
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Reza Hafiz, mengatakan bahwa semua pejabat negara dan individu yang berada di posisi strategis memiliki kewajiban untuk melaporkan harta kekayaan mereka melalui LHKPN.
“Sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas serta komitmen dalam menghindari segala bentuk praktik KKN [Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme],” kata Reza kepada BBC News Indonesia pada Jumat (24/2).
LHKPN atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara merupakan laporan yang wajib disampaikan oleh penyelenggara negara mengenai harta kekayaan yang dimilikinya saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun.
Tak hanya itu, sambungnya, semua kementerian negara dan lembaga memiliki badan pengawas, yakni Inspektorat Jenderal.
Bahkan, Kemenkeu, menurut Reza, memiliki aplikasi Laporan Perpajakan dan Harta Kekayaan (ALPHA) bagi seluruh PNS di jajaran Kemenkeu.
“Jika sistem tersebut berjalan dengan optimal disertai dengan peran Itjen yang maksimal, seharusnya masalah ‘kekagetan dan ketidaktahuan’ para pejabat di Kemenkeu atas harta RAT yang besar itu tidak terjadi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia merasa perlu dilakukan kajian ulang alias review dan audit berkala terhadap para pejabat yang bekerja di bawah Ditjen Pajak karena mereka sangat rentan terhadap praktik kejahatan uang.
“Tunjangan yang besar tidak menggaransi bahwa seseorang sudah selesai dengan urusan perutnya dan perbaikan akhlaknya,” ujar Reza.
Pejabat Eselon III Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo kekayaannya berupa mobil Robicon dan motor gede Harley bikin heboh setelah dipamerkan putranya di media sosial dan jadi sorotan setelah anaknya, Mario Dandy Satrio terlibat tindak penganiayaan berat terhadap David, remaja berusia 17 tahun. (Foto HO/NET)
Senada dengan Reza, Pengamat Pajak dari Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan bahwa LHKPN memang seharusnya ditindaklanjuti oleh Kemenkeu dengan pemeriksaan lebih lanjut.
“Apakah wajar atau tidak dengan pendapatan yang dihasilkan ketika dia bekerja di Kemenkeu? Kalau tidak wajar, memang seharusnya nanti ada pemeriksaan.
“Sumbernya dari mana, karena kan kekayaan itu [bisa jadi] tidak hanya bersumber dari penghasilan dia sebagai pegawai saja,” kata Fajry.
Menurut dia, LHKPN hanya berfungsi sebagai indikasi awal sedangkan pengawasan internal masih belum cukup ketat untuk memastikan tidak ada praktik ilegal yang terjadi.
Salah satu mekanisme pengawasan dalam Kementerian Keuangan adalah Whistleblowing System (WISE), yakni aplikasi yang disediakan bagi masyarakat yang ingin melaporkan indikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Fajry mengatakan sistem whistleblower itu sendiri masih belum berjalan secara optimal.
“Mungkin ada keraguan dari beberapa [orang], mungkin dari internal. Jadi memang whisteblower-nya itu, saya setuju belum maksimal,” katanya.
Meski begitu, ia tidak setuju dengan persepsi sebagian masyarakat yang berasumsi ‘gaya hidup mewah’ pejabat Ditjen Pajak, seperti dalam kasus RAT, merupakan hasil dari pemakaian uang rakyat yang berasal dari pajak.
“Jadi ada yang bilang katanya uang pajak dikorupsi untuk beli [jip] Rubicon. Itu tidak benar, uang pajak kan sekarang pakai transfer semua. Ditransfer ke akun rekening negara,” sebut Fajry.@
Tag: Pajak