Perluas Akses Penyediaan BBM, BPH Migas Akan Hadirkan Lembaga Penyalur di Tiap Desa

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Pemerintah terus berkomitmen untuk memperluas akses penyediaan energi seluruh wilayah Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah berharap di setiap desa terbangun lembaga penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM).

“Idealnya kita berharap, Pemerintah melalui BPH Migas ingin di setiap desa itu punya penyalur atau SPBU. Tinggal kategorinya saja, apakah mini ataukah sedang atau yang besar. Tapi kita ingin untuk menjamin ketersediaan BBM di seluruh NKRI mestinya idealnya dibangun di 75 ribu desa. Ini tantangan 5 atau 10 tahun ke depan,” ujar Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa dalam diskusi virtual tentang Dampak Covid-19 Terhadap Sektor BBM, Jumat (12/6), sebagaimana dilaporkan situs esdm.go.id.

Jumlah lembaga penyalur, sambung Ifan – sapaan Fanshurullah, saat ini dinilai kurang ideal untuk mengoptimalkan pendistribusian BBM ke pelosok-pelosok Indonesia. Lembaga penyalur tersebut terdiri dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB), Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), dan Agen Premium Minyak dan Solar (APMS). “Saat ini baru terbangun 7.251 lembaga penyalur dan 192 terminal BBM,” jelas Ifan.

Ifan menyampaikan, untuk menjamin distribusi BBM, perlu juga dilakukan pengawasan terhadap kegiatan pengangkutan dan niaga gas bumi melalui pipa dengan panjang pipa transmisi 5.192,12 KM dan panjang pipa distribusi 6.133,54 KM. “Untuk pipa-pipa yang pernah dibangun, transmisi, distribusi, ribuan kilo ini perlu diawasi, terutama untuk kebutuhan industri,” ungkap Ifan.

Sebagai informasi, berdasarkan paparan Ifan, tercatat rata-rata BBM yang tersalurkan adalah 83,3 juta KL per tahun dengan jumlah Badan Usaha (BU) yang diawasi sejumlah 1.166 BU BBM dan 35 BU Gas Bumi.

Gandeng Universitas Indonesia

Guna menjawab sejumlah masalah dan tantangan tersebut, BPH Migas menjalin kerja sama baru dengan Universitas Indonesia. Kerja sama ini menyangkut riset terkait pengkajian, sosialisasi, dan pengabdian kepada masyarakat di sektor hilir migas dalam upaya menangani dampak pandemi COVID-19 sekaligus untuk menyusun kebijakan jangka panjang. “Nanti akan dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama, bisa juga dengan fakultas,” jelas Ifan.

Tedapat 4 (empat) poin utama kerja sama antara BPH Migas dan Universitas Indonesia, yakni kajian kebutuhan JBT (Jenis BBM Tertentu) untuk konsumen pengguna transportasi khusus, darat, dan non-transportasi; kajian penyusunan Rencana Strategis BPH Migas 2020-2024; kajian multiplier effect dan nilai tambah atas pemanfaatan iuran BPH Migas; dan kerja sama lain sesuai kesepakatan.

“Ini tantangan bagaimana kerja sama BPH Migas dengan civitas akademika termasuk UI untuk mewujudkan regulasi sehingga terjadi efisiensi untuk kepentingan rakyat,” Ifan melanjutkan.

Ifan menjelaskan, pengembangan kerja sama dengan sejumlah pihak menggunakan dana operasional pemasukan BPH Migas yang berasal dari badan usaha migas sebesar Rp1,3 triliun. Dari jumlah itu, hanya Rp 250 miliar yang digunakan untuk operasional. Sehingga, Rp 1 triliun lebih digunakan BPH untuk mengembangkan kerja sama dengan sejumlah pihak untuk mengatasi persoalan hilir migas, seperti cadangan BBM Nasional. “Saat ini yang ada baru cadangan operasional badan usaha,” tuturnya.

Sementara itu, Rektor UI Ari Kuncoro menyambut baik kerja sama tersebut. Tujuannya agar riset di kampus tidak sekedar menjadi menara gading atau pengamat saja. “Metodologi tidak efektif jika tidak diimplementasikan. Diharapkan dengan kajian yang dilakukan dapat menjadi solusi terbaik bagi Pemerintah dalam merespon dampak terhadap pandemi ini,” tegas Ari. (001)

Tag: