Pokja 30 Kaltim Sesalkan Kebijakan Kaltim Steril Mendadak dan Tanpa Kompensasi

Koordinator LSM Pokja 30 Kaltim, Buyung Marajo. (Foto Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Koordinator LSM Pokja 30 Kaltim, Buyung Marajo menyesalkan kebijakan Kaltim Steril yang mendadak dan tanpa ada kompensasi kepada masyarakat yang terdampak larangan beraktivitas di luar rumah selama dua hari, Sabtu dan Minggu (6-7/02/2021).

“Kebijakan Kaltim Steril disebut gubernur untuk menekan penyebaran virus Corona, tapi itu kan baru asumsi, karena bukan hasil kajian ilmiah. Tapi dampaknya menimbulkan kepanikan, bahkan terjadi panic buying hari Jumat, ditambah pekerja harian kehilangan penghasilan dua hari,” kata Buyung pada Niaga.Asia, Minggu (07/02/2021).

Menurut Buyung, karena pandemi COVID-19 ini tak bisa diprediksi kapan berakhirnya, bisa jadi diperlukan kebijakan untuk mencegah penularannya lebih dari sekedar Kaltim Steril selama dua hari seminggu, maka sebelum suatu kebijakan diterapkan benar-benar dikaji dari semua aspek, termasuk dampak sosialnya, dan hati-hati.

“Kebijakan Kaltim Steril jelas merugikan  masyarakat menangah kebawah, buruh, kuli dan pedagang sayur di pasar,” katanya.

Bahkan, lanjut Buyung, karena kebijakan Kaltim Steril ini diterapkan mendadak dan tanpa penjelasan yang komprehensif, yang terkadi malahan masyarakat berkerumun di pasar-pasar dan toko-toko memborong sembako.

Buyung juga mengatakan, kebijakan Kaltim Steril tak memperhitungkan kewajiban pemerintah  menjaga stabilitas dan kepentingan masyarakat, serta perdagangan, distribusi bahan pokok dari kota ke pedalaman dan perbatasan.

“Itu kan merugikan pengusaha angkutan, termasuk angkutan sungai,” tandasnya.

Ditambahkan, kebijakan Kaltim Steril harus dibarengi dengan usaha-usaha preventif yaitu penindakan yang jelas dan tegas jika ada yang melanggar protokol kesehatan, mulai hari Senin (08/02/2021) sampai penularan COVID-19 benar-benar sudah sangat menurun.

Kompensasi

Buyung juga menyarankan memberi kompensasi kepada masyarakat paling terdampak  oleh adanya kebijakan Kaltim Steril, seperti buruh harian, pelaku UMKM, berupa bantuan keuangan dari masing-masing APBD kabupaten/kota se-Kaltim.

“Apa bila buruh harian tidak bekerja selama dua hari, jelas mereka kehilangan penghasilan antara Rp100 ribu sampai Rp200 ribu per minggu. Kalau dalam sebulan tak bekerja 8 hari, artinya mereka kehilangan penghasilan Rp1.600.000,” terangnya.

Selain itu Buyung juga minta pemerintah provinsi/kabupaten/kota membuka informasi  anggaran penanganan Covid 19 dan penggunaannya selama ini  ke publik.

“Rakyat berhak tahu, digunakan untuk apa saja anggaran COVID-19 yang bersumber dari APBD,” pungkasnya. (*/001)

Tag: