Oleh : Arsinah, M.SI
Dosen FTIK UINSI Samarinda

Setiap tahun, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional (HAN) pada tanggal 23 Juli. Perayaan ini bukan hanya momen seremoni belaka, tetapi menjadi pengingat kolektif bagi seluruh elemen masyarakat akan pentingnya pemenuhan hak dan perlindungan terhadap anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Anak bukan hanya bagian dari masa depan, tetapi juga bagian penting dari masa kini yang membutuhkan perhatian, kasih sayang, serta perlindungan secara menyeluruh.
Peringatan Hari Anak Nasional memiliki akar sejarah yang kuat. Ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984, HAN bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak anak dan memperkuat komitmen berbagai pihak dalam menciptakan lingkungan yang ramah anak.
Dalam konteks global, peringatan ini juga sejalan dengan prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child/CRC) yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990.
Tema-tema HAN setiap tahunnya pun terus diperbarui untuk menyesuaikan dengan tantangan zaman. Tahun demi tahun, isu-isu yang diangkat mencakup pentingnya pendidikan yang inklusif, perlindungan dari kekerasan, penghapusan pekerja anak, hingga peran keluarga dan masyarakat dalam mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.
Melalui artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai hak dan perlindungan anak, sejauh mana negara hadir untuk menjamin terpenuhinya hak-hak tersebut, serta bagaimana peran masyarakat dan lembaga pendidikan dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga anak-anak Indonesia dari ancaman yang merusak masa depan mereka.
Hak-Hak Anak
Konvensi Hak Anak (CRC) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 20 November 1989 merupakan instrumen hukum internasional pertama yang secara khusus mengatur hak-hak anak secara menyeluruh.

Dokumen ini mengikat negara-negara yang telah meratifikasinya, termasuk Indonesia, untuk menjamin bahwa setiap anak—tanpa diskriminasi apa pun—memperoleh perlindungan hukum dan sosial yang layak.
Konvensi ini terdiri dari 54 pasal yang mencakup empat prinsip utama:
- Non-diskriminasi: Setiap anak berhak atas perlindungan dan pelayanan tanpa membedakan ras, agama, jenis kelamin, status sosial, atau kondisi lainnya.
- Kepentingan terbaik anak: Segala kebijakan dan tindakan yang diambil oleh negara, lembaga, atau individu harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
- Hak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang: Anak berhak untuk hidup dan memperoleh kesempatan maksimal untuk berkembang secara fisik, mental, emosional, dan sosial.
- Hak untuk didengar: Anak berhak menyampaikan pendapat dalam segala hal yang menyangkut dirinya, dan pendapat tersebut harus dipertimbangkan secara serius.
Hak-Hak Anak yang Harus Dipenuhi
Secara umum, hak-hak anak dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok utama:
1.Hak Sipil dan Kebebasan
Anak memiliki hak untuk memiliki nama, kewarganegaraan, identitas, kebebasan berekspresi, kebebasan berpikir, dan perlindungan dari penyalahgunaan.
2.Hak atas Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
Anak berhak hidup dalam lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang dan, jika perlu, memperoleh pengasuhan alternatif yang layak.
3.Hak atas Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan
Ini mencakup akses terhadap layanan kesehatan, gizi yang memadai, air bersih, dan lingkungan yang sehat.
4.Hak atas Pendidikan, Rekreasi, dan Budaya
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan, waktu bermain, serta menikmati kehidupan budaya dan seni.
5,Hak atas Perlindungan Khusus
Termasuk perlindungan terhadap eksploitasi ekonomi, perdagangan manusia, kekerasan, penyalahgunaan narkoba, dan situasi konflik bersenjata.

Memenuhi hak-hak ini bukan semata tugas negara. Orang tua, guru, masyarakat, media, bahkan anak-anak sendiri harus bersama-sama memahami dan menjunjung tinggi hak-hak tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Perlindungan Anak
Anak adalah individu yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Dalam tahap ini, mereka sangat rentan terhadap berbagai bentuk ancaman, mulai dari kekerasan fisik dan emosional, eksploitasi ekonomi, pernikahan dini, hingga perdagangan anak. Perlindungan anak menjadi sangat penting karena masa kanak-kanak adalah fondasi dari kepribadian dan masa depan mereka.
Perlindungan anak bertujuan untuk memastikan bahwa setiap anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Hal ini mencakup pencegahan terhadap kekerasan, intervensi saat terjadi pelanggaran, serta rehabilitasi bagi anak-anak yang telah mengalami trauma atau eksploitasi. Perlindungan ini bukan hanya berbicara tentang tindakan fisik, tetapi juga mencakup perlindungan emosional, sosial, hukum, dan spiritual.
Tanpa perlindungan yang memadai, anak-anak berisiko tinggi mengalami gangguan psikologis, putus sekolah, keterlibatan dalam tindak kriminal, bahkan mengalami kematian dini. Oleh karena itu, investasi dalam perlindungan anak bukan hanya bentuk kemanusiaan, tetapi juga langkah strategis dalam membangun sumber daya manusia yang unggul.
Jenis-Jenis Perlindungan Anak
1.Perlindungan Hukum
Meliputi kebijakan dan undang-undang yang menjamin hak-hak anak, seperti UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 dan peraturan turunannya.
2.Perlindungan Sosial
Program jaminan sosial, bantuan langsung tunai, layanan konseling, dan rumah aman bagi anak korban kekerasan.
3.Perlindungan Kesehatan
Akses terhadap imunisasi, layanan kesehatan ibu dan anak, pencegahan stunting, serta kesehatan mental anak.
4.Perlindungan Pendidikan
Menjamin akses pendidikan dasar gratis, sekolah aman, kurikulum yang ramah anak, dan bebas dari perundungan (bullying).
5.Perlindungan dari Media Negatif
Pengawasan terhadap konten digital, media sosial, dan siaran publik agar anak tidak terpapar pornografi, kekerasan, atau hoaks.
Upaya Perlindungan Anak di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen terhadap perlindungan anak melalui berbagai kebijakan dan program. Beberapa di antaranya adalah UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sebagai amandemen dari UU No. 23 Tahun 2002, menegaskan bahwa anak adalah amanah Tuhan dan memiliki hak hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal.

Pembentukan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), lembaga independen yang bertugas mengawasi pelaksanaan perlindungan anak serta memberi rekomendasi kebijakan.
Program Kota Layak Anak (KLA), yang mendorong integrasi hak anak ke dalam sistem pemerintahan daerah.
Sistem Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), yang mengajak masyarakat untuk aktif terlibat dalam mendeteksi dan mencegah kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar.
Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) secara rutin menginisiasi kampanye nasional seperti Stop Kekerasan terhadap Anak, Sayangi Anak Indonesia, dan Indonesia Layak Anak 2030.
Peran Masyarakat dalam Perlindungan Anak
Perlindungan anak tidak bisa berhasil tanpa keterlibatan aktif masyarakat. Berikut beberapa bentuk partisipasi yang bisa dilakukan keluarga sebagai pelindung pertama: Orang tua dan wali bertanggung jawab langsung terhadap pengasuhan yang penuh kasih, komunikasi yang sehat, dan pembentukan karakter anak.
RT/RW dan tokoh masyarakat: Dapat menjadi agen pelapor atau fasilitator dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak.
Organisasi masyarakat dan LSM: Menyediakan pendampingan hukum, pendidikan alternatif, dan rehabilitasi bagi anak korban kekerasan atau eksploitasi.
Media dan teknologi informasi: Berperan besar dalam membentuk opini publik, menyebarkan edukasi perlindungan anak, dan menyediakan ruang yang sehat bagi anak di dunia digital.
Peran Lembaga Pendidikan
Universitas memiliki peran strategis dalam mendorong perlindungan anak melalui tiga pilar utama: pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
1.Pendidikan dan Kurikulum
Program studi seperti psikologi, pendidikan anak usia dini, hukum, dan kesejahteraan sosial dapat membekali mahasiswa dengan pemahaman mendalam mengenai isu-isu anak. Mata kuliah khusus mengenai perlindungan anak, hak-hak anak, dan advokasi sosial harus diperkuat.
2.Penelitian
Universitas sebagai pusat ilmu pengetahuan dapat melakukan riset-riset berbasis data mengenai kasus kekerasan terhadap anak, penyebab utama, serta solusi lokal yang kontekstual. Hasil riset ini penting untuk menjadi acuan dalam perumusan kebijakan nasional maupun daerah.
3.Pengabdian Masyarakat
Melalui kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata), mahasiswa dapat menjadi fasilitator edukasi hak anak, pengajar literasi dasar, maupun penggiat parenting education di wilayah tertinggal.
Pendidikan Inklusif untuk Semua
Pendidikan inklusif adalah pendekatan yang memastikan semua anak—termasuk anak dengan disabilitas, dari kelompok minoritas, atau dari keluarga marginal—dapat mengakses pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminasi.

Pendidikan inklusif mengajarkan nilai toleransi, empati, dan penghargaan terhadap keberagaman sejak dini. Ini menjadi pondasi kuat dalam menciptakan masyarakat yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara sosial dan emosional.
Praktik pendidikan inklusif harus ditunjang oleh Pelatihan guru tentang metode pembelajaran diferensial; Penyediaan sarana prasarana yang ramah anak dan difabel; dan Kolaborasi dengan psikolog anak, ahli terapi, dan pekerja sosial.
Kesimpulan
Hari Anak Nasional bukan sekadar perayaan tahunan, tetapi momentum reflektif bagi seluruh bangsa untuk menilai kembali sejauh mana hak dan perlindungan anak telah dipenuhi. Setiap anak memiliki hak dasar untuk hidup, belajar, bermain, dan tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Konvensi Hak Anak PBB memberikan pijakan global yang jelas tentang apa yang seharusnya diterima setiap anak. Namun implementasi hak dan perlindungan ini memerlukan sinergi kuat antara negara, masyarakat, lembaga pendidikan, dan keluarga.
Di tengah tantangan modern seperti eksploitasi digital, kekerasan berbasis gender, dan ketimpangan pendidikan, komitmen kolektif untuk melindungi anak harus diperkuat. Universitas dan institusi pendidikan harus mengambil peran aktif dalam membentuk generasi yang sadar dan peduli terhadap isu anak. Pemerintah wajib konsisten dalam regulasi dan pengawasan, sementara masyarakat harus berani bertindak ketika melihat pelanggaran terhadap anak di sekitar mereka.
Mari kita jadikan setiap Hari Anak Nasional sebagai pengingat untuk terus berjuang demi masa depan anak-anak Indonesia. Karena melindungi anak berarti menjaga masa depan bangsa.@
Tag: Opini