PN Balikpapan Vonis Bersalah 7 Tapol dari Papua

Sejumlah demonstran menggelar aksi di Jakarta, menuntut pembebasan tujuh aktivis Papua yang tengah menjalani persidangan di Balikpapan, Kalimantan Timur. (Hak atas foto AFP/Getty Images Image caption)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA-Pengadilan Negeri Balikpapan, pada Rabu (17/06), telah menjatuhkan vonis terhadap tujuh tapol Papua dalam kasus tindakan makar terkait unjuk rasa menolak rasialisme pada Agustus 2019 di Papua.

Dalam sidang putusan yang disiarkan secara daring itu, demikian dilaporkan BBC News Indonesia, empat dari tujuh terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 10 bulan, yaitu eks Ketua BEM Universitas Cenderawasih Papua, Ferry Kombo; Ketua BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Alex Gobay; Hengky Hilapok; dan mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Irwanus Urobmabin.

Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan hukuman penjara lima hingga 10 tahun kepada mereka.

Tiga terdakwa lain, Buchtar Tabuni, seorang aktivis United Liberation Movement for West Papua, Agus Kossay, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB), dan Ketua KNPB Mimika, Steven Itlay, dihukum 11 bulan penjara.

Sebelumnya, Buchtar dituntut 17 tahun penjara, sedangkan Agus Kossay dan Steven Itlay dituntut 15 tahun penjara.

Setelah vonis dijatuhkan, mereka menyatakan akan menggunakan hak tujuh hari mempertimbangkan sikap terhadap vonis itu, menerima atau mengajukan banding.

Dalam putusannya, majelis hakim menilai yel-yel ‘Papua merdeka’ dan ‘referendum’, yang diserukan para pendemo di Jayapura tanggal 19 dan 29 Agustus sebagai perbuatan makar.

Simbol bendera bintang kejora yang digunakan para pendemo juga dipersoalkan oleh majelis hakim, walau saksi ahli yang dihadirkan para terdakwa, yaitu pakar hukum tata negara dari Universitas Airlangga menilai itu sebagai lambang kultural masyarakat Papua.

Penangkapan dan proses hukum terhadap tujuh orang asal Papua ini terjadi usai kasus ujaran rasial terhadap sekelompok mahasiswa Papua di Surabaya, 17 Agustus lalu.

Peristiwa itu memicu unjuk rasa dan kericuhan di berbagai kota di Papua, termasuk pemblokiran internet di seluruh pulau itu oleh pemerintah pusat—yang belakangan dinyatakan perbuatan melanggar hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. (*/001)

Tag: