Pencegahan Korupsi, KPK Mendampingi 34 Pemerintah Provinsi

aa
ilustrasi

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Tudingan bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) hanya fokus pada penindakan dan OTT (Operasi Tangkap Tangan), dan mengabaikan pencegahan terbantahkan. Dalam Konferensi Peras Akhir Tahun 2018 di Jakarta, Rabu (19/12), Pimpinan KPK menyebut, di bidang pencegahan, KPK sebagai trigger mechanism tahun 208 telah mendampingi total 34 pemerintah provinsi termasuk di dalamnya 542 pemerintah kabupaten dan kota.

Menurut Ketua KPK, Agus Rahdajo didampingi pimpinan lain dan sejumlah deputinya, KPK terus mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan di bidang sistem administrasi perencanaan, penganggaran, perizinan, pengadaan barang/jasa, penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), tata kelola kesamsatan, tambahan penghasilan pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah, dan mulai 2018 ini di beberapa daerah KPK mendorong Optimalisasi Penerimaan Daerah (OPD) di sektor pajak.

Tahun 2018, KPK Terima 3.390 Laporan Berindikasi Korupsi

“Kegiatan koordinasi, supervisi, dan monitoring pencegahan dilakukan melalui pemetaan permasalahan; pendampingan penyusunan rencana aksi; permintaan dan analisis serta validasi informasi/data, pengamatan, diskusi, benchmarking, serta kegiatan lainnya dalam rangka monitoring dan evaluasi implementasi rencana aksi yang sudah ditetapkan. Programnya meliputi: perencanaan APBD, pengadaan barang dan jasa, pelayanan terpadu satu pintu, penguatan APIP, implementasi tambahan penghasilan pegawai, implementasi e-samsat, dan Optimalisasi Penerimaan Daerah (OPD),” paparnya.

Sekitar 13 jenis pajak daerah mulai dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Tanah (PAT), Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan (PPJ), Pajak Parkir, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Rokok, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi fokus yang didorong untuk meningkatkan penerimaan daerah.

Salah satunya, KPK mendorong pelaku usaha di sektor perhotelan, restoran, tempat hiburan, dan parkir untuk memasang tapping box. Pemasangan alat tapping box itu bertujuan untuk monitoring transaksi usaha secara online. Saat ini 6 provinsi di wilayah Sumatera, yaitu: Provinsi Riau, meliputi Pemprov Riau, Pemkot Pekanbaru, dan Pemkot Dumai; Provinsi Kepulauan Riau, yang meliputi Pemprov Kepulauan Riau, Pemkot Batam, dan Pemkot Tanjung Pinang; Provinsi Sumatera Selatan, terdiri atas Pemprov Sumatera Selatan, Pemkot Palembang, dan Pemkab Muara Enim; Provinsi Jambi, terdiri atas Pemprov Jambi dan Pemkot Jambi; Provinsi Lampung, meliputi Pemprov Lampung dan Pemkot Bandar Lampung; dan terakhir Provinsi Bengkulu, meliputi Pemprov Bengkulu dan Pemkot Bengkulu, secara bertahap telah menerapkan sistem tersebut. “Hingga kuartal 3 tahun 2018 ini sekurangnya 53 milyar rupiah penerimaan pajak masuk ke kas daerah melalui sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang bekerja sama dengan Pemda terkait,” ungkap Agus.

aa
Pimpinan KPK di Konferensi Pers Akhir Tahun 2018 di Jakarta, Rabu (19/12). (Foto LKBN Antara)

Di Jakarta, dalam tahun 2018, sebesar Rp38,12 triliun dari anggaran belanja atau 48,76% dari total APBD dibiayai dari pajak daerah. KPK mencermati jumlah pajak daerah tersebut belum maksimal diterima oleh Pemprov DKI Jakarta. Permasalahan mendasar antara lain ketidakpatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, wajib pajak enggan memberikan data transaksi, ketiadaan sistem data dan informasi yang menjadi basis data monitoring potensi pajak (fiscal cadaster), bad behaviour dan moral hazard dalam pembayaran pajak, seperti pemalsuan, penghindaran, dan lain sebagainya serta kesulitan- dalam pembayaran pajak. Pembayaran pajak juga belum menjadi persyaratan dalam pemberian izin (tax clearance).

“Besarnya potensi penerimaan yang tidak masuk ke kas daerah jika tidak dilakukan perbaikan sistem menyeluruh, maka potensi peningkatan penerimaan pajak DKI sebesar Rp4,9 triliun dari hasil pendampingan KPK di 2017 akan hilang,” kata Agus. Karenanya, di tahun ini untuk lebih mengoptimalkan penerimaan pajak DKI, KPK mendorong perbaikan sistem dengan penerapan tax clearance. Aturan yang mewajibkan kepada Wajib Pajak untuk menyelesaikan tunggakan pajak daerah saat mengajukan permohonan perizinan atau PTSP tidak akan melayani permohonannya.

Di tahun 2018 juga, berangkat dari isu kepatuhan pajak reklame dan keindahan tata ruang di wilayah DKI Jakarta, KPK menemukan dari 295 tiang tumbuh hanya 5 di antaranya yang memiliki ijin. Potensi moral hazard dan pembiaran karena kebuntuan komunikasi antara Dinas dan pihak terkait lainnya yang mengakibatkan tidak terpungutnya pajak reklame. “Sekurangnya potensi pajak reklame yang dapat disetorkan ke kas daerah dengan tarif minimal 450 juta/tahun, maka sebesar 130 milyar/tahun tidak terpungut. Pajak reklame merupakan salah satu sumber pendapatan penting bagi Jakarta. Pajak reklame menyumbang sekitar tiga persen total PAD pemprov Jakarta,” ungkap KPK.

Karenanya, KPK juga mendorong Pemprov DKI untuk mengembangkan sistem monitoring reklame berbasis teknologi informasi dalam hal pendataan. Agar data titik reklame dari BPRD, PTSP, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan, serta Satpol PP dapat direkonsiliasi, direkam titik koordinatnya dan dilengkapi dengan metadata. Untuk memperkuat pengawasan oleh masyarakat, maka data tersebut dibuka ke publik.

Untuk mengefektifkan pengawasan dan pencegahan korupsi, KPK juga merekomendasikan untuk membuat platform sistem informasi berbasis non-spasial dan spasial yang terintegrasi lintas SKPD seperti perizinan, perpajakan, tata kota, kependudukan dan lainnya.

Peningkatan pada sektor PAD secara langsung akan berdampak pada implementasi Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). KPK terus mendorong setiap pemda untuk secara bertahap mengimplementasikan TPP. Dengan TPP yang lebih baik, diharapkan perilaku koruptif dari setiap aparatur pemerintah semakin berkurang. Upaya yang dilakukan adalah dengan mendorong setiap pemda membuat dan menerapkan secara konsisten regulasi tentang TPP, pembayaran TPP tidak hanya berdasarkan disiplin/kehadiran, dan penerapan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) ditetapkan secara online.

Potensi penerimaan daerah lainnya juga diperoleh dari implementasi e-Samsat yang transparan dan akuntabel. Bentuk intervensi yang dilakukan di antaranya dengan mendorong pengembangan sarana; prasarana mulai dari penguatan SDM, integrasi data dengan Polri, Jasa Raharja, dan perbankan; serta penggunaan teknologi informasi dalam proses pelayanan Samsat.

aa
Ketua KPK, Agus Rahardjo.

Proses pengadaan barang dan jasa adalah salah satu agenda yang terus didorong dalam program korsup pencegahan ini. KPK mendorong diimplementasikannya sistem e-procurement, pendirian Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang mandiri, termasuk SDM pengelola yang independen. Tahun ini KPK telah mendorong penggunaan e-catalog lokal di 10 daerah, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan, Prov Jawa Barat, Kota Bandung, Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang, Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Kota Makasar. Tujuannya adalah agar proses pengadaan berjalan lebih terbuka, sehingga menghasilkan output pengadaan yang efektif dan efisien.

Sementara, untuk penguatan APIP fokus KPK pada kompetensi teknis dan penguatan independensinya. Tujuannya, agar APIP dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan standar audit dan profesionalisme auditor. Hingga akhir 2018 telah dilakukan workshop terhadap 3.032 orang auditor dari 34 provinsi. Terkait independensinya, setelah melalui pembahasan yang panjang hampir 1 tahun terakhir. KPK mempertemukan dua Kementerian Dalam Negeri dan PAN RB dan telah disepakati terkait revisi PP 18 Tahun 2016. PP yang akan memperkuat kewenangan dan independensi APIP yang akan mengatur terkait mekanisme pelaporan, pengangkatan atau pemberhentian serta penyesuaian eselonering.

Intervensi lainnya melalui program koordinasi dan supervisi dilakukan KPK terkait tata kelola Pekerja Migran Indonesi (PMI). Perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia termasuk di dalamnya mengenai pendirian Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) Pekerja Migran Indonesia. Tujuannya, mewujudkan pelayanan penempatan dan pelindungan PMI yang efektif, efisien, transparan, dan mempercepat peningkatan kualitas layanan bagi PMI. LTSA mengintegrasikan 8 (delapan) fungsi layanan yaitu: terkait ketenagakerjaan, kependudukan, kesehatan dan RSUD, keimigrasian, kepolisian, BPJS Ketenagakerjaan, BP3TKI, dan Perbankan/ATM.

Hingga 2018 ini, sudah diresmikan 22 LTSA di daerah-daerah yang diketahui sebagai kantong-kantong PMI/TKI, yaitu antara lain Entikong, Indramayu, Gianyar, dan Yogyakarta. Sedangkan LTSA yang diresmikan tahun 2017 berada di wilayah Kab. Sambas, Kab. Lombok Tengah, Provinsi Jawa Timur, Kab. Cirebon, Kota Batam, Kab. Sumbawa, Kab. Cilacap, Kab. Karawang, Kab. Sukabumi.

Sektor Kesehan

Perbaikan sistem yang mendasar juga menjadi fokus KPK. Salah satunya dilakukan melalui kajian sistem.  Salah satunya pada sektor kesehatan yang masih menjadi fokus kajian KPK tahun ini. Dari temuan KPK, selama satu dekade terakhir, alat kesehatan (alkes) masih menjadi komoditas yang paling banyak dikorupsi di sektor kesehatan.

Tidak tersedianya standar, variasi spesifikasi yang sangat banyak, serta inovasi yang cepat menyebabkan alkes rentan untuk dikorupsi. Selain itu, KPK juga menemukan sejumlah indikasi buruknya tata kelola alkes yang mengakibatkan inefisiensi dalam penggunaan uang negara. “Salah satunya alkes yang tidak terpakai di sejumlah rumah sakit karena tidak sesuai kebutuhan, pemeliharaan yang buruk, ataupun kurangnya tenaga SDM yang mengoperasikan alkes,” terang Agus. Karenanya, kajian ini mengambil ruang lingkup tiga aspek dalam sistem tata kelola alkes, yaitu pre-market, placing on market, dan postmarket. Dalam tiap aspek dilakukan penelahaan seputar kebijakan dan regulasi, kelembagaan dan pelaksanaan tata laksana atau proses bisnis alkes pada kementerian/lembaga terkait.

Masih di sektor kesehatan, sbagai tindak lanjut dari penanganan kecurangan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tahun ini KPK bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan telah menyusun pedoman penanganan kecurangan. Dalam pedoman penanganan kecurangan tersebut, ditetapkan pengenaan sanksi terhadap pelaku yang tidak hanya berupa sanksi pidana, tetapi juga dapat meliputi sanksi administrasi, sanksi perdata dan kewajiban mengimplementasikan program pencegahan kecurangan.

“KPK menilai perlunya pengenaan sanksi terhadap kecurangan JKN agar potensi kecurangan tidak berlarut-larut yang dapat mengakibatkan BPJS Kesehatan mengalami kebocoran anggaran JKN yang semakin besar. Namun, tetap memperhatikan proses layanan kesehatan untuk masyarakat tidak terhambat,” ungkapnya.

aa
Inneke Koesherawati bersaksi dalam kasus suap di LP Sukamiskin.

Studi lain yang dilakukan KPK di tahun ini adalah terkait tata kelola Lembaga Pemasyarakatan. Studi ini dilatarbelakangi atas banyaknya pengaduan masyarakat ke KPK yang menyampaikan banyaknya pungli dan penyalahgunaan kewenangan di lingkungan lapas. Aduan ini kemudian terbukti dengan adanya operasi tangkap tangan terhadap Kalapas Sukamiskin Bandung pada Juli 2018.

Hasilnya, KPK menemukan sejumlah kelemana dalam regulasi dan perencanaan, di antaranya mengenai klasifikasi risiko lapas, perencanaan aggaran, permasalahan kelembagaan terutama pada peran Bapas dan temuan operasional terkait sistem dan SDM, diantaranya: belum optimalnya SIP yang beroperasi saat ini, over stay yang berakibat pada over capacity, dan permasalahan pada pola rotasi dan mutasi personel termasuk mekanisme penegakan sanksi bagi pegawai yang bermasalah.

Selain itu, KPK juga meluncurkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI). Ada enam kementerian/lembaga, lima belas pemerintah provinsi, dan lima belas pemerintah kabupaten/kota yang tercakup dalam SPI ini. Respondennya berasal dari pegawai internal, pengguna layanan, dan narasumber ahli. SPI mengukur risiko korupsi mulai dari soal suap, gratifikasi untuk perizinan, pengadaan barang dan jasa, mark up anggaran, dan lainnya.

Hasilnya, menunjukkan Indeks Integritas 2017 berkisar di angka 52,91 yang ditempati oleh Pemerintah Provinsi Papua hingga nilai tertinggi 77,39 yang diwakilkan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh. Nilai indeks tinggi mendekati 100 menunjukkan risiko korupsi rendah dan adanya kemampuan sistem untuk merespon kejadian korupsi dan pencegahan dalam organisasinya secara lebih baik.

Di tahun politik ini KPK juga mengeluarkan sebuah Survei Potensi Benturan Kepentingan Pendanaan Pilkada 2018. Survei menemukan 20 orang responden mengakui membayar mahar kepada parpol. Besaran mahar yang dibayarkan berkisar antara 50-500 juta/kursi, yang merupakan kesepakatan antara Partai dan Pasangan calon kepala daerah. Besarnya biaya pilkada yang tidak didukung oleh kemampuan harta pasangan calon, membuat para calon kepala daerah mencari bantuan biaya dari donatur. Profil penyumbang didominasi oleh pengusaha.

aa
Ketua KPK, Agus Rahardjo saat turun ke Samarinda memantau lalulintas perdagangan batubara di Sungai Mahakam.

Perbaikan pada sektor politik dan swasta juga tidak luput dari perhatian KPK. Keduanya merupakan sektor strategis, sebab pembenahan keduanya akan membawa manfaat yang nyata bagi masyarakat. Setelah tahun lalu KPK bersama LIPI menyusun Kertas Posisi Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) dan instrumen penilaian diri, tahun ini KPK menyempurnakan instrumen tersebut dengan lima komponen utamanya, yaitu terkait kode etik, demokrasi internal partai, kaderisasi, rekrutmen, dan keuangan partai yang transparan dan akuntabel. Pada tahun ini juga telah dilakukan diseminasi SIPP kepada 16 Parpol.

Di sektor swasta, melalui program Profesional Berintegritas (PROFIT) KPK terus mendorong dunia usaha terbebas dari praktik koruptif. Pada peringatan hari antikorupsi sedunia KPK meluncurkan buku panduan pencegahan korupsi di sektor swasta yang disusun bersama ahli hukum, praktisi bisnis, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, serta ahli ekonomi.

Secara reguler KPK juga terus berupaya meningkatkan kesadaran Penyelenggara Negara melaporkan harta kekayaan melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Di tahun 2018 ini, KPK masih mendapati kepatuhan pelaporan harta oleh anggota legislatif di daerah masih rendah yaitu sekitar 27,85%. KPK terus berupaya memberi pemahaman pentingnya melaporkan harta kekayaan sebagai instrumen transparansi bagi pejabat publik.

Dalam upaya meningkatkan kepatuhan LHKPN, efektif mulai 1 Januari 2018 seluruh wajib LHKPN telah melaporkan hartanya dengan aplikasi elektronik (e-lhkpn) secara periodik pada 1 Januari hingga 31 Maret setiap tahunnya. Aplikasi tersebut dapat diakses melalui tautan https://elhkpn.kpk.go.id/. Dari 14 jenis dokumen pendukung yang harus dilampirkan, wajib lapor kini hanya perlu melampirkan satu jenis yaitu dokumen kepemilikan harta pada lembaga keuangan.

Sampai dengan akhir tahun 2018 ini KPK telah menerima sebanyak 192.992 LHKPN. Terdiri atas 65,58 persen dari 238,482 wajib lapor di tingkat eksekutif, sebanyak 24,62 persen dari 18,224 wajib lapor di tingkat legislatif, sebanyak 47,75 persen dari 22,522 wajib lapor di tingkat yudikatif, dan 84,02 persen dari 25,418 wajib lapor BUMN/BUMD.

Selain kepatuhan LHKPN, KPK juga mengimbau PN untuk menolak setiap pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. Data Direktorat Gratifikasi, KPK telah menerima sebanyak 1.990 laporan, 930 di antaranya dinyatakan milik negara, 3 ditetapkan milik penerima dan 290 laporan masih dalam proses penelaahan. Bila dilihat dari instansi pelapor, BUMN/BUMD merupakan institusi paling banyak yang melaporkan gratifikasi dengan 597 laporan, diikuti kementerian dengan 578 laporan, dan pemerintah daerah dengan 380 laporan.

Dari laporan gratifikasi ini, total gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara adalah senilai Rp 8,5 miliar termasuk di dalamnya uang lebih dari 6,2 miliar rupiah yang telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dan berbentuk barang senilai Rp2,3 miliar.

Penggunaan teknologi informasi dalam pencegahan korupsi, utamanya pada pendidikan dan peningkatan partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi juga terus ditingkatkan. Salah satunya dengan terus memperbaiki aplikasi platform JAGA. Pada 2018, sistem pencegahan korupsi-Platform JAGA sudah dikembangkan sampai dengan versi 5.0 dengan kelebihan penggunaan data analytics untuk mendapatkan pengalaman pengguna yang lebik baik (user-centric), Data lebih banyak dan up to date, Fitur diskusi – masyarakat menemukan dan menyebarkan cara mencegah korupsi versi mereka, Perbaikan proses bisnis dan sistem penunjang platform, Akses informasi serba-serbi pelayanan publik dan praktik terbaik untuk mencegah korupsi.

Namun, demikian platform JAGA tidak menggantikan saluran pengaduan yang telah KPK juga tidak lelah melaksanakan sosialisasi dan pendidikan antikorupsi guna meningkatkan partisipasi dan menjadikan masyarakat sebagai agen antikorupsi. Hal ini dilakukan melalui sejumlah program, misalnya dengan menggunakan pendekatan seni dan budaya popular yang melibatkan para musisi muda melalui festival suara antikorupsi (SAKSI); Anti-Corruption Fim Festival (ACFFEST); menyasar kaum perempuan melalui Gerakan Nasional Saya Perempuan Anti Korupsi (GN SPAK) dan juga menyapa masyarakat umum melalui Bus Antikorupsi ‘Jelajah Negeri Bangun Antikorupsi’.

Dengan seluruh strategi dan pendekatan dalam pencegahan korupsi yang telah dilakukan, di tahun ini KPK juga menerima kepercayaan untuk memimpin aksi bersama dalam upaya pencegahan korupsi sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. KPK sebagai koordinator akan mengawasi dan memastikan 11 rencana aksi yang telah disusun terlaksana dengan baik. (001)