Penambangan Pasir Laut Sebatik “Menggila” Gunakan Excavator  

Excavator milik oknum warga Sebatik menambang laut  tanpa izin di Sebatik. (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Warga di pesisir pantai pulau Sebatik, kembali resah atas maraknya penambangan pasir laut tanpa izin di sepanjang pantai Sungai Batang, Jalan Batu Lamampu RT 11, Desa Tanjung Karang, Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan.

Seakan tidak peduli larangan dan  peringatan pemerintah daerah dan aparat keamanan, masih saja oknum terus melakukan menggali pasir di pantai yang berdekatan dengan permukiman penduduk.

“Sudah lama ditambang pasir, sudah juga kita tegur personal, tapi tetap mereka mengambil pasir,” kata salah seorang warga Desa Tanjung Karang, Kecamatan Sebatik Induk, Basri pada Niaga.Asia, Minggu (19/06/2022).

Kegiatan penambangan pasir telah disampaikan ke pemerintah desa, namun hingga kini belum ada tindakan tegas larangan dari pemerintah. Belakangan kegiatan ilegal semakin menggila karena menggunakan alat berat excavator.

“Laporan kami di desa diteruskan ke kecamatan, tapi begitu-begitu saja tidak ada tindak lanjut larangan,” sebutnya.

Basri menuturkan, akibat pembiaran penambangan pasir yang sudah bertahun-tahun itu, pondasi dan  tiang-tiang rumah milik warga mulai gantung dan dikuatirkan akan roboh sendirinya karena bibir pantai tergerus.

Nasib rumah – rumah warga di pesisir pantai diperkirakan tidak akan jauh berbeda dengan pagar masjid serta pohon kelapa dan tumbuhan lainya yang sudah lebih dulu roboh.

“Sekitar tambang pasir ada warga Sebatik beli lahan perkebunan, excavator pemilik lahan inilah yang digunakan menggali timbunan pasir,” ungkap Basri.

Dikatakan Basri lagi, sejumlah warga yang rumahnya terancam amblas ke laut berencana pindah  ke arah daratan. Kekecewaan warga terhadap pengrusakan lingkungan pernah disampaikan langsung kepada oknum masyarakat penambang pasir.

Abrasi di pantai Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan semakin menjadi-jadi setelah pasir laut ditambang dan diperdagangkan secara bebas  (foto Istimewa/Niaga.Asia)

Warga sudah cukup menahan rasa sabar, tidak ada pergantian kerusakan akibat abrasi bibir pantai, termasuk kerusakan pohon-pohon kelapa orang tua Basri yang selama ini menjadi penopang sumber kehidupan.

“Lebih 10 batang pohon kepala orang tua saya roboh, kami ini orang tidak mampu, kami bingung bagaimana kalau nanti kerusakan pantai menuju rumah kami,” sebutnya.

Terpisah, Camat Sebatik, Salahuddin mengaku sudah melakukan pemantauan dan patroli bersama Bhabinkamtibmas dan Babinsa di lokasi kegiatan penambangan pasir tanpa izin yang menurut laporan sangat meresahkan warga.

“Kita sudah patroli ke lokasi kegiatan, tapi tidak ditemukan penambangan, tapi ketika kami diam malah muncul lagi laporan penambangan,” ujarnya.

Lokasi penambangan pasir masih berada ditempat yang pernah dilarang pemerintah, pencurian pasir akan hilang sendirinya ketika petugas memperketat pengawasan dan akan bermunculan apabila petugas mulai diam.

Sulitnya mencari pasir gunung dan sungai di Sebatik membuat oknum masyarakat menjadikan pantai sebagai lokasi pengambilan pasir, kelangkaan ini sedikit teratasi apabila pasir luar daerah didatangkan ke pulau Sebatik.

“Ada pasir dari Palu, Sulawesi Selatan didatangkan harga Rp 1,2 juta, kalau pasir lokal sebatik murah sekitar Rp 600 ribu per truk,” terangnya.

Salahuddin meminta masyarakat tidak menjadikan alasan ekonomi hingga berbuat pelanggaran mencuri pasir laut, pengrusakan bibir pantai sudah semakin parah menyasar daratan dan rumah-rumah penduduk.

Hukuman pencurian pasir dan pengrusakan lingkungan lebih berat dari kasus pembunuhan, namun karena tidak ada efek jera dari petugas menindak para pelaku, maka larangan hanya sebatas plang terpasang.

“Pelakunya sudah jelas, pemilik ekskavator juga sudah jelas, ada foto dan video, harusnya bukti-bukti ini bisa ditindak hukum,” tuturnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: