
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap petunjuk yang dimiliki hingga akhirnya bisa membantu Bareskrim Polri membongkar kasus pembobolan rekening dormant (pasif) senilai Rp204 miliar, berawal dari data pembukaan rekening bank.
“Ada upaya-upaya membuka rekening dalam tempo 1-6 hari sebelum tanggal kejadian 21 Juni 2025. Kenapa bisa ter-detect karena dibuka dalam waktu yang sangat dekat terus kemudian terjadi perputaran transaksi yang cukup besar dalam waktu singkat,” ujar Sekretaris Utama PPATK Irjen Pol. Alberd T.B Sianipar, Kamis (25/9/25).
Ia menambahkan, saat ini upaya penelusuran aset para tersangka akan terus dilakukan. Terlebih, jaringan ini juga mengalihkan uang ke beberapa dompet digital.
“Modus yang berikutnya tadi, dana tadi terkirim masuk ke perusahaan jasa remittance, masuk ke dompet digital, go-jek, go-pay, kemudian ditarik tunai, dan terakhir dipakai untuk kepentingan pribadi,” ungkapnya.
Menurutnya, aksi pengalihan hasil kejahatan memang kerap menggunakan nominee. Tak hanya perorangan, TPPU juga kerap dilakukan dengan kerja sama perusahaan.
Sementara Kejaksaan Agung mengapresiasi gerak cepat Bareskrim Polri atas pengungkapan kasus pembobolan salah satu rekening dormant di salah satu cabang pembantu bank di Jawa Barat. Dalam kasus ini, uang yang ditarik oleh sembilan tersangka senilai Rp204 miliar.
Direktur D Jampidum, Sugeng Rianta, mengungkap bahwa Kejaksaan Agung sebagai jaksa penuntut umum (JPU) meminta agar penyidik Bareskrim Polri juga mendalami mengenai money changer yang melakukan penukaran valas dari tersangka pembobolan rekening dormant di salah satu bank daerah Jawa Barat, karena penukaran uang dengan nominal yang besar seharusnya menyertakan identitas penukar untuk tanggung jawab.
“Kita ini mau nuker uang satu dolar saja, kalau kepada lembaga penukaran valas resmi itu kan ditanya KTP. Ini kok bisa cepat ya, ratusan miliar masuk ke rekening, ini tentu kami sudah koordinasi ini perlu didalami,” jelasnya dalam konferensi pers, Kamis (25/9/25).
Jaksa Sugeng mengemukakan, dari kasus ini juga seharusnya ada mitigasi lebih dari seluruh bank agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Apalagi, hal ini akan memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
“Apakah sistem keamanan sibernya, kemudian sistem katakanlah pengendalian kepatuhan internal di bank itu tentu ini melibatkan nanti dari OJK, dari BI, sistem pembayaran, segala macam perlu duduk bersama dan ini perlu bersama-sama memerangi yang seperti ini,” jelasnya.
Sumber: Tribratanews.Polri | Editor: Intoniswan
Tag: Pembobolan RekeningPerbankan