Polres Nunukan Selesaikan 6 Kasus Kejahatan Ringan Lewat Restorative Justice

Kepala Polres Nunukan Ajun Komisaris Besar Polisi Ricky Hadianto (niaga.asia/Budi Anshori)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA — Polres Nunukan menghentikan 6 perkara dugaan pidana ringan dengan mengedepankan keadilan restoratif atau Restorative Justice (JS). Pertimbangan dilakukan JS diambil atas keinginan kedua pihak keluarga yang bersepakat damai.

“Perkara ini kejahatan ringan dan kedua belah pihak sepakat menyelesaikan dengan damai tanpa penyelidikan perkara,” kata Ajun Komisaris Besar Polisi Ricky Hadianto, kepala Polres Nunukan kepada niaga.asia Kamis.

Penyelesaian perkara kejahatan ringan lewat keadilan restoratif diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 8 tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.

Enam perkaranya diselesaikan keadilan restoratif yaitu kejahatan pencurian ringan, penganiayaan ringan dan fitnah melalui media sosial (Medsos). Salah satu pertimbangan keadilan restoratif adalah pelaku anak di bawah umur masih berstatus pelajar.

“Tiga perkara keadilan restoratif ditangani unit pidana umum Polres Nunukan, dua perkara ditangani unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) satuan reserse kriminal Polres Nunukan dan satu perkara di Polsek Nunukan,” Ricky Hadianto menerangkan.

Di antaranya, salah satu perkara keadilan restoratif dengan pelaku berusia 25 tahun berawal dari laporan perempuan yang kaget melihat tetangganya di atas plafon rumahnya yang beralamat di kecamatan Nunukan.

Korban kaget mendengar pelaku dari atas plafon memanggil perempuan pemilik rumah dengan cara mengeluarkan suara suit-suit sambil memegang potongan kayu plafon dan pisau lipat. Karena merasa terancam, korban kemudian melapor ke polisi.

“Informasinya pelaku ini baru putus cinta. Soal pisau lipat bukan dibawa pelaku dan tidak digunakan mengancam korban,” kata Ricky Hadianto.

Merasa kasihan kepada korban, pemilik rumah mencabut laporan dan meminta perkara diselesaikan lewat jalur damai. Lagi pula korban tidak memiliki rencana menganiaya ataupun mencuri di rumah korban.

“Waktu kita tanya kenapa kamu panggil pemilik rumah dengan bersiul, katanya dia hanya ingin minta air minum. Katanya lagi haus kelamaan di atas plafon,” Ricky Hadianto menambahkan.

Kemudian, perkara keadilan restoratif lainnya adalah korban anak di bawah umur saat berbelanja di warung dekat rumahnya kehilangan telepon selular. Korban merasa telepon selularnya tertinggal di warung. Namun pemilik warung mengaku tidak tidak mengambil telepon selular itu.

“Korban melapor ke polisi, lalu kami lakukan penyelidikan dan ditemukan handphone diambil anak pemilik warung. Kita pertemukan keluarga dan mereka sepakat berdamai,” terangnya.

Berikutnya lagi perkara anak-anak di bawah umur melakukan penghinaan lewat media sosial. Korban yang merasa tidak terima dilaporkan ke unit PPA Polres Nunukan. Korban dan pelaku pembuat pernyataan berdamai.

“Dalam kasus ini ada dua laporan dengan perkara yang sama, korban dan pelaku masih berusia di bawah umur,” ungkap Ricky Hadianto.

Kasus keadilan restoratif lainnya ditangani pula oleh Polsek Kota Nunukan. Pelaku dilaporkan atas pengancaman ringan yang membuat korban merasa tidak nyaman atas perbuatan pelaku.

Sebelum naik pemeriksaan, polisi mempertemukan kedua belah pihak untuk menyelesaikan secara damai. Lagi pula perkara itu hanya pengancaman ringan tanpa niat benar-benar menyakiti pelaku.

“Tidak semua perkara diselesaikan lewat penegakkan hukum. Ada perkara-perkara ringan yang bisa diputuskan musyawarah damai,” demikian Ricky Hadianto.

Untuk diketahui keadilan restoratif adalah sebuah upaya pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi antara korban dan pelaku kejahatan.

Prinsip keadilan restoratif merupakan pemulihan hubungan baik antara pelaku kejahatan dengan korban kejahatan, sehingga hubungan antara pelaku kejahatan dengan korban kejahatan sudah tidak memiliki dendam. Demikian dikutip dari Wikipedia Kamis.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Saud Rosadi

Tag: