Pilkada Samarinda: Soal Surat Suara Tidak  Sah 17.475, Rusak Atau Dirusak?

Ketua Bawaslu Kota Samarinda, Abul Muin. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Soal surat suara tidak sah di Pilkada Samarinda 2020 masih menjadi perbincangan masyarakat Samarinda di warung-warung kopi dan café, termasuk di media sosial, setelah KPU Kota Samarinda menyelesaikan rekapitulasi suara yang dipungut di TPS-TPS pada tanggal 9 Desember lalu pada level kecamatan, Senin (14/12/2020).

Ada yang berpikir jumlah surat suara tidak sah tersebut tidak masuk akal dan ada pula yang berpikir sebagian dari suara tidak sah itu adalah suara sah dari paslon wali kota dan wakil wali kota Nomor 01 (Barkati-Darlis) dan 03 (Zairin-Sarwono) yang dirusak oknum KPPS sehingga menjadi tidak sah.

Berdasarkan catatan Niaga.Asia, suara tidak sah di Pilkada Samarinda tahun 2020, sebanyak 17.475 adalah yang tertinggi dari dua kali Pilkada sebelumnya atau lebih banyak 5.266 dibandingkan Pilkada tahun 2015.

Pada Pilkada Samarinda 2010, surat suara tidak sah sebanyak 9.272, dan di Pilkada Samarinda 2015, surat suara tidak sah sebanyak 12.209.

Untuk mendapatkan keterangan soal  duduk perkara surat suara tidak sah tersebut, Niaga.Asia, Selasa (15/12/2020) menemui Ketua Bawaslu Kota Samarinda, Abdul Muin di kantornya di Jalan Arjuna.

Pertama Muin menjelaskan, surat suara yang digunakan pemilih tanggal 9 Desember adalah surat suara yang sudah disortir KPU Kota Samarinda dan diawasi petugas pengawas dari Bawaslu.

Surat suara yang cacat yang bisa mengakibatkan dianggap tidak sah nanti, sudah dimusnahkan.

“Jadi Bawaslu menganggap seluruh surat suara yang didrop ke TPS-TPS melalui PPK bersih dari cacat, clear and clean,” tegas Muin.

TPS 08 Kelurahan Sempaja Timur Pilkada Samarinda 2020. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

Kedua, surat suara setelah digunakan pemilih bisa tidak sah, banyak variannya, misalnya Ketua KPPS tidak menandatangani  surat suara yang digunakan pemilih, atau pemilih tidak mencoblos simetris, mencoblos menggunakan rokok atau membolongi dengan cara merobek, atau menggunakan alat selain paku yang telah disipakan di bilik suara.

“Petugas Bawaslu sendiri tidak merekap surat suara tidak sah itu berapa banyak disebabkan ketua KPPS tidak menandatangani surat suara, pemilih mencoblos lebih dari satu paslon, dan varian lainnya yang menyebabkan surat suara menjadi tidak sah,” ungkap Muin.

Ketiga; benar petugas pengawas lapangan mengawasi proses penghitungan suara di TPS-TPS, tapi sebetulnya surat suara tidak sah didasarkan pada penglihatan dan persetujuan ketiga saksi dari masing-masing paslon.

Perihal surat suara tidak sah ini juga diprotes Tim Kuasa Hukum Paslon 03, Muin mengatakan, setelah menerima aduan, kemarin, Bawaslu telah membentuk tim yang tugasnya melakukan kajian atas semua  pengaduan (lima item) dan dua tuntutan.

“Saat ini kami bersama tim pengkaji masih melakukan kajian atas pengaduan dan tuntutan kuasa hukum paslon 03. Karena tim masih bekerja, tanggapan final Bawaslu baru kami sampaikan ke publik setelah tim selesai bekerja,” pungkasnya.

Sementara itu Ketua KPU Kota Samarinda, Firman Hidayat yang dihubungi Niaga.Asia secara terpisah mengatakan, soal surat suara tidak sah sebanyak 17.475 itu saat ini sedang ditangani Bawaslu Samarinda.

“Kita tunggu saja apa tanggapan Bawaslu,” katan singkat.

Firman sendiri belum menjawab pertanyaan Niaga.Asia apakah ada komisioner KPU yang melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri surat suara yang kemudian dinyatakan tidak sah tersebut.  (001)

Tag: