Pers Nasional Perlu Menghindari Ketergantungan Berlebihan Terhadap Platform Global

KENDARI.NIAGA.ASIA– Keberlanjutan dalam jangka panjang media massa perlu dibangun di atas kemandirian yang kuat. Untuk itu Konvensi Nasional Media Massa 2022 mendorong komunitas pers nasional Indonesia dan pihak yang terkait mulai mengupayakan berbagai inisiatif ke arah terbangunnya kemandirian tersebut.

Demikian siaran pers  Tim Perumus Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022  beranggotakan Agus Sudibyo, Eduard Depari, Kemal Effendi Gani,  Frans Surdiasis, Neil Tobing, Wenseslaus Anggut,  Candi Sinaga, dan Christina Chelsea, terkait Membangun Model Media Massa Yang Berkelanjutan, Selasa (8/2/2022)

Untuk itu, kata Tim Perumus Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022 , Pertama;  pers Indonesia mesti menyeimbangkan antara model bisnis yang bertumpu pada pendapatan iklan programatik dengan model bisnis yang bertumpu pada pendapatan iklan langsung (direct sale).

Keseimbangan ini diperlukan guna menghindari ketergantungan berlebihan terhadap platform global sehingga diharapkan pers nasional bertumbuh dalam kapasitas ekonominya sendiri. Sebagaimana diketahui, terlepas dari manfaatnya dalam menambah pendapatan media, periklanan programatik membuat media menjadi sangat tergantung pada pihak eksternal dalam mengembangkan model bisnisnya.

Model bisnis yang bertopang pada periklanan programatik juga mendorong media untuk menjalankan praktik jurnalisme yang terlalu berorientasi pada shareability, kepada kuantitas berita, dan cenderung mengabaian persoalan kualitas dan kepantasan jurnalistik.

“Periklanan programatik juga bisa berdampak negatif terhadap brand recognition perusahaan media di mata pengiklan,” terang Tim Perumus.

Kedua, pers Indonesia mesti menyeimbangkan akses langsung pengguna ke website media dengan akses tidak langsung pengguna yang difasilitasi platform media sosial, mesin pencari atau agregator berita.  Akses langsung ke media bagaimana pun menggambarkan kekuatan brand media dan kekuatan brand inilah yang perlu dibangun guna menopang kapasitas bisnis jangka panjang media massa.

“Akses pengguna melalui perantaraan platform media sosial, mesin pencari atau agregator berita memang diperlukan untuk menaikkan trafik atau leverage website media. Namun, ketergantungan berlebihan terhadap platform digital ini membuat website media sangat rentan terhadap dampak negatif perubahan sistem algoritma yang selalu t secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan dilakukan platform digital,” ungkap Tim Permus.

Ketergantungan terhadap platform digital dalam mendistribusikan konten dalam jangka panjang juga dapat membuat media mengalami krisis brand recognition di hadapan khalayaknya, serta kehilangan peluang terbaik untuk mengumpulkan dan mengelola data pengguna secara mandiri dan prospektif untuk mode periklanan yang lebih efektif.

Ketiga, menyambungkan poin kedua dan ketiga di atas, dapat ditegaskan penting media massa Indonesia mempertahankan atau meningkatkan hubungan langsung (direct relation) dengan kalangan pengiklan dan khalayak pengguna.

“Media massa harus menjadi pihak yang kredibel, mandiri, dekat dan terpercaya di mata pengiklan dan khalayak,” terangnya.

Keempat, komunitas media massa di Indonesia mesti secara bersama-sama mempertimbangkan inisiatif-inisiatif kolaborasi antar media. Kolaborasi pendistribusian dan monetisasi konten terkurasi, kolaborasi penambangan dan pengelolaan data pengguna secara integratif, serta kolaborasi untuk mengendalikan arus disinformasi dan hoaks yang mersahkn masyarakat atau memecah-belah bangsa.

“Kolaborasi ini sangat penting untuk mereservasi jurnalisme berkualitas di era epidemi disinformasi, serta untuk bersama-sama membangun model bermedia yang berkelanjutan,” sran Tim Perumus.

Kelima, pada akhirnya, komunitas pers nasional Indonesia harus kembali kepada khittah sebagai kekuatan keempat demokrasi dan ruang publik yang beradab. Untuk itu, berpegang teguh kepada jurnalisme berkualitas atau jurnalisme publik adalah mutlak harus dilakukan.

Untuk menghindari tekanan disrupsi, lanjut Tim Permus,  media massa harus bisa menghadirkan sesuatu yang sulit ditemukan publik di jagat media baru. Di jagat media baru, kebaikan dan keburukan informatif bercampur-baur, berita yang benar dan kabar bohong berkelindan sedemikian rupa.

“Hal yang sulit diperoleh publik dari jagat media baru itu adalah, kebaikan yang telah dipisahkan dari keburukan, kebenaran yang telah dilepaskan dari kabar bohong. Jurnalisme berkualitas jelas menjadi solusi di sini,” uajrnya.

Media massa profesional memiliki kemampuan lebih besar untuk mewujudkannya dibandingkan dengan media baru. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa kembali kepada khittah jurnalisme berkualitas bukan hanya soal idealisme pers, tetapi juga soal bagaimana menyelamatkan diri dari gelombang disrupsi.

Sumber : Siaran Pers HPN 2022 | Editor : Intoniswan

Tag: