Politisi PKS: Alihkan Subsidi Pupuk jadi Subsidi Harga

Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin. Foto: Jaka/Man

 JAKARTA.NIAGA.ASIA-Politisi PKS, anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengatakan, sudah saatnya pemerintah melakukan kajian untuk mengalihkan subsidi pupuk menjadi subsidi harga. Subsidi pupuk sudah dimulai sejak rezim Orde Baru, ketika Presiden Soeharto memutuskan subsidi pupuk dengan tujuan swasembada pangan. Tujuan ini tercapai tahun 1984, dan beberapa tahun kemudian hingga Indonesia bebas dari ketergantungan impor pangan pokok.

“Tapi setelah itu, mulai dari Presiden Soeharto di akhir jabatannya, Habibie, Gusdur, Megawati, SBY hingga Jokowi, subsidi pupuk tetap berjalan, tapi tujuannya tak pernah tercapai hingga saat ini. Sudah saatnya mengkaji ulang, untuk ada alternatif mengalihkan subsidi pupuk menjadi subsidi Harga,” ucap Akmal dalam keterangan persnya, Senin (2/8/2021).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyampaikan, memang dalam mengalihkan sebuah kebijakan mesti ada kajian mendalam yang melibatkan banyak pakar baik akademisi maupun praktisi. Di luar Negeri sudah banyak negara seperti Amerika, dan beberapa negara Eropa yang memilih subsidi di output daripada di-input.

Untuk itu legislator asal Sulawesi Selatan II ini mendorong agar pemerintah pemerintah mulai mengkaji penerapan  mengalihkan alokasi subsidi sektor pertanian dari yang mulanya berbasis input menjadi subsidi output demi menekan risiko anjloknya harga produk pertanian pada masa panen yang bisa merugikan petani.

“Ini bisa saja diuji pada satu wilayah kabupaten sentra penghasil produk pertanian, sehingga risiko yang ditimbulkan bila meleset tidak terlalu besar. Tapi bila semakin mendorong peningkatan produk pertanian, menghilangkan dampak penyelewengan karena efektifitas anggaran subsidi yang tepat sasaran, tentu kebijakan ini mesti dapat menjadi alternatif menggantikan subsidi pupuk yang angkanya selalu di atas angka anggaran Kementerian Pertanian itu sendiri,” imbuhnya.

Akmal menambahkan, anggaran Kementan sejak tahun 2015 terus menurun, dari Rp32,72 triliun, di tahun 2016 menjadi Rp27,72 triliun, tahun 2017 Rp24,23 triliun,  tahun 2018 Rp 23,90 triliun, tahun 2019 Rp21,71 triliun, tahun 2020 Rp 21,05 triliun, tahun 2021 Rp15,51 triliun, dan kini pagu indikatif tahun 2022 sebesar Rp14,51 triliun.

Terus turunnya anggaran Kementan, juga diikuti turunnya subsidi pupuk, meskipun angka subsidi pupuk terus lebih tinggi dari anggaran Kementan. Ia menyarankan, mesti ada solusi yang tepat dimana stiap tahun gelontoran uang negara untuk pupuk subsidi lebih tepat dan tujuan utama tercapai yakni swasembada pangan.

“Pupuk yang di produksi PIHC seperti sekarang sangat mahal. Sebab utamanya adalah dalam memproduksinya, sangat bergantung  pada gas sebagai bahan baku yang mahal. Di samping itu, gas ini kan barang yang tidak dapat terus ada, yang lama-lama akan habis. Sampai saat ini, PIHC belum mampu menjawab tantangan ini, sehingga anggaran pupuk subsidi yang di alokasikan dari APBN puuhan triliun tiap tahun hanya menjawab kebutuhan 34 persen petani seluruh Indonesia,” ungkapnya.

Akmal menuturkan, setiap ia berkunjung di daerah pemilihannya, Sulsel, bertemu dengan petani yang selalu dikeluhkan bukannya tidak ada pupuk, tapi yang tidak ada itu pupuk bersubsidi yang harganya memang terjangkau. Dikatakannya, sudah puluhan tahun petani kita ini tidak mampu berkompetisi secara global karena subsidi input yang sulit dikendalikan ketika sudah menyangkut distribusi.

“Saya memiliki keyakinan, subsidi harga atau output, akan meningkatkan daya kompetisi petani. Tujuan petani akan terpacu pada jumlah produksi yang baik dengan mutu yang baik. Jaminan pasar dan harga yang sesuai akan dikondisikan pemerintah dengan alokasi subsidi harga. Ini selain sangat tepat pemberian subsidinya, juga sangat efisien untuk mengurangi penyimpangan,” tutup Akmal.

Sumber : Humas DPR RI | Editor : Intoniswan

Tag: