Polemik Pokir Berakhir, Seluruh Fraksi Sepakat Bahas APBD Nunukan

Sejumlah anggota DPRD Nunukan dari seluruh perwakilan fraksi-fraksi hari ini sepakat melanjutkan pembahasan APBD-Perubahan Tahun 2025 dan APBD-Murdi Tahun 2026. (Foto : Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA  – Pembahasan KUA-PPAS APBD-Perubahan  Nunukan tahun 2025 dan rancangan KUA-PPAS APBD Tahun 2026 yang sempat mandek di DPRD Nunukan, akhirnya terselesaikan setelah seluruh perwakilan fraksi menyatakan akan hadir di rapat paripurna.

“Persoalan di gedung DPRD Nunukan kemarin sudah selesainya, seluruh fraksi termasuk Hanura, Nasdem dan Gerindra sepakat melanjutkan pembahasan APBD-P 2025 maupun rancangan KUA-PPAS tahun 2026,” kata Arpiah pada Niaga.Asia, Jumat (15/08/2025).

Dengan hadirnya perwakilan ketiga fraksi di rapat paripurna, maka jumlah kehadiran anggota DPRD Nunukan dinyatakan kuorum dan sah untuk melakukan mengambil keputusan terhadap agenda rapat.

Kesepakatan anggota DPRD Nunukan membahas KUA-PPAS ditindaklanjuti pula dengan pertemuan intern yang dihadiri masing-masing perwakilan 7 fraksi yang menyatakan tidak lagi mempersoalkan keributan sebelumnya.

“Kejadian kemarin adalah dinamika biasa yang menandakan hidupnya sebuah demokrasi dalam mengambil sebuah keputusan di lembaga legislatif,” tuturnya.

Dalam pertemuan intern dibahas juga permintaan anggota DPRD terhadap pemerataan pembangunan diseluruh wilayah, dengan porsi anggaran disesuaikan pada kemampuan keuangan pemerintah daerah.

Sedangkan terhadap polemik Pokok Pikiran (Pokir) yang disebut-sebut menjadi alasan 11 anggota DPRD dari Hanura, NasDem, dan Gerindra menjegal rapat paripurna, Arpiah menjelaskan polemik tersebut sudah diselesaikan secara damai.

“Keributan pokir sudah kami selesaikan, begitu pula ketegangan antara anggota DPRD yang merasa dipojokokan karena disebut hanya memikirkan pokir,” bebernya.

Perjuangan anggota DPRD terhadap pokir jangan diartikan sebuah permintaan yang memalukan sebab, tiap anggota DPRD berhak mengajukan pokir kepada pemerintah daerah sebagai bentuk memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Kedudukan pokir diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan perencanaan pembangunan daerah. Aturan utama mengatur pokir adalah Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembanguna Daerah.

“Beberapa undang-undang lain juga menjadi dasar hukum terkait pokir, seperti UU No 23 Tahun 2024 tentang Pemerintah Daerah,” ujarnya.

Pokir sendiri tidak berbeda dengan aspirasi yang dijaring pemerintah daerah lewat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), kedua aspirasi ini lahir dari usulan-usulan masyarakat.

Karena itu, Arpiah minta masyarakat jangan terlalu mendiskreditkan kata pokir seolah-olah hal memalukan. Pokir dewan adalah bentuk bantuan lembaga legislatif kepada pemerintah daerah dalam menjaring usulan prioritas.

“Meski Pokir itu sah, tapi permintaan nilai besaran pokir tetap harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah,” tegasnya.

Sementara itu, ketua fraksi Nasdem DPRD Nunukan, Muhammad Mansur meminta usulan kegiatan di APBD harus dilakukan secara merata, terutama untuk wilayah Krayan dan Kabudaya yang selama ini sangat kecil mendapatkan alokasi dana.

“APBD jangan lagi didominasi satu wilayah, perhatikan Krayan dan Kabudaya berikan mereka anggaran yang pantas,” tutupnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Niaga.Asia, Pemkab Nunukan hanya mampu mengalokasikan anggaran sebesar Rp500 juta untuk mengakomodir usulan setiap anggota DPRD Nunukan, sedangkan 11 anggota DPRD Nunukan dari Fraksi Hanura, NasDem, dan 1 anggota Fraksi Gerindra meminta Rp750 juta bagi setiap anggota DPRD Nunukan.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: