Pilkada 2020: PPDP KPU Nunukan Temukan Warga Menolak Didata Sebagai Pemilih

Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP)  dari KPU Kabupaten Nunukan mendatangi rumah-rumah warga mencocokan data pemilih Pilkada 2020. (foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA– Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) Komisi Pemlihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mulai melaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pilkada 2020, dengan cara mendatangi dari rumah ke rumah.

“Coklit dimulai 15 Juli sampai 13 Agustus dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19,” kata Komisioner KPUD Nunukan Divisi Perencanaan, Data dan Informasi, Mardi Gunawan, Senin (20/07).

Metode pelaksanaan coklit  sama seperti Pilkada sebelumnya, yakni Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) yang berjumlah 553 orang melakukan coklit dengan menemui pemilih secara langsung satu per satu ditempat tinggalnya.

Dalam proses coklit, PPDP menemukan sejumah permasalahan seperti, adanya warga yang menolak di data dan didaftarkan dalam data pemilih, bahkan ada warga tidak ingin masuk dalam daftar pemilih karena alasan cape memilih – milih di pemilu.

Persoalan bahasa juga sering menjadi kendala, para PPDB pernah menjumpai warga yang ketika disapa dan meminta izin melakukan coklit tidak diraukan, ternyata pemilk rumah yang dipastikan warga pendatang ini tidak mengerti bahasa Indonesia.

“Petugas minta izin coklit tidak dihiraukan pemilik rumah, diajak bicara cuek saja tidak menjawab, ternyata orang tua itu hanya bisa berbahasa daerah,” ucap Mardi.

Disela-sela tugas coklit, para PPDP pernah menyampaikan keluhan dan meminta saran ke komisoner KPUD terkait adanya seorang warga yang terdaftar atau memiliki 3 kartu keluarga (KK) yang domisinya berbeda beda tempat.

Kejadian di Kecamatan Sebatik ini sempat membuat petugas kebingungan menentukan dan berprasangka adanya KK palsu, namun setelah dilakukan komunikasi, ternyata warga tersebut miliki 3 orang istri yang tiap istrinya memiliki KK dengan nama kepala kuluarga yang sama.

“Secara administrasi nama orang ini terdaftar di KK semua istrinya, tapi KK lamanya tidak berubah. Artinya, pendataan tetap mengacu pada KTP-e alamat saat itu dia berada,” terang Mardi.

Mardi menambahkan, petugas PPS dan PPK yang menemukan warga memiliki KK dibeberapa tempat tinggal berbeda wajib melakukan croscek di kantor kecamatan, carilah data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan cari informasi dimana orang tersebut tinggal.

Berdasarkan data SIAK, petugas coklik memutuskan bahwa orang tersebut tinggal dimana dan terdaftar di wilayah mana, kemudian nantinya akan terdaftar di TPS mana. Intinya, setiap warga Indonesia hanya terdaftar di satu tempat meski terdaftar di beberapa KK.

“Masalah warga Sebatik terdaftar di 3 KK sudah selesai. PPS dan PPK sudah mencoklik orang ini di satu KK atau di satu tempat tinggal bersama istrinya,” ujarnya.

Dilain tempat, petugas pernah berdebat dengan pemilik rumah karena menolak istrinya yang terdaftar dalam KK dilakukan coklit. Laki-laki ini beralasan bahwa istrinya sudah kabur dari rumah, sehingga tidak lagi dianggap sebagai keluarga.

PPS dan PPK tidak diperbolehkan menghilangkan hak seseorang terdaftar dalam data pemilih, meski orang yang bersangkutan berada ditempat lain. Pendataan tetap dilakukan kalau tetap menolak, harus ada surat pernyataan keterangan tidak bersedia didata sebagai pemilih.

“Pasal 177 dan Pasal 178 UU Nomor 10 Pilkda.tahun 2016 mengatur terkait pidana bagi petugas penyelenggara pemilu yang sengaja menghilangkan hak memilih,” kata Mardi. (002)

Tag: