PMI Tidak Resmi di Malaysia Diperkirakan Satu Juta Orang

aa
Ahmad Ramadhan. (Foto Budi Anshori)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Pekerja migran Indonesia (PMI) dengan status tidak resmi di Sabah dan Sarawak, Malaysia Timur pada awal tahun 2019 diperkirakan berjumlah satu juta orang. Dampaknya adalah, Nunukan akan terus-terusan menerima PMI yang dideportasi dari Tawau ke Nunukan. Sepanjang bulan Januari 2019, Nunukan telah menerima 500 PMI tidak resmi yang dideportasi ke Nunukan.

Hal itu diungkapkan Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Nunukan, Kombes Pol, Ahmad Ramadhan setelah melakukan komunikasi dengan Konsulat RI di Sabah, Malaysiadan disampaikan kepada wartawan dalam acara coffe morning di Nunukan, Kamis (21/2).

Biaya MCU Calon PMI di Nunukan Termahal di Indonesia

Menurut Ramadhan, Konsulat RI di Sabah, Malaysia hanya bisa memberikan angka satu juta berdasarkan perkiraan sebab, PMI tidak resmi dipastikan tidak tercatat dan dipastikan tidak akan melaporkan dirinya ke Konsulat RI. “Saya juga menerima informasi dari konsul, jumlah PMI yang berada di rumah tahanan sementara pemerintah Malaysia di Tawau masih sangat banyak dan menunggu dideportasi ke Nunukan setelah selesai menjalani hukum,” ungkapnya.

BP3TKI Nunukan mencatat sepanjang tahun  2017 dan 2018 PMI yang berangkat secara resmi ke Malaysia hanya sekitar 2.000 orang. Sedangkan PMI yang masuk ke Malaysia secara tidak resmi sepanjang tahun 2017 dan 2018 50.000 orang.

Kemudian PMI tidak resmi yang dideportasi dari Malaysia ke Nunukan sepanjang tahun 2018 sebanyak 2.105 orang. Dari 2.105 orang tersebut yang kembali ke Malaysia dengan dokumen resmi 197  orang. “Sisanya sebanyak 1.900 orang “hilang” begitu saja, tapi patut diduga masuk lagi ke Malaysia tanpa dokumen resmi dan menjadi PMI/TKI illegal di Malaysia,” kata Ramadhan.

Kembalinya PMI ke Malaysia secara illegal, menurut Ramadhan, selain faktor mahalnya biaya medical ceck-up di RSUD Nunukan yang mencapai Rp763.000 per orang, juga faktor banyaknya pelabuhan “tikus” atau pelabuhan tidak resmi di Nunukan. Perlintasan yang terbuka dari Nunukan ke Malaysia membuat pemerintah kesulitan mengatasi masalah pekerja Indonesia masuk secara illegal ke Malaysia.

“Pelabuhan “tikus” sebagai tempat pemberangkatan pekerja secara illegal cukup banyak dan tidak bisa dikontrol 24 jam. Sangat sulit bagi petugas membedakan mana penumpang biasa dan mana calon pekerja illegal atau TKI illegal,” katanya.

Di pelabuhan “tikus”, petugas harus jeli mengamati tiap calon penumpang, terkadang main tebak-tebakan. Dalam kondisi seperti itu, petugas sering kecolongan dalam upaya mencegah TKI berangkat secara illegal. “Banyaknya pelabuhan  tidak resmi di Nunukan  menyebabkan segala bentuk illegal berjalan dengan nyaman,” kata Ramadhan. Polri mencatat Kabupaten Nunukan sebagai salah satu pintu aktifitas Human Trafficking. Banyak perkaraTKI  terjadi di Malaysia setelah ditelusuri, mereka berangkat dari Nunukan atau pulau Sebatik,” tambahnya. (002)