Penting Persamaan Persepsi dan Sinergitas dalam Penanganan Pecandu Narkotika

aa
Inspektur Utama BNN, Irjen Pol Drs. Wahyu Adi, SH., M.Si. (Foto Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Sangat penting persamaan persepsi dan sinergitas dalam penanganan pecandu dan penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi khususnya bagi aparat penegak hukum ditingkat penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan perlu dilakukan berbagai upaya, misalnya peningkatan kompetensi aparat penegak hukum dalam penanganan dan rehabilitasi pengguna narkotika

Demikian dikatakan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol, Drs. Heru Winarko, SH dalam sambutannya yang dibacakan Inspektur Utama BNN, Irjen Pol Drs. Wahyu Adi, SH., M.Si ketika membuka Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan dan Rehabilitasi Pengguna Narkotika di Samarinda, Senin (5/11/2018). Kegiatan diikuti unsur BNN Provinsi Kaltim, BNN Kabupaten/Kota se-Kaltim, Tim Assesmen Terpadu (TAT), penyidik narkotika di lingkungan Polda, Polres, dan Polsek se-Kaltim dan BNN Kabupaten/Kota se-Kaltim.

Agus Saryono: Napi Kasus Narkoba di Tarakan Paling Berbahaya

Dalam kegiatan tersebut Kepala BNN Provinsi Kaltim, Brigjen Pol, Raja Haryono menghadirkan nara sumber Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung, Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum, Jaksa dari Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Dr. Dedy Siswadi, SH., MH, dan dari Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol, Drs. Jackson Lapalonganga, M.Si. Bertindak sebagai moderator Direktur Hukum BNN, Drs. Ersyiwo Zaimaru SH., MH.

Penanganan masalah narkotika perlu secara menyeluruh dan komprehensif melalui upaya tegas dalam pemberantasan jaringan dan peredaran gelap  narkotika untuk mengurangi ketersedian zat di masyarakat dan pendekatan humanis melalui pemberian rehabilitasi bagi pecandu narkotika. Penanganan secara menyeluruh dan komprehensif bertujuan untuk menekan permintaan narkotika yang kemudian berimplikasi juga terhadap ketersediannya di lingkungan masyarakat.

aa
Peserta Peningkatan Kompetensi Aparat Penegak Hukum dalam Penanganan dan Rehabilitasi Pengguna Narkotika di Samarinda, Senin (5/11/2018). (Foto Niaga.Asia)

Menurut Heru Winarko, UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah mencantumkan pengaturan dalam pelaksanaan rehabilitasi bagi para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia baik secara suka rela maupun proses hukum. “Pengaturan tersebut merupakan payung hukum bagi praktisi hukum, kesehatan dan sosial, khususnya untuk melaksanakan program rehabilitasi kepada para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika,” ujarnya.

Pemerintah telah menunjukkan perhatian dalam mengembangkan strategi yang terpadu dan seimbang untuk mengatasi masalah terkait narkotika. Termasuk diantaranya upaya untuk merujuk pecandu dan korban penyalahgunaan terkait hukum ke dalam rehabilitasi sebagai alternatif hukuman pemenjaraan. Hal demikian, kata Kepala BNN, sesuai rekomendasi terbaru dari Unggass dan dimasukkan dalam World Drug Report Tahun 2016.

Semangat membantu pecandu dan korban penyalagunaan narkotika telah ditunjukkan oleh banyak lembaga seperti Kementerian Kesehatan, Sosial, Mahkamah Agung, Kejaksaan, Kepolisian, Kemenkumham, dan BNN telah melakukan pendekatan berfokus pada rehabilitasi, termasuk pembentukan TAT. “TAT dirancang untuk menilai dan memberikan rekomendasi untuk menempatkan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yang terkait hukum ke dalam lembaga rehabilitasi,” papar Heru.

Sinkronisasi dan koordinasi antar Kementerian/Lembaga untuk mencapai kesamaan persepsi dan pemahaman mengenai penempatan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi dituangkan dalam sebuah Peraturan Bersama yang ditandatangani oleh 7 Kementerian/Lembaga yang terkait dalam upaya penegakan hukum dan pemberian layanan rehabilitasi medis dan sosial.

“Sejak ditandatanganinya Peraturan Bersama Tahun 2014, implementasi penempatan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam rehabiltasi telah mengalami peningkatan, mesikipun bila dilihat perbandingannya secara kuantitas masih jauh lebih banyak pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas),” terang Heru (001).