Penerimaan Negara Dari Bea Meterai Rp 10.000 Tak Signifikan

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara saat menandatangani pengesahan RUU Bea Meterai pada Tingkat I di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (3/9/2020). Foto : Arief/Man

 JAKARTA.NIAGA.ASIA-Tarif baru materai  Rp10.000 yang diberlakukan pada 1 Januari 2021 tidak signifikan menambah penerimaan negara karena berlaku pada situasi pandemi, dimana  volume transaksi dunia usaha terus mengalami penurunan sejak pandemi 2020.

“Selain itu, jika sebelumnya traksaksi diatas satu juta yang dikenakan materai,  nanti nilainya naik menjadi transaksi 5 juta keatas baik melalui kertas maupun elektronik yang bermaterai,” ungkap Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara selaku Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Bea Meterai dalam rilisnya disitus dpr.go.id.

DPR RI dan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai untuk segera disahkan melalui Paripurna. Beleid yang akan memberlakukan satu tarif materai menjadi Rp 10.000 tersebut diperkirakan dapat mendongkrak penerimaan negara mencapai Rp 11 triliun, dengan potensi penerimaan dari dokumen elektronik mencapai Rp 5 triliun pada 2021 mendatang.

Menurut Amir, penambahan penerimaan  negara  ari bea materai belum dirasa signifikan. Namun, draf rancangan yang berisikan 32 pasal dengan 6 klaster tersebut akan menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang sudah berumur 35 tahun tanpa adanya pembaharuan.

“Ini adalah pengenaan pajak, kita (Komisi XI) sepakat bahwa dari nilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 naik ke Rp 10.000 dalam rentang 35 tahun adalah sesuatu yang wajar, tetapi dari sisi penerimaan sebenarnya tidak terlalu signifikan. Karena kalau menurut penghitungan Pemerintah hanya bertambah sekitar Rp 5,7 triliun, artinya dari sisi nilai tidak terlalu urgen hanya prinsip keadilan disini dari dua nilai menjadi satu nilai,” kata Amir.

Sanksi yang akan diatur dalam RUU tersebut juga tidak main-main. Politisi Fraksi PPP tersebut menguraikan bahwa sanksi tinggi yang diterapkan terkait dengan pemalsuan dan pemakaian berulang meterai, maka akan terancam kurungan pidana selama 7 tahun dan denda maksimal sebesar Rp 500 juta. Hal tersebut diatur semata-mata untuk mencegah terjadinya pemalsuan terhadap salah satu dokumen negara tersebut.

“Mengenai sanksi, memang ada beberapa pertimbangan ketika kita meyetujui pasal terkait dengan sanksi ini, karena seperti dengan cukai yang terkadang banyak pemalsuan, makanya kita berikan sanksi yang agak tinggi terkait dengan pemalsuan atau pemakaian ganda terhadap penggunaan meterai tersebut,” jelas legislator daerah pemilihan Sulawesi Selatan I tersebut.

Dalam aturan baru tersebut, nantinya Pemerintah juga akan memberlakukan pengenaan bea meterai terhadap transaksi e-commerce atau toko online. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pengenaan terhadap transaksi online atau digital merupakan bentuk kesetaraan, dimana aturan meterai selama ini diberlakukan hanya pada dokumen kertas.

“Pembayaran bea meterai dengan menggunakan bea meterai elektronik sesuai perkembangan tekonologi, ini merupakan satu langkah dalam pengenaan bea meterai atas dokumen elektronik, dengan begitu ini juga memberikan kepastian hukum bagi dokumen-dokumen elektronik,” pungkas Menkeu.

Terkait pembebanan tarif meterai kepada pihak industri, dalam hal ini pihak perbankan, dari yang sebelumnya dibebankan kepada nasabah, Amir menjelaskan bahwa pengenaan bea tetap dibebankan kepada pihak penerima transaksi. Berdasarkan kesepakatan, pembebanan biaya yakni orang atau badan baik korporasi dan non koorporasi yang menerima hasil dari transaksi.

“Kalau transaksi perbankan pemungutnya tetap perbankan, terkait dengan pengenaannya tentu yang dibebankan kepada pihak yang bertransaksi. Jadi bisa saja transaksi yang dilakukan masyarakat kepada perbankan, kalau misalnya dia yang menerima ya berarti dia yang harus bayar tentu siapa yang menerima dia yang harus bayar,” pungkasnya. (001)

Tag: