PLN Raih Green Business Ratings Terbaik di Sektor Energi dan Pertambangan

Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Riyatno menyerahkan penghargaan Green Ratings 2024 kepada Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar di acara Green Economic Forum 2024, di Jakarta (foto : PT PLN/Niaga.Asia)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – PT PLN (Persero) meraih penghargaan Green Business Ratings atau pemeringkatan bisnis hijau terbaik pada sektor energi. Penghargaan itu diberikan atas upaya PLN menjalankan bisnis ramah lingkungan dan berkelanjutan di atas rata-rata industri lainnya.

Penilaian green business ratings berdasarkan aspek keberlanjutan, seperti efisiensi energi, pengelolaan limbah, perlindungan alam, tanggung jawab sosial perusahaan, pembiayaan, dan lain-lain, dimana fokus penilaian tahun 2024 adalah peran dan kebijakan perusahaan dalam meningkatkan transisi energi, baik melalui pembiayaan atau perbaikan model bisnis.

Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Riyatno mengatakan, pemerintah terus mendorong pengembangan ekonomi hijau untuk mendukung transisi energi, sekaligus pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kita harus menjaga upaya yang positif dan nyata. Ada beberapa proyek investasi pembangkit listrik EBT di Indonesia bekerja sama dengan sektor swasta, seperti PLTS terapung di Cirata, PLTA di Sidrap, Sulawesi, dan solar PV di Likupan,” ujarnya pada acara Green Economic Forum 2024 yang digelar CNBC Indonesia Research di Jakarta.

Riyatno menjelaskan pemerintah juga fokus pada hilirisasi industri hijau dalam negeri. Beberapa yang sedang menjadi perhatian adalah pengembangan ekosistem kendaraan listrik, pembuatan baterai, sistem penyimpanan energi dan daur ulang baterai.

“Dalam konteks ekonomi hijau, kita harus memperkuat industri hilir dengan nilai yang sejalan pada prinsip ekonomi hijau menggunakan teknologi pengolahan terbaru pengurangan jejak karbon,” sebutnya.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo memaparkan, pihaknya berkomitmen penuh melakukan transisi energi dan mendukung pemerintah mencapai target Net Zero Emissions (NZE) hingga tahun 2060.

“Kami melakukan perjuangan pada transisi energi bukan karena ada perjanjian internasional, tapi peduli menjaga bumi dan menghadirkan masa depan yang lebih baik,” terangnya.

Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar menyebutkan, PLN bersama pemerintah telah menjalankan berbagai inisiatif dalam transisi energi, sebagaimana Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) paling hijau sepanjang sejarah dengan mayoritas penambahan kapasitas pembangkit di tahun 2030 berasal dari EBT sebesar 51,6% (21 GW).

Beberapa langkah nyata lain telah dilakukan PLN adalah mengganti 800 Megawatt PLTU berbahan bakar batu bara dengan pembangkit gas, menghapus 13 GW PLTU dan menggantikan 1,8 GW PLTU dengan pembangkit EBT. Bahkan, 1,3 GW PLTU yang sudah dalam pipeline dan perjanjian pembelian tenaga listrik telah dibatalkan.

“Langkah ini dilakukan untuk bisa mengurangi emisi dari sektor pembangkitan. Kami berencana memberikan lebih banyak ruang bagi EBT untuk masuk dalam sistem kelistrikan,” ujar Suroso.

Kedepan, kata Suroso, pemerintah bersama PLN menyiapkan strategi Accelerated Renewable Energy Development (ARED) guna memfasilitasi penambahan kapasitas pembangkit yang 75% berbasis EBT dan 25% berbasis gas hingga tahun 2040.

Melalui ARED, PLN akan dapat mengatasi tantangan ketidaksesuaian antara lokasi mayoritas sumber EBT yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, dengan pusat permintaan listrik di perkotaan. Dengan membangun Green Transmission Line dan Smart Grid, PLN akan memecahkan tantangan intermittensi dari listrik EBT.

“Kami membangun suatu ekosistem menuju arah ramah lingkungan. skenario agresif ini harus mempunyai landasan yang jelas, karena itu pemerintah sedang menuangkan program ARED ke dalam RUPTL terbaru,” ungkapnya. (ADVERTORIAL)

Tag: