seno Aji ini merespons temuan dari Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi PKB, Jahidin, yang disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-18 dengan agenda Penyampaian Nota Keuangan dan Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024.
Jahidin mengungkapkan bahwa di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Kaltim yang terletak di Jalan Angklung Samarinda, saat ini telah berdiri 14 bangunan, yang sebagian besar tidak memiliki izin resmi.
“Dari 14 bangunan yang ada, hanya 3 saja yang kami nilai memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat, yakni seperti Kantor Kelurahan Dadi Mulya, Sekretariat HMI, dan Sekretariat Persatuan Haji Indonesia. Namun selebihnya, termasuk beberapa kafe, jelas bangunan ilegal,” bebernya pada Kamis (12/6) yang juga dihadiri oleh Kepala BPKAD Kaltim, Ahmad Muzakkir.
Menurut Jahidin, bangunan-bangunan ini baru berdiri sekitar 5 tahun terakhir. Sebelumnya, lahan tersebut kosong dan tidak terurus. Ia menduga bangunan-bangunan itu didirikan tanpa proses sewa resmi atau pembelian sah, karena tanah tersebut adalah aset pemerintah provinsi yang tidak boleh diperjualbelikan tanpa persetujuan DPRD.
“Mereka bisa saja menyewa atau membeli di bawah tangan, tapi kalau sah, pasti melalui mekanisme persetujuan DPRD Kaltim, yakni diparipurnakan. Kalau tidak, ya berarti ini pelanggaran serius,” tambahnya.
Jahidin pun mendorong DPRD Kaltim segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) lintas komisi, melibatkan Komisi I (hukum), Komisi II (aset) Komisi III (pengawasan pembangunan), serta menghadirkan BPKAD, BPN Samarinda, dan Satpol PP.
“Dalam RDP nanti akan terungkap siapa yang menyewakan, siapa yang membeli, dan kira-kira bagaimana bisa berdiri bangunan di atas tanah milik pemerintah provinsi. Apabila ini dibiarkan, lama-lama masyarakat di sana akan menganggap itu warisan pribadi, padahal ini aset negara,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel yang menjadi pimpinan rapat paripurna menyatakan kesiapan DPRD untuk menindaklanjuti persoalan ini.
“Kami akan jadwalkan pertemuan lintas komisi bersama pihak-pihak terkait. Kita harus pastikan kejelasan status tanah ini dan tindak lanjutnya,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi sorotan tajam karena nilai tanah di kawasan tersebut telah melonjak signifikan, mencapai Rp1,5 hingga Rp2 miliar per kapling. Pemerintah Provinsi Kaltim pun diminta segera bertindak cepat agar tidak kehilangan kontrol atas aset strategis daerah yang berpotensi disalahgunakan.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV Diskominfo Kaltim
Tag: Aset Pemprov Kaltim