Penurunan Emisi Karbon, Kutim Masuk Percontohan

Suasana sosialisasi penurunan emisi carbon di Hotel Royal Victoria. (Foto: Irfan Humas)

SANGATTA.NIAGA.ASIA – Giliran Kutai Timur yang dikunjungi oleh pihak penyelenggara terkait sosialisasi dan fasilitasi Sistem Measurement, Monitoring, and Reporting (MMR) Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Sisten Regristi Nasional (SRN), dalam mendukung program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund. Sejumlah tindak lanjut upaya dilakukan mencuat dalam kegiatan berkonsep diskusi, di Pelangi Room, Hotel Royal Victoria, Selasa (22/10).

Salah satunya, menindaklanjuti Kaltim yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai pilot project Program Penurunan Emisi Carbon sejak 2015. Program nasional didanai World Bank, melibatkan tujuh kabupaten dan satu kota yang terbagi dalam empat region.

“Hari ini, kita sosialisasi di Kutim yang masuk dalam region 2 bersama Kutai Kartanegara (Kukar). Tujuh kabupaten dan satu kota itu terbagi dalam empat region. Region 1 yaitu Paser, Penajam Paser Utara (PPU) dan Balikpapan. Region 2 yaitu Kukar dan Kutim. Region 3 Berau serta Region 4 Kubar dan Mahulu,” kata Kasi Pemeliharaan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kaltim Muhammad Fadli.

Ditambahkan Fadli, target dari sosialiasi ini merangkul pihak pemda, dan masyarakat bagaimana cara melaporkan kegiatan penurunan emisi gas, hingga titik hot spot yang menyebabkan kebakaran. FCPF ini berfokus dalam penurunan emisi gas yang disebabkan oleh deforestasi maupun degradasi hutan. Sedangkan, untuk limbah dan emisi gas serta energi tidak masuk penilaian.

“Targetnya sih 150 kampung iklim. Tapi kalau 200 justru lebih bagus hingga tahun 2030. Sosialisasi ini sangat penting untuk menginformasikan secara transparan, kepada masyarakat, khususnya yang dekat dengan hutan dan apa imbal balik (kompensasi/insentif) yang mereka terima tanpa ada paksaan,” jelasnya.

Sementara itu, staf dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yanto Rachmayanto mengutarakan lokasi penurunan emisi berbasis lahan mengunakan pendekatan yurisdiksi (wilayah/daerah tempat berlakunya sebuah undang-undang yang berdasarkan hukum lewat inisiasi kerjasama sejak 2012 mulai dari anaslisis lahan, faktor emisinya, hingga pemilihan lokasi.

Untuk diketahui, sekitar setengah dari wilayah Kaltim ditutupi oleh hutan hujan tropis yang merupakan rumah bagi kekayaan keanekaragaman hayati yang signifikan secara global, dan yang mendukung masyarakat adat dan komunitas lokal lainnya.

“Jika program pengurangan emisi diimplentasikan di Kaltim, maka tidak saja akan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, akan tetapi program ini juga akan mendukung tata kelola lahan yang lebih baik, meningkatkan mata pencaharian masyarakat lokal, dan melindungi habitat berbagai spesies yang rentan dan hampir punah di Kaltim,” tutupnya. (hms13)