Perubahan Iklim jadi Tantangan Pembangunan yang Perlu Diwaspadai

Dalam foto ini disediakan oleh Penjaga Pantai Filipina, penyelamat menggunakan perahu untuk mengevakuasi penduduk dari daerah banjir akibat Badai Tropis Nalgae di Parang, provinsi Maguindanao, Filipina selatan pada hari Jumat 28 Oktober 2022. (Penjaga Pantai Filipina melalui AP)

JAKARTA.NIAGA.ASIA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa selain ketidakpastian berbagai indikator perekonomian, perubahan iklim juga menjadi tantangan pembangunan yang perlu diwaspadai.

Berbagai respon telah dilakukan pemerintah dalam rangka untuk mengatasi ancaman dari perubahan iklim, misalnya dengan berkontribusi dalam rangkaian kegiatan Conference Of The Parties (COP) United Nations Framework Convention On Climate Change (UNFCCC) yang dibentuk sejak tahun 1992. Dalam hal ini, melatarbelakangi terbentuknya beberapa kesepakatan seperti Paris Agreement dan Glasgow Pacts.

“Di dalam rangka untuk terus berfokus kepada koalisi secara global dalam memerangi perubahan iklim, yaitu bagaimana dunia harus menghindari agar kenaikan suhu tidak melewati 1,5 derajat celcius dibandingkan pada masa revolusi industri. Dengan tekad yang lebih ambisisus ini maka seluruh dunia harus berkontribusi,” kata Sri Mulyani pada acara Town Hall Meeting TEMPO bertema “Orang Muda bersama Sri Mulyani Indrawati”, di Jakarta, Kamis 15 Desember 2022.

Salah satu fokus yang dianggap memberikan kontribusi terhadap kenaikan CO2 terbesar terdapat pada sektor energi. Dalam hal ini, Indonesia berkomitmen menurunkan CO2 melalui Nationally Determined Contribution (NDC) yang sudah disampaikan dalam Paris agreement bahwa Indonesia akan menurunkan 29% persen dengan menggunakan sumber daya sendiri, atau 41 persen dengan dukungan internasional.

Dari sisi pembiayaan secara keseluruhan, Menkeu mengatakan bahwa estimasi biaya yang dibutuhkan hingga tahun 2030 mencapai Rp 4.002,43 triliun untuk bisa mencapai tingkat penurunan CO2 yang diharapkan.

“Untuk bisa menjalankan program penurunan CO2 pasti kita membutuhkan dana yang tidak hanya berasal dari APBN, melainkan bagaimana mengkomparasikan antar negara policy-policy mana yang bisa kita gunakan untuk menarik modal atau dana anggaran yang berasal dari sumber privat dan juga filantropis untuk kita bisa blending di dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan biaya melakukan konversi energi, menjaga hutan serta menangani limbah,” ujar Sri Mulyani.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan peranan APBN dan instrumen fiskal dalam penanganan perubahan iklim ini dapat muncul dalam berbagai hal, salah satunya dalam melakukan pengembangan energi baru dan terbarukan, serta teknologi bersih melalui berbagai kemungkinan pemberian insentif, seperti insentif perpajakan baik di pemerintahan pusat maupun daerah.

“Kementerian Keuangan juga melakukan berbagai inovasi pembiayaan di dalam rangka untuk mendukung pembangunan yang sustainable atau SDG. Kita mengeluarkan Green Sukuk, SDG Bonds, sekarang ini kita bahkan membentuk yang disebut Badan Layanan Umum untuk mengelola dana-dana untuk climate change. BPDLH adalah salah satu badan untuk pengelolaan lingkungan hidup, termasuk dana reboisasi. Berbagai dukungan internasional kita juga masukkan disini,” terangnya.

Selain itu, Kementerian Keuangan juga memiliki Special Mission Vehicle (SMV) seperti PT SMI sebagai platform kerjasama pendanaan terintegrasi melalui skema blended finance dalam SDG Indonesia one, serta Kementerian Keuangan juga ikut aktif di dalam Green Climate Fund (GCF) dimana Indonesia akan mengajukan berbagai proyek dan program penurunan CO2 untuk mendapatkan dukungan dari sisi pendanaan, teknikal dan teknologi.

“Pembiayaan inovatif dalam bentuk issuance atau penerbitan surat berharga yang Green juga merupakan salah satu ciri Indonesia. Indonesia adalah emerging country pertama yang menerbitkan Green Sukuk. Ini juga membangun reputasi Indonesia sebagai negara yang sangat inovatif di dalam pembiayaan,” Sri Mulyani menerangkan.

Menurut Sri Mulyani, dengan Green Sukuk ini Indonesia bisa membiayai proyek energi terbarukan, efisiensi energi, pengolahan limbah, transportasi yang berkelanjutan sustainable transport, serta berbagai Proyek lainnya yang esuai dengan komitmen penerapan penurunan CO2.

Sri Mulyani juga menjelaskan upaya pemerintah lainnya dalam menangani perubahan iklim yaitu dengan mengeluarkan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yaitu melalui penerbitan Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021 mengenai Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan pasar karbon kepada seluruh pengusaha dan pelaku usaha mengenai polluters pay principle. Namun menurut Sri Mulyani, ini adalah sebuah desain kebijakan yang sangat rumit yang membutuhkan regulasi, administrasi, memerintah, mengawasi dan melaksanakan mekanisme pasar yang kredibel.

“Maka market karbon akan menjadi salah satu tantangan sekaligus jawaban bagi cilimate change. Untuk itu, Indonesia harus menyiapkan banyak sekali dari mulai kerangka kebijakannya, kemampuan teknisnya, reputasi di dalam menghitung karbon secara kredibel, dan juga bagaimana regulasi pasar itu diawasi,” jelas Sri Mulyani.

Sebagai penutup, menkeu menjelaskan mengenai pentingnya transisi energi karena kebutuhan akan energi yang terus meningkat. Seperti halnya memikirkan cara memenuhi kebutuhan konsumsi listrik namun dengan CO2 yang makin kecil. Salah satu caranya dengan mengkonversi dari energi yang berbasis bahan dasar fosil menjadi energi listrik terbarukan atau green.

“Indonesia selama Presidensi G20, kami sangat agresif untuk terus menegosiasikan menyampaikan bahwa kalau Indonesia sukses di dalam mendesain transisi energi ini, maka ini akan bisa menjadi contoh bagi banyak negara-negara, baik negara berkembang hingga negara maju,” ungkap Sri Mulyani.

Untuk itu, Sri Mulyani berpesan kepada para generasi muda agar dapat menyalurkan semangatnya, idealismenya, serta energinya untuk dapat meningkatkan kompetensi di dalam memahami konstelasi baik di dalam negeri maupun global.

“Oleh karena itu belajar terus, pahami dan tunjukan atau dalami itu. Ambil semua pengalaman dan juga taklukan berbagai tantangan-tantangan tidak hanya dari sisi retorika dan politis, tapi juga kompetensi teknis supaya Indonesia betul-betul bisa berjalan konsisten dari determinasi atau tekad untuk menghindarkan climate change catastrophic disaster menjadi sebuah kesempatan bagi kalian semua generasi muda untuk mengukir karya-karya dan juga mengukir karir anda ke depan,” tutupnya.

Sumber : Humas Kementerian Keuangan | Editor : Saud Rosadi

Tag: