Pengusaha Pemegang PKP2B Makin Diistimewakan Pemerintah Pusat

UU Cipta Kerja “hanya” mempidana masyarakat yang dianggap menganggu aktivitas tambang, sedangkan perusahaan dibebaskan dari tanggung jawab pidana, meski merusak lingkungan. (Foto Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Pengusaha pemegang kontrak karya Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batubara)  (PKP2B)  yang kontraknya akan habis, makin diistimewakan pemerintah pusat melalui UU Cipta Kerja yang disahkan 5 Oktober lalu.

Pemerintah melalui UU Cipta Kerja mendukung hilangnya pasal pidana yang dapat menjerat pejabat negara dalam menerbitkan izin pertambangan minerba (mineral dan batubara) bermasalah.

Memberikan insentif berlebihan bagi eksploitasi sumber daya alam (SDA) tanpa memperhatikan aspek kepentingan ekologia dan perlindungan lingkungan hidup, serta pengembangan energi terbarukan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

“UU Minerba No 3 Tahun 2020, ditambah dengan Pasal 128A dan Pasal 162 di UU Cipta Kerja, menjadikan eksploitasi SDA sepenuhnya ditangan pemerintah pusat,” kata Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho, Minggu (11/10/2020).

Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia adalah lembaga mencermati Reformasi Tata kelola Sumbar Daya Ekstraktif untuk Pembangunan Berkelanjutan yang menolak UU Cipta Kerja.

“UU Cipta Kerja mereduksi kewenangan pemerintah daerah, serta menghilangkan tanggungjawabnya dalam hal pembinaan dan pengawasan ativitas tambang di masing-masing wilayahnya,” kata Aryanto lagi.

Menurutnya, penarikan kewenangan perizinan minerba dari daerah ke pusat ini bertentangan dengan semangat otonomi daerah yang selama ini dikembangkan, dan berpotensi menggiring Indonesia menuju negara yang sentralistik.

“UU Cipta Kerja bukannya memberi kepastian hukum, tapi menimbulkan ketidakpastian hukum dengan banyaknya aturan turunan yang akan dibuat melalui Peraturan Pemerintah,” tambahnya.

UU Cipta Kerja mengubah diksi iin lingkungan sebagai syarat resmi meliputi AMDAL atau UKL-UPL menjadi persetujuan lingkungan yang mana, pengusaha hanya perlu mencantumkan pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup, berpotensi menimbulkan masalah baru.

“UU Cipta Kerja mereduksi norma pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pidana korporasi,” papar Aryanto.

Tidak itu saja, UU Cipta Kerja juga menghapus hak masyarakat sipil dan organisasi pemerhati lingkungan dan tidak adanya penegasan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi kelayakan lingkungan hidup dengan mudah. (001)

Tag: