KOLOMBO.NIAGA.ASIA — Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan pada hari Minggu bahwa pemerintahnya bekerja untuk membuat presiden dan kabinet bertanggung jawab kepada parlemen, setelah aksi demonstrasi berminggu-minggu yang dipicu oleh krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dasawarsa.
Dihantam pandemi COVID-19, kenaikan harga minyak dan pemotongan pajak populis, Sri Lanka menghadapi inflasi yang merajalela dan kekurangan bahan bakar dan kebutuhan lainnya, sehingga mendorong pengunduran diri mantan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa dan kabinetnya bulan ini.
Wickremesinghe mengatakan pemerintahnya telah mengusulkan untuk memberlakukan undang-undang untuk memberi parlemen lebih banyak kekuatan.
Dia menerangkan bahwa dari selusin komite independen akan dibentuk untuk pengawasan parlemen dan pengawasan masalah keuangan.
“Sesuai dengan sistem baru yang kami usulkan, presiden akan dimintai pertanggungjawaban kepada parlemen. Kabinet menteri juga bertanggung jawab kepada parlemen,” kata Wickremesinghe dalam pidato yang disiarkan televisi, dilansir REUTERS, Minggu.
Usulan itu bisa memakan waktu beberapa pekan untuk disetujui, karena perlu diterima oleh kabinet dan Mahkamah Agung. Setelah itu akan mencari persetujuan parlemen.
Presiden Gotabaya Rajapaksa dan saudaranya, Mahinda, membatalkan serangkaian reformasi pemilu, kepolisian, dan keuangan yang diberlakukan oleh pemerintah sebelumnya, beberapa bulan setelah mengambil alih kekuasaan dengan mayoritas dua pertiga pada tahun 2020.
Para pemimpin oposisi menuduh pemerintah Rajapaksa secara tidak proporsional meningkatkan kekuasaan presiden dan melemahkan peran parlemen dalam pembuatan undang-undang.
Sumber : Kantor Berita REUTERS | Editor : Saud Rosadi
Tag: AsiaInternasionalKrisis Ekonomi