PMI Indonesia Sudah Meninggalkan Titik Terendah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

JAKARTA.NIAGA.ASIA– Kinerja manufaktur global di bulan Juni melanjutkan tren perbaikan yang mengindikasikan mulai pulihnya aktivitas ekonomi global. Data Purchasing Managers Indeks (PMI) beberapa negara menunjukkan aktivitas manufaktur telah kembali menggeliat di bulan Juni, begitu pula Indonesia yang sudah meninggalkan titik terendahnya.

“Perekonomian di bulan Juni sudah ada beberapa hal yang menunjukkan pembalikan. Dan ini yang menjadi alasan untuk kita, untuk bisa terus berpacu meningkatkan sentimen dan tren positif ini,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  (SMI) saat konferensi pers APBN KiTa bulan Juli 2020 secara daring, Senin sore (20/7/2020).

Namun, kata SMI, kontraksi ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan situasi geopolitik dunia, serta dampak lanjutan dari perang dagang di tahun sebelumnya, membuat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebagian besar negara di dunia masih melambat.

Pada kuartal kedua tahun ini, perekonomian Singapura yang sangat tergantung pada perdagangan internasional resmi jatuh ke dalam resesi, setelah tertekan hingga negatif 12,6 persen. Di sisi lain, ekonomi Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar Indonesia berbalik menguat sejauh positof 3,2 persen.

“Pemerintah berkomitmen untuk merespon pandemi dengan kehati-hatian (prudent) dan penuh kewaspadaan sehingga kebijakan yang ditempuh dapat lebih terarah dan terukur,” ujarnya.

Untuk menjaga ekonomi Indonesia tetap tumbuh di tengah tekanan global dan ketidakpastian akibat pandemi, Pemerintah telah memberikan stimulus fiskal untuk tiga prioritas utama yaitu kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan bagi dunia usaha, yang termaktub dalam program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).

Hal ini sejalan dengan langkah-langkah extraordinary yang dilakukan oleh banyak negara G-20 untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi, yang mencakup kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan, yang mana secara keseluruhan dukungan fiskal di negara G-20 mencapai sekitar USD10 triliun.

“Langkah-langkah tersebut disampaikan pada pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G-20 pada 18 Juli 2020,” kata SMI.

Di dalam pertemuan ini juga menyepakati bahwa respon kebijakan diperlukan untuk pemulihan yang merata, di mana kebijakan domestik harus fokus untuk pemulihan yang aman, kebijakan kolektif dari G-20 sangat penting untuk memulihkan pertumbuhan dunia, dan perlunya dimanfaatkan kesempatan untuk keberlanjutan dan inklusivitas masa depan. (*/001)

Tag: