Penghadangan Capres-Cawapres, Tanda ‘Kerawanan Pemilu Meningkat’

aa
Aparat melakoni simulasi penyekatan massa di DI Yogyakarta, 13 Maret. Simulasi tersebut untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapsiagaan anggota TNI dan Polisi dalam menjaga serta mengamankan jalannya pemilu serentak April 2019. (Hak atas foto Antara/Hendra Nurdiyansyah Image caption)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Penghadangan calon presiden dan calon wakil presiden pernah terjadi di daerah-daerah tertentu dan pengamat meminta agar aparat tidak membiarkan aksi yang dikatakan dapat menjadi konflik.  Calon wakil presiden nomor urut 1, Ma’ruf Amin, dihadang oleh massa saat hendak menghadiri haul sekaligus berziarah ke makam Kiai Suhro, di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Senin (01/04). Ratusan orang yang menghadang sempat meneriakkan nama capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.

Tim Kemenangan Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Arya Sinulingga, meminta kepolisian untuk mengantisipasi peristiwa seperti ini agar tidak terjadi lagi. “Penghadangan terhadap Ma’ruf Amin kita terima. Ya, sudahlah. Mau bilang apa lagi gitu ya. Kita depan meminta apparat keamanan bisa jaga kondisi, bisa menjaga penghadangan seperti itu,” kata Arya saat dihubungi wartawan Muhammad Irham yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (02/04).

Arya juga meminta agar pendukung Jokowi-Ma’ruf tetap berkepala dingin dalam menghadapi peristiwa penghadangan capres-cawapres. “Kita harapkan jangan ada.. Nggak usah dendam terhadap pendukungnya 02,” lanjutnya.

Aksi penghadangan pernah juga dihadapi Prabowo Subianto Februari lalu saat berada di Tambak Deres, Surabaya, di antaranya.”Jadi, bukan hanya Pak Prabowo, tapi Sandiaga pun dihadang. Di Bali dihadang. Di Sumatera Utara juga dihadang. Jadi kita pun mengalami penghadangan dari capres dan cawapres kita. Saya pikir kedua capres dan cawapres kita mengalami hal serupa dari sudut penghadangan,” kata Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasinonal (BPN), Eddy Soeparno, Selasa (02/04).

aa
Calon presiden petahana nomor urut 01, Joko Widodo, berfoto dengan massa pendukung saat kampanye terbuka di Lhokseumawe, Aceh, 26 Maret. (Antara/RAHMAD Image caption)

Eddy menambahkan, aksi hadang-menghadang yang terjadi saat ini masih wajar. Kata dia, para kandidat capres-cawapres sudah dilengkapi dengan pengamanan ketat. “Bahkan kalau ke mana-mana itu selalu diikuti oleh ada mobil ambulans, ada yang lain-lain. Selalu siap sedia hampir sama dengan pengawalan presiden tapi dilakukan oleh polisi,” katanya. Eddy menambahkan tim kampanye Prabowo-Sandiaga meminta para pendukung untuk tetap menaati aturan. Eddy mempersilakan kepolisian menangkap pendukung atau kadernya yang melanggar aturan.

Potensi konflik bisa meruncing

Berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Bawaslu, Kabupaten Pamekasan yang didatangi Ma’ruf Amin dan Kota Surabaya oleh Prabowo Subianto bukanlah wilayah dengan level kerawanan tinggi. Dua daerah ini masuk dalam level kerawanan sedang.

Aksi saling menghadang antara pendukung capres-cawapres, menurut Direktur Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi, “menunjukkan kerawanan pemilu makin meningkat”.

Menurutnya, jika tidak dihentikan, aksi penghadangan akan terus berlanjut menjadi konflik yang lebih besar.  “Kalau saling membalas kan eskalasinya semakin tinggi. Jadi bukan metode kampanye yang menyampaikan visi dan misi di program mengenalkan kandidat, tapi akan menjadi ajang untuk saling balas dendam,” kata Veri saat dihubungi BBC, Selasa (02/04).

Veri menambahkan, elite politik memegang peran penting dalam menghentikan aksi penghadangan dua pendukung terhadap kandidat capres-cawapres.  Elite politik dari kedua tim kampanye capres-cawapres, kata Veri, patut memberikan kenyamanan publik untuk merasakan pesta demokrasi yang damai. “Kepentingan dari proses pemilu ini bukan hanya kepentingan elit untuk mendapatkan kekuasaan. Akan tetapi yang paling penting bagi elite, ada kepentingan publik yang jauh lebih luas,” tuturnya.

aa
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto melemparkan topi kepada pendukungnya saat menghadiri kampanye akbar di Stadion Sidolig, Bandung, Jawa Barat, 28 Maret. (Antara/RAISAN AL FARISI Image caption)

Hal senada disampaikan Juru Bicara Mabes Polri, Dedi Prasetyo.  Kepolisian, menurut Dedi, saat ini hanya bisa memetakan daerah rawan konflik. Akan tetapi, elite politik tetap memegang peran untuk menekan terjadinya konflik di masyarakat. “Jadi seharusnya dari elite itu mengajak masyarakat, untuk bersama-sama menciptakan situasi yang kondusif,” kata Dedi kepada BBC, Selasa (02/04). Dedi Prasetyo menambahkan, kepolisian telah menyiapkan langkah strategis analisis dan pencegahan konflik yang mungkin terjadi selama masa kampanye, masa tenang, hari pemungutan dan setelah pemungutan suara.

Daerah-daerah rawan versi Mabes Polri

Kepolisian mencatat 10 daerah dengan kerawanan tinggi terkait dengan pemilu. Daerah itu mencakup Maluku Utara, Papua, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Papua Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara.

Sementara itu, kabupaten/kota yang dianggap memiliki tingkat kerawanan tinggi antara lain Tangerang Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Pidie Raya, Banggai, Donggala, Mempawah, Tanah Datar, dan DI Yogyakarta.

Kerawanan ini dibagi berdasarkan tujuh dimensi, yaitu dimensi penyelenggara, dimensi kontestasi capres, dimensi kontestasi caleg, dimensi partisipasi masyarakat, dimensi potensi gangguan keamanan, dimensi ambang gangguan dan dimensi gangguan nyata.

“Itu sudah dibuat rencana pengamanan. Cara bertindaknya juga sudah dibuat oleh tiap-tiap Polda, termasuk berapa kekuatan yang akan digunakan dalam melakukan pengamanan tersebut,” kata Juru Bicara Mabes Polri, Dedi Prasetyo.

Menurut Anggota Bawaslu, Mochammad Affifudin, konflik tak akan terjadi jika seluruh peserta pemilu menjalankan aturan yang sudah ada. Ia mencontohkan jika terjadi sengketa pemilu, maka diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi bukan dengan mengerahkan kelompok pendukung.

“Kan semua mekanisme sudah disiapkan. Kalau sengketa hasil, maka di MK (Mahkamah Konstitusi). Menurut saya harusnya sesama, masing-masing tim menahan diri, nggak perlu mengancam-ancam. Itu kan pasti tindakan inskonstitusional,” katanya kepada BBC, Selasa (02/04).

Sumber: BBC News Indonesia