Pemulihan Ekonomi Global Pasca Pandemi Perlu Inovasi dan Investasi

Pertemuan Informal Working Group ke-2 sesi Leadership Dialogue 2 (IWG-2 LD-2), yang merupakan bagian dari forum Stockholm+50 pada Jumat malam (29/4).   (Foto Kemlu)

JAKARTA.NIAGA.ASIA  – Pada masa pandemi, dunia mengalami perubahan signifikan. Kondisi ekonomi dan pembangunan yang terdampak krisis telah mengharuskan pelaku usaha untuk bertransformasi agar dapat bertahan, salah satunya beralih ke digitalisasi. Untuk membantu proses ini, diperlukan investasi, inovasi, dan kemitraan.

Hal ini ditekankan Dubes Tri Tharyat, Dirjen Kerja Sama Multilateral, dalam pertemuan Informal Working Group ke-2 sesi Leadership Dialogue 2 (IWG-2 LD-2), yang merupakan bagian dari forum Stockholm+50 pada Jumat malam (29/4).

Dalam sesi LD-2 ini, Indonesia adalah co-chair bersama Jerman. Stockholm+50 (S+50) adalah forum untuk memperingati 50 tahun United Nations Conference on the Environment, atau yang dikenal dengan Konferensi Stockholm 1972. Tema besarnya adalah “A healthy planet for the prosperity of all – our responsibility, our opportunity.

Dirjen Tri Tharyat menambahkan bahwa ke depan, sektor digital dan teknologi masih akan berperan dalam upaya pemulihan global. Arti penting transformasi digital juga mendorong Presidensi G20 Indonesia mengangkat upaya ini menjadi salah satu prioritasnya.

Namun diakui, bahwa perubahan ke arah ini masih akan sangat menantang, karena membutuhkan sumber daya yang besar di tengah dampak pandemi yang sangat terasa.

“Untuk itu, kita perlu kontribusi aktif semua pihak melalui kerja sama dan investasi, agar roda ekonomi dan langkah SDGs bisa bergerak kembali, bersama,” demikian disampaikan Dirjen KSM.

Sektor UMKM merupakan salah satu contoh yang memerlukan dukungan kemitraan. Selama pandemi, UMKM di berbagai belahan dunia sangat terdampak, terutama di negara pulau kecil (SIDS) dan yang paling tertinggal (LDCs). Prinsip inklusivitas menjadi sangat penting, dan setiap langkah pemulihan harus memperhitungkan kemampuan setiap negara yang berbeda-beda.

Sebagai contoh, proses kemitraan dengan UMKM di Indonesia dilakukan melalui sejumlah kegiatan pelatihan dan inisiatif lab inovasi. Indonesia juga menelurkan sejumlah regulasi untuk mempermudah UMKM dan melahirkan usaha-usaha baru. Dampaknya besar untuk menggerakkan ekonomi sekaligus menciptakan lapangan kerja.

Dalam sesi dialog, sejumlah peserta menyampaikan pandangan dan pengalaman dalam strategi pemulihan. Ada yang menyoroti tantangan dalam upaya reaktivitasi pembangunan pasca pandemi. Di negara berkembang misalnya ada kendala pendanaan, kesenjangan tingkat pendidikan, dan akses teknologi yang menyulitkan upaya pemulihan.

Sejumlah peserta memberikan masukan akan pentingnya pendidikan, program beasiswa, pemberdayaan perempuan, transfer teknologi, pembentukan peraturan, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Penguatan aksi iklim, ekonomi sirkuler, dan implementasi transisi energi juga sangat penting untuk menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan ke depan.

Pertemuan IWG-2 LD-2 ini berlangsung virtual dan dihadiri lebih dari 100 peserta perwakilan negara anggota PBB dan organisasi internasional. Tercatat hadir pula sejumlah NGOs dari berbagai negara dan bidang, seperti energi, sosial, kepemudaan, HAM, iklim, dan lingkungan hidup. Banyak partisipan dari negara berkembang yang menyuarakan perspektifnya, seperti dari Algeria, Kolombia, Peru, Filipina, India, dan Kenya.

Setelah IWG-2, masih dijadwalkan satu kali lagi pertemuan yaitu IWG-3 untuk menjaring masukan dari berbagai pihak, sebelum kegiatan puncak S+50 tanggal 2-3 Juni 2022 di Stockholm, Swedia.

Sumber: Kementer​ian Luar Negeri | Editor : Intoniswan

Tag: